TRIBUNNEWS.COM – Wali Kota Semarang Hewaarita Gunaryanthi Rahayu alias Mbak Ita ditangkap karena kasus korupsi di Kotamadya (Pemkot) Semarang.
Saat ini, dia dan suaminya Alvin Basri, Ketua Komite D DPRD Jawa Tengah, menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun Mbak Ita dan suaminya masih belum diketahui keberadaannya setelah lembaga antirasuah menggerebek rumah dinas dan kantor mereka pada Rabu /17/07/2024/.
Bahkan, pada penggeledahan kedua pada Jumat (19 Juli 2024), Mbak Ita dan istrinya kembali tak terlihat batang hidungnya.
PDIP, partai yang menguasai Mbak Ita, pun turut mengomentari kasus korupsi ini.
Partai berlambang banteng itu menduga ada unsur politik dalam korupsi yang menjerat Mbak Ita.
Meski demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pengusutan korupsi terkait Mbak Ita tidak bermotif politik.
Rasanya seperti Anda mengejar tabungan
Orang PDIP pertama yang mengomentari kasus korupsi Mbak Ita adalah politikus Guntur Romli.
Awalnya Guntur Romli tetap menghormati proses hukum yang berjalan.
Namun, dia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (18 Juli 2024), dia mengatakan, “Kami menghormati proses hukum, tapi asas praduga tak bersalah harus diutamakan.”
Selain itu, Guntur Romli meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak selektif dalam menetapkan siapa pun sebagai tersangka kasus korupsi.
Pengumuman tersebut berdasarkan penggeledahan di kantor mantan Gubernur Jatim Hofifa Indar Parawansa yang belum diketahui perkembangannya.
Pada tanggal 21 Desember 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi menggerebek kantor Kejaksaan terkait kasus suap Sahat Tua P. Simanjuntak, Wakil Ketua Provinsi Jawa Timur, Republik Korea.
Dalam pemeriksaan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen terkait penyusunan APBD Jatim dan barang bukti elektronik yang diduga erat kaitannya dengan kasus suap Sahat.
“Kami ingin KPK tegas dan tidak selektif. Kantor Gubernur Jatim Hofifa juga sempat dimintai keterangan, tapi belum ada kabar lebih lanjut,” ujarnya.
Di sisi lain, Guntur menduga pimpinan KPK saat ini memberikan kesan Mbak Ita ‘mengejar tabungan’ menjelang masa jabatannya berakhir dengan menuduhnya melakukan korupsi.
“Jangan sampai ada kesan mengejar istana ketika masa jabatan pimpinan KPK saat ini sudah berakhir,” ujarnya. Atau mungkin ada faktor politik di baliknya karena KPK sedang mendekati Pilkada.”
Tidak dapat diduga ada faktor politik dalam hal ini
Juru Bicara PDIP Chiko Hakim pun mengimbau Guntur Romli.
Ia menegaskan, pihaknya akan bertindak sesuai hukum dan berpegang pada asas praduga tak bersalah.
“Pertama, kami ingin menyoroti PDIP dan jajarannya serta mengingatkan para pejabat untuk selalu menaati hukum dan mengikuti semua proses hukum.”
Namun kami tetap menjaga prinsip tidak bersalah dan akan mendampingi pegawai kami yang terlibat kasus hukum hingga prosesnya berjalan adil, ujarnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (20 Februari). Juli 2024).
Namun, sulit untuk tidak menduga korupsi yang menjerat Chiko Mbak Ita tidak bermotif politik.
Dia lantas mencontohkan kasus dugaan korupsi lain yang belum diusut.
“Namun, sulit untuk mencurigai bahwa sebagian besar tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini bersifat politis.”
“Kita tahu masih banyak kasus lain di mana peserta dibekukan, diuapkan, atau dikubur begitu saja karena mengalihkan dukungannya kepada calon yang diunggulkan partai tertentu,” kata Chico.
Ditolak Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membantah penyidikan korupsi yang menjerat Mbak Ita bermotif politik.
Juru Bicara KPK Tesaa Mahardika menegaskan, penyidikan kasus ini dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan penyidik.
Tessa mengatakan kepada wartawan, Jumat (19/7/2024), pemeriksaan yang dilakukan temannya di Semarang tidak ada kaitannya dengan situasi politik apa pun.
Tessa juga menekankan bahwa penyelidikan korupsi yang dilakukannya sepenuhnya berada dalam kerangka hukum.
Oleh karena itu, jika ada pihak yang menilai kasus ini ada kaitannya dengan politik, Tessa pun membantahnya, ujarnya.
Dikatakannya, “Jika kegiatan ini ada kaitannya atau bertepatan dengan apa yang diumumkan dalam bentuk pemilihan ketua daerah, maka itu murni kebetulan dan tidak bermotif politik.”
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)
Artikel lain terkait kasus korupsi di Kota Semarang