PM Australia Desak Warganya Angkat Kaki dari Lebanon, Khawatir Perang Israel Vs Hizbullah Pecah

TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mendesak warga negaranya untuk segera meninggalkan ibu kota Lebanon.

Perdana Menteri Albanese telah mengeluarkan peringatan di tengah kemungkinan konflik besar-besaran antara Israel dan kelompok militan sayap kanan Hizbullah Lebanon.

“Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengatakan kepada warga Australia, jangan pergi ke Lebanon sekarang,” kata Albanese seperti dikutip Australian Broadcasting Corporation.

Untuk mempercepat proses evakuasi, Perdana Menteri Albanese bahkan memberangkatkan sejumlah penerbangan komersial untuk segera mengeluarkan warga Australia dari Lebanon.

Pemerintah Australia berencana mengirimkan kapal feri untuk mengevakuasi masyarakat dari Lebanon sebagai antisipasi penutupan bandara Beirut akibat konflik yang semakin meluas.

Mirip dengan evakuasi yang dilakukan pemerintah Australia pada perang Lebanon tahun 2006.

Saat itu sedikitnya ada 5.000 warga yang diangkut dengan kapal feri.

“Sejak evakuasi pada tahun 2006, kami telah melihat ledakan yang sangat dahsyat di pelabuhan Beirut, yang mempengaruhi kapasitas pelabuhan di sana,” kata Albanese.

“Kalau begitu jangan coba-coba. Jangan menunggu dan lihat bagaimana kelanjutannya. Sekaranglah waktunya untuk pergi,” tambahnya.

Hingga saat ini, Departemen Luar Negeri Australia memperkirakan setidaknya 5.000 warga negara Australia masih berada di Lebanon.

Namun kemungkinan besar jumlahnya bisa mencapai 20.000 atau bahkan 30.000.

Untuk mencegah peningkatan jumlah warga Australia yang bepergian ke Timur Tengah, khususnya Lebanon, pemerintah telah melarang masyarakatnya bepergian ke negara tersebut. Puluhan negara mengeluarkan peringatan perjalanan

Bukan hanya Australia, setidaknya 11 negara telah melarang perjalanan ke Lebanon.

Ini termasuk Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Irlandia, Norwegia, Swedia, Denmark dan Australia.

Kedutaan Besar AS di Lebanon mengimbau warganya untuk segera meninggalkan Lebanon di situs resminya.

Sementara itu, bagi pelancong yang saat ini masih terdampar di Lebanon, kedutaan meminta masyarakat Amerika untuk mendaftar program Smart Traveller agar dapat menerima informasi pelacakan lokasi terkini jika terjadi keadaan darurat. Israel sedang bersiap untuk menyerang Lebanon

Peringatan itu muncul tak lama setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberi lampu hijau untuk menyerang Hizbullah di Lebanon dalam waktu 24 jam ke depan. Seorang pejabat tinggi Israel menjelaskan bahwa izin menyerang Lebanon diberikan sebagai respons atas serangan terbaru Hizbullah.

Baru-baru ini, Hizbullah disalahkan atas serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja, namun tentara Israel terus menuduh gerakan perlawanan tersebut untuk mengaku bertanggung jawab, dan mereka akan membayarnya. . “Kami akan memberikan pukulan keras kepada musuh,” kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant. Iran mengancam akan menyerang Israel

Ancaman serupa juga dilontarkan oleh proksi Iran, kabarnya dalam waktu dekat para pemimpin Iran serta kelompok sayap kanan Houthi dan Hizbullah akan melakukan serangan balik ke Tel Aviv.

Serangan ini dilakukan setelah Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, terbunuh.

Haniyeh dibunuh bersama pengawalnya dini hari pukul 02.00 waktu setempat.

Media pemerintah Iran melaporkan bahwa Haniyeh meninggal akibat serangan rudal berpemandu udara.

Namun, dari penyelidikan lebih lanjut, diketahui penyebab kematian Haniyeh adalah bom yang diselundupkan ke Teheran, ibu kota Iran.

Ketegangan meningkat setelah Tel Aviv mengumumkan terbunuhnya Shukr, 63 tahun, dalam serangan udara terhadap sebuah gedung di Beirut selatan pada Selasa malam. Kematian Shukr juga dikonfirmasi oleh Hizbullah pada Rabu malam.

Tak lama setelah pernyataan tersebut dikeluarkan, militer Israel mengumumkan bahwa pada Jumat (02/08/2024) pihaknya telah berhasil membunuh wakil kepala produksi senjata kelompok bersenjata Jihad Islam di Palestina, Mohammed Al Jabari.

Militer Israel tidak menjelaskan secara rinci kapan dan bagaimana pembunuhan Al Jabari terjadi di Jalur Gaza Palestina.

Namun, pembunuhan tersebut mendorong sejumlah milisi dan kelompok bersenjata Iran mengadakan pertemuan penting dengan perwakilan sekutu mereka di Lebanon, Irak, dan Yaman untuk membahas serangan balasan terhadap Israel.

“Perwakilan sekutu Iran di Palestina, Hamas dan Jihad Islam, serta gerakan Houthi yang didukung Teheran di Yaman, Hizbullah Lebanon, dan kelompok perlawanan Irak akan berpartisipasi dalam pertemuan di Teheran,” kata seorang pejabat senior Iran.

(Tribunnews.com/ Namira Yunia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *