TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan memperkenalkan bahan bakar rendah sulfur (BBM).
Penggunaan bahan bakar rendah sulfur nantinya akan diperkenalkan pada kendaraan roda dua dan empat.
Terkait hal ini, pakar energi Ferdy Hasiman menilai Indonesia, dalam hal ini Pertamina, memiliki kemampuan yang baik dalam produksi dan distribusi bahan bakar rendah sulfur.
Ketersediaan tersebut sejalan dengan kebijakan progresif pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terhadap penggunaan bahan bakar rendah sulfur (BBM) di sektor transportasi, seperti sepeda motor dan mobil. di seluruh Indonesia
“Pertamina siap sepenuhnya untuk mempercepat implementasi kebijakan pemerintah,” kata Ferdi dalam keterangannya, Kamis (05/09/2024).
Kesiapan tersebut, lanjut Ferdy, tidak lepas dari peran BUMN energi yang diberi tugas oleh undang-undang untuk menyiapkan segala jenis bahan bakar untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
“Sesuai informasi, kilang Pertamina di Balongan siap memproduksi 900.000 barel produk solar rendah sulfur per bulan. Pertamina siap mengkomersialkan bahan bakar baru rendah sulfur ini. Sebab, produk rendah sulfur dihasilkan di kilang Pertamina,” jelas Ferdy.
Ferdy mencontohkan bahan bakar rendah sulfur yang diproduksi Pertamina seperti Pertamax Turbo dan Pertamina Dex, seraya menambahkan kedua jenis bahan bakar tersebut mengandung bahan bakar rendah sulfur sebesar 50 ppm.
Misalnya saja Pertamina Dex dengan cetane number (CN) solar tertinggi yang dijual Pertamina, yakni CN 53 yang memiliki kandungan sulfur 50 ppm. Ferdy mengatakan bahan bakar jenis ini mampu mengawetkan mesin dan memaksimalkan tenaga mesin.
“Bahan bakar jenis ini juga ramah lingkungan dengan emisi gas buang yang rendah dan setara dengan standar Euro 4. Sedangkan produk bahan bakar Dexlite merupakan jenis bahan bakar diesel dengan nilai CN minimal 51 dan sulfur maksimal 1.200 ppm bahan bakarnya juga aman bagi lingkungan,” jelas Ferdi.
Ferdi menilai positif kebijakan pemerintah tersebut. Menurut dia, kebijakan pemerintah yang menerapkan bahan bakar rendah sulfur merupakan langkah yang sangat berani dan cerdas.
“Langkah pemerintah ini patut disambut dan diapresiasi oleh masyarakat Tanah Air. menjaga lingkungan ekologis yang layak huni bagi kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.
Ferdy juga mewanti-wanti, harga bahan bakar sulfur rendah tentu akan lebih tinggi dibandingkan harga bahan bakar sulfur tinggi.
Tentu saja, lanjutnya, hal itu tentu menjadi pertimbangan penting. Mengapa? Karena jika didistribusikan ke seluruh Indonesia pasti akan mempengaruhi harga minyak.
“Jika tidak ingin membebani masyarakat miskin dengan harga tinggi, Pemerintah harus menggunakan dana APBN untuk subsidi agar bahan bakar belerang murah bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia,” lanjutnya.
Karena itu, Ferdy mengatakan kebijakan tersebut mungkin tidak berlaku untuk semua negara di Indonesia. Pasalnya, masih banyak wilayah di Indonesia yang udaranya bersih dan sehat.
Prioritas kebijakan harus dimulai dari daerah yang sangat tercemar seperti Jakarta. Hal ini penting, tambah Ferdy, guna mengurangi beban APBN.
Sedangkan untuk penjualan, Ferdy mengatakan Pertamina siap dan akan menjual bahan bakar rendah sulfur tersebut.
“Pertamina memilih Jakarta sebagai titik awal penerapan kebijakan ini. Akibat tingginya polusi udara di Jakarta, “Pertamina siap menjual solar rendah sulfur untuk pertama kalinya di tiga SPBU di Jakarta,” tutupnya.