TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penggunaan skema pengelolaan Land Value Acquisition (LVC) untuk membiayai proyek infrastruktur jalan tol menjadi topik diskusi menarik pada seminar nasional “Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Jalan Tol Menggunakan Skema LVC di Indonesia”. Asosiasi Pengembang Jalan Indonesia (HPJI) dan Jasa Marga di Kantor Pusat Jasa Marga, Jakarta, Rabu (31/07/2024).
Direktur Utama Jasa Marga dan Kepala Divisi Investasi dan Pembiayaan Jalan HPJI II Subakti Syukur mengatakan pembiayaan LVC pada dasarnya menggunakan sebagian dari peningkatan nilai keekonomian tanah terkait kebijakan/investasi di sektor infrastruktur, khususnya jaringan jalan raya nasional dan tol. jalan raya.
Jenderal Hedi Rahadian, Ketua HPJI, mengatakan seminar ini dapat memberikan pemahaman mengenai alternatif pembiayaan infrastruktur jalan tol melalui skema pemanfaatan peningkatan nilai regional di Indonesia untuk investasi dan pembiayaan jalan tol yang berkelanjutan.
“HPJI sebagai salah satu organisasi profesi di bidang pembangunan jalan dan jembatan tanah air berencana menyelenggarakan seminar nasional ini sebagai bentuk dukungan terhadap alternatif investasi dan pembiayaan berkelanjutan infrastruktur jalan di Indonesia, serta peninjauan dan pembiayaan investasi jalan dengan menggunakan model penggunaan yang meningkatkan nilai. “Perekonomian daerah muncul sebagai akibat dari pembangunan infrastruktur jalan,” kata Headey.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Konstruksi Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Triono Junoasmono menjelaskan topik seminar ini diangkat untuk memahami bagaimana skema pembiayaan infrastruktur land value capture (LVC) dapat menjadi pendukung. dalam perekonomian Latvia. penyediaan dana anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan tol.
Dijelaskannya, instrumen penerapan skema LVC terbagi menjadi dua, yaitu LVC pajak dan retribusi, dimana skema tersebut ditangani oleh pemerintah daerah atau kementerian/lembaga dan dilaksanakan dengan membagi hasil penerimaan pajak kepada pemerintah pusat.
Sedangkan LVC berbasis pembangunan merupakan skema nilai yang dihasilkan oleh pengelola daerah dan kemudian ditangkap oleh Badan Layanan Umum (PSA), yang menjamin pembagian keuntungan dan pemanfaatan keuntungan di wilayahnya dengan kerjasama penanggung jawab proyek (PJPK). . ).
Oleh karena itu, kami berharap skema ini mampu mencapai tujuan pembangunan infrastruktur khususnya jalan raya dan jalan tol di Indonesia, kata Triono.
Seminar nasional yang dipimpin oleh Aldrin Maulana, Kepala Kelompok Pengembangan Usaha Jasa Marga ini menghadirkan empat pembicara yaitu Staf Khusus Kementerian Koordinator Perekonomian Indonesia Bidang Percepatan Pembangunan Daerah, Pembangunan Infrastruktur dan Investasi, Wahyu Utomo, Ketua Umum Asosiasi Industri Indonesia. properti Sani Iskandar, CEO PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) M. Wahid Sutopo dan Head of Penyertaan Modal PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Isnaputra Iskandar.
Wahyu Utomo memperkenalkan peran pemerintah dalam memaksimalkan LVC, yang dapat berupa skema pemanfaatan peningkatan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh investasi di sektor infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas perekonomian di Indonesia.
Penciptaan nilai daerah terjadi melalui inisiatif penciptaan nilai, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau unit usaha yang mempengaruhi nilai tambahan.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung LVC, yaitu perencanaan, implementasi LVC, cara memisahkan ruang lingkup dan dampak pembangunan, serta monitoring dan evaluasi.
“Secara umum, hasil kajian mekanisme implementasi LVC untuk mendukung pembangunan proyek infrastruktur jalan tol dilakukan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian. Selain itu, dari segi kerangka peraturan, saat ini belum ada kerangka hukum untuk penerapan LVC di Indonesia,” ujarnya.
Sani Iskandar, Sekretaris Jenderal Asosiasi Kawasan Industri Indonesia, mengatakan ada potensi keterkaitan antara pengembangan kawasan industri dengan pembangunan infrastruktur jalan, khususnya pengembangan jalan tol di sekitarnya.
Menurutnya, penerapan LVC mempunyai potensi besar untuk membiayai pembangunan infrastruktur kawasan industri secara terkoordinasi, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah perekonomian daerah.
Namun pendanaan ini perlu diperhatikan dan harus dibedakan antara infrastruktur yang dapat disediakan oleh LVC (dibiayai oleh badan usaha) dan infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat/daerah berdasarkan ketentuan UU.
“Peran atau kontribusi pengembang lahan dalam penyediaan infrastruktur jalan khususnya jalan tol yang berkelanjutan melalui penerapan LVC sangatlah penting. Oleh karena itu, efisiensi dan manfaat pengembangan kawasan industri dapat disamakan dengan pembangunan infrastruktur jalan tol sebagai bentuk implementasi value enhancement capture yang berkelanjutan,” kata Sani.
Head of Equity PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Isnaputra Iskandar menjelaskan, proses identifikasi ruas jalan tol yang potensial dapat dilakukan melalui mekanisme daur ulang aset berdasarkan peraturan yang memberikan landasan hukum dalam pelaksanaannya.
“Konsep daur ulang aset sebagai salah satu bentuk implementasi skema LVC dapat efektif dalam memperkenalkan pembiayaan jalan tol di Indonesia. Namun industri jalan tol Indonesia memiliki tantangan dalam penerapan daur ulang aset, dan menghadapi tantangan tersebut memerlukan solusi yang tepat,” jelas Isnaputra.
Direktur Utama PT PII M. Wahid Sutopo mengatakan perusahaannya berperan sebagai penjamin pemerintah atas proyek infrastruktur yang dikembangkan dengan skema KPBU atau penugasan pemerintah, khususnya jalan tol.
“Dengan menggunakan konsep penerapan LVC yang efektif yang berlaku pada jalan tol di Indonesia, kami tentunya dapat mendukung kelayakan dan pengurangan risiko proyek KPBU serta peran penjaminan.” Tepatnya, kami sebagai Penjamin Emisi Efek Infrastruktur (BUPI) mendukung pembiayaan proyek infrastruktur yang menggunakan mekanisme LVC untuk memitigasi risiko bagi investor,” kata Sutopo.