TRIBUNNEWS.COM – “Dulu saya tidak tertarik dengan dunia menjahit. Keluarga saya suka menjahit. Ayah, ibu, dan adik juga. Tapi saya melihat tidak berkembang seperti itu.”
“Tapi sekarang pendapat saya berubah. Penjahit yang tadinya hanya kenal tetangga atau mulut ke mulut, ternyata kalau dipadukan dengan dunia digital, misalnya dengan membuat konten di jejaring sosial, pasarnya bisa menjangkau seluruh Indonesia. .” dan bahkan di luar negeri.”
Begitulah yang diungkapkan Wira Laga Bakhtiar (31), seorang konten kreator dan pemilik brand Wiralagaba, produsen tas lokal di Sidoarjo, Jawa Timur.
Ketekunan dan semangat kreatif Vera membuat ia kini mendesain tas dan bisa memberdayakan tetangganya.
Menurutnya, awalnya ia tidak bercita-cita menjadi desainer tas dan bekerja di mesin jahit.
Pasalnya, ia sendiri melihat kehidupan keluarganya pas-pasan saat ia bekerja sebagai penjahit.
Namun situasi pandemi beberapa tahun lalu mendorong Veera untuk mengeluarkan kreativitasnya hingga akhirnya memutuskan untuk terjun sepenuhnya ke dunia fashion tas.
Pandemi ini membuat dia yang biasanya menghabiskan waktu di toko ritel fesyen sebagai karyawan harus bekerja dari rumah. Hal ini memaksanya untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan gadget dan jejaring sosial.
Dia mulai berpikir untuk melakukan sesuatu terhadap situasi ini. Idenya tercipta untuk membuat konten pada tas dari bahan-bahan yang tidak terpakai atau didaur ulang.
Di tangannya bola basket bisa menjadi dompet, helm bisa menjadi tas dan masih banyak lagi barang-barang lainnya yang biasanya hanya tumpukan sampah bisa menjadi produk berharga.
Tiga tahun terakhir ia rajin mengunggah konten upcycling atau memanfaatkan barang-barang bekas di berbagai item fashion.
Konten tersebut menarik perhatian warganet dan menjadi viral, serta masih diikuti ratusan ribu akun Instagram dan TikTok @wiralagabae. Karya seni upcycle dibuat oleh Wira (Instagram/@wiralagabae)
Dimulai dengan Konten Upcycle
Awalnya Veera hanya membuat tas untuk bersenang-senang, menggunakan produk bekas atau bekas untuk konten media sosialnya.
“Saat pandemi kita disuruh bekerja dari rumah (WFH). Tapi di rumah kita hanya bekerja beberapa jam, paling lama dua sampai tiga jam, selebihnya kita menganggur dan tidak berbuat apa-apa, padahal kita masih tetap bekerja. tidak boleh keluar,” kata Veera kepada Tribun News, Senin (29 Juli 2024).
“Iya, saya berpikir untuk belajar menjahit, karena di rumah saya juga punya mesin jahit. Saya mencarinya di YouTube dan mengubahnya menjadi sesuatu seperti tas. Setelah itu saya mulai berpikir, kenapa tidak mencoba membuat tas dari bahan daur ulang. , “katanya.
Veera lebih memilih fokus pada konten daripada portofolio. Selain masih terbilang langka, menurutnya menjahit tas lebih mudah dibandingkan menjahit pakaian.
Ia penuh semangat untuk mencoba hal-hal baru yang kini menjadi sumber penghasilannya. Dalam seminggu ia bisa membuat tiga atau empat cerita tentang pembuatan tas dari bahan daur ulang.
Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengunggah satu konten ke jejaring sosial. Bahkan cara berjalan Vera pun tidak selalu mulus. Butuh beberapa kali trial and error hingga akhirnya tas tersebut bisa digunakan.
Proses produksinya sendiri cukup panjang mulai dari pembuatan pola, pengambilan video, proses eksekusi hingga proses instalasi.
Salah satu tas buatannya yang menjadi viral adalah paper bag McD dan Starbucks daur ulang. Dengan ide kreatifnya, Vera mampu menciptakan kembali kantong kertas McD menjadi tas mewah bergaya Balenciaga dan mengubah kantong kertas Starbucks menjadi tas Dior yang unik.
“Proses pembuatan ulang, mulai dari membuat pola, merekam video, menampilkan hingga mengedit dan lain sebagainya, biasanya memakan waktu hingga 8 jam, bahkan ada yang membutuhkan waktu satu hingga dua hari.”
“Jadi, satu menit konten di Instagram, TikTok, atau jejaring sosial lainnya membutuhkan waktu lebih dari 8 jam,” ujarnya.
Veera menjelaskan, proses pembuatan konten daur ulang membutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, baik proses pembuatan produk daur ulang maupun proses pengambilan video harus dilakukan secara detail.
“Misalnya dari jam 1 siang saya mulai pola, saya buat pola, sampai akhir bisa sampai jam 10 malam, sampai jam 12 malam, bahkan mungkin sampai jam 1 pagi.”
Jadi butuh banyak waktu, banyak waktu, seperti syuting video, saya juga harus detail, ujarnya.
Karya yang ia ciptakan pun menarik perhatian netizen. Banyak yang tertarik dan ingin membeli tas buatannya.
Melihat banyaknya antusias netizen, Veera mencoba menciptakan produk lain tidak hanya dari produk daur ulang tetapi juga dari tas dengan konsep tertentu.
“Saya mencoba membuat konten mulai dari yang sederhana hingga yang sedikit rumit. Dulunya cukup rutin – tiga hingga empat konten dalam seminggu, lama kelamaan sering berubah menjadi FYP (Four From Your Page – julukan untuk tren TikTok) dan banyak lagi. sering suka, dan akhirnya berlanjut sampai sekarang. “Saya juga mendapat undangan dari teman-teman di sana,” kata Vira.
Setelah menerima undangan tersebut, Veera pun mempostingnya di media sosial. Dia melakukannya berulang kali.
“Dalam dunia fashion, perubahan terjadi secara siklis dan cepat, terkadang model yang Anda kenakan bulan ini bisa saja berubah lagi bulan depan.”
“Saat ini saya mungkin sudah membuat lebih dari 100 model tas. Dan kalau peminatnya banyak, biasanya saya buka pre-order (software) untuk masing-masing model,” jelasnya. Sarung kasur dari Wira Laga Bachtiar. (Instagram/@wiralagabae)
Jumlah pesanan meningkat sehingga memperluas peluang bagi tetangga
Setelah konten video yang memamerkan tasnya kerap di-FYP dan mendapat tanggapan positif dari netizen, pandangan Veera terhadap dunia menjahit mulai berubah sejak saat itu.
Ia pun memutuskan untuk fokus sepenuhnya bekerja di dunia portofolio sebagai pembuat konten atau desainer portofolio.
“Saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya dalam dua tahun terakhir dan fokus membuat konten tentang tas. Sekarang saya penuh dengan konten, menyiapkan tas, menjadi pembicara, membuka master class, terutama tentang tas,” jelasnya.
Antusiasmenya untuk melanjutkan dan berinovasi pada karya yang ia ciptakan membawa Veera pada suatu titik yang cukup penting dalam hidupnya.
Yakni, produknya berupa tas berisi model kasur yang dikenakan selebriti kenamaan Indonesia Fuzanti “Fuji” Utami pada awal tahun ini.
“Produk saya yang paling populer adalah pelindung kasur. Fuji menggunakannya, tapi Fuji tidak mendukungnya, Fuji mengiklankannya.”
“Tiba-tiba ada pesan datang bahwa Fuji ingin menggunakan tas itu. Saya kaget dan setelah ngobrol panjang lebar saya kirimkan ke Fuji.”
“Awalnya aku hanya mau mengajaknya memotret, tapi dia malah mempostingnya di Instagram, jadi heboh. Banyak pengikutnya yang bertanya dan tiba-tiba dia menandaiku.”
Dari situ keadaannya malah tambah parah. Dari produksi awal yang hanya 100 part, sampai lebih dari 1000 part. Biasanya aku mengerjakannya sendiri dengan bantuan kakak dan ayahku, tapi karena sibuk, aku malah mengajak adikku dan ayahku. tetangga untuk membantu.”
“Mereka membantu membuat template, Anda sudah punya templatenya jadi tinggal salin dan potong.”
“Setelah itu akhirnya kami buka pre-order sebanyak 1.000 buah yang bisa dipenuhi dengan bekerja sama dengan tetangga,” kata Viera.
Vera pun mengaku bersyukur atas kesempatan terjun ke dunia fashion, khususnya di bidang tas, dan mempengaruhi masyarakat di sekitarnya.
“Awalnya ada tujuh tetangga yang membantu, tapi setelah itu ada warga yang minta pekerjaan.”
“Saya sendiri sebenarnya ingin melakukannya, tapi alhamdulillah, sekarang saya benar-benar bisa bersyukur atas kesempatan untuk melangkah ke dunia ini dan memberikan dampak bagi orang-orang di sekitar saya,” ujarnya. Gambar Veera dan karya-karyanya yang dirubah. (Instagram/@wiralagabae) (Instagram/@wiralagabae)
Kemajuan melalui inovasi dan kepercayaan terhadap kreativitas JNE
Apa yang diraih Veera tidak lepas dari semangat kreatifnya.
Meski baru lulus SMA, namun hal tersebut tidak membuatnya putus asa.
Keinginannya untuk terus berkembang dan selalu siap belajar mengubah nasibnya: ia beralih dari seorang pemilik sederhana sebuah toko retail fashion hingga kini mampu memproduksi produknya sendiri.
Bahkan produk yang kini diberi merek Wiralagabae miliknya itu dikirim ke luar negeri.
“Kami belum mengekspor dalam skala besar, tapi beberapa pelanggan dari luar negeri memesan ke Wira. Bisa dibilang ekspor, tapi masih dalam skala kecil, berdasarkan permintaan.”
“Tapi belum untuk ekspor dalam kontainer. Mungkin suatu saat kita berharap begitu,” kata Veera.
Harga satu paket produk Wira biasanya berkisar antara 250.000 hingga 330.000 euro.
Meski produksinya belum banyak, namun dengan pesanan yang ada setidaknya bisa memenuhi kebutuhan dan membantu masyarakat sekitar.
“Biasanya dari konten yang dimuat, Vera membuka semacam pre-order, misalnya ada 200 atau 300 orang yang membuat software, lalu saya lakukan berdasarkan pesanan yang diterima,” ujarnya.
Wira selalu mengandalkan jasa pengiriman PT Tiki Lane Nugraha Ekakurir (JNE) untuk pengiriman.
Ia dulu sering ke toko JNE untuk mengantarkan pesanan tas. Namun kini ia tidak perlu lagi khawatir soal pengiriman karena sudah ada polisi yang mengambil barang untuk diantar.
“Awalnya Vera pakai JNE untuk kirim barang. Dekat rumah Vera ada JNE. Kalau dalam jumlah kecil Vera sendiri yang mengantarkan, tapi sekarang alhamdulillah dalam skala besar sehingga para tamu datang ke rumah Vera untuk mengambil barang, katanya.
Veera mempunyai berbagai alasan mengapa memilih JNE untuk segala kebutuhan pengiriman tasnya.
Diakui Vera, sejauh ini belum ada pelanggan yang mengeluhkan pengiriman pesanan.
Selain akurat, JNE tidak pernah salah alamat, yakni salah paket tujuan.
Biaya pengiriman JNE juga akan menghemat uang Anda. Apalagi banyak program JNE yang dipilih untuk pengiriman barang.
Tak hanya itu, Veera juga memuji semangat komunikasi tim JNE.
Bahkan hampir setiap hari kami mendapat pertanyaan dari WA mengenai barang yang ingin kami kumpulkan: ‘Pak, kami dari JNE, apakah ada barang yang bisa dikirim hari ini?” lanjutnya.
“Lebih mudah kok, kita tinggal duduk santai dan akan dijemput oleh kurir,” tambah Viera.
JNE sebagai perusahaan ekspedisi kargo yang didirikan 33 tahun lalu benar-benar telah menjadi bagian dari ekosistem dunia usaha.
Meski begitu, Senior Vice President Marketing PT Tiki Lintas Nugraha Ekakurir (JNE), Eri Palgunadi mengatakan, sebenarnya pekerjaan JNE lebih dari sekedar melakukan proses pengiriman barang.
Sejalan dengan slogan “Buku Kebahagiaan”, JNE diharapkan terus memberikan manfaat dan bersinergi dengan UMKM, pelanggan, dan mitra untuk siap menghadapi segala tantangan dalam perjalanan mencapai kebahagiaan.
“Tantangan kita sebenarnya bukan hanya bagaimana proses deliverynya, tapi bagaimana menghubungkan seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem agar bahagia,” kata Ari Falgundi dalam acara KTT UMKM 2024, Kamis (6 Juli 2024).
Dalam rangka HUT ke-33 berdirinya, JNE mengusung tema “Gas Jaga Semangat” yang bermakna mempersatukan persatuan, menguatkan semangat dan terus berbagi, memberi dan mencintai.
Sesuai dengan semangat kreatif yang ditunjukkan Veera sebagai entitas UMKM, JNE terus berinovasi dengan menciptakan berbagai skema.
Salah satunya adalah program JNE Ngajak Online yang diadakan setiap tahun sejak diluncurkan pada tahun 2017.
Program ini diselenggarakan di 183 kota di Indonesia dan diikuti oleh sekitar 40 ribu pelaku UMKM yang mengikuti berbagai pelatihan strategi penjualan di era digital untuk meningkatkan kapasitas perusahaan UMKM.
Sementara itu, Veera berpesan kepada para pelaku UMKM untuk tetap semangat dan gigih dalam berinovasi, terutama dengan memanfaatkan dunia digital.
“Sekarang di era digital, kita bisa dengan mudah menemukan ide-ide untuk mengembangkan bisnis kita, baik terkait produksi maupun penjualan.”
“Tapi dari pada itu semua, yang penting kita jalan dulu, dan kalau sudah selesai kita bisa analisa kenapa produk/kontennya tidak populer, kenapa dimuat.”
“Jangan setengah-setengah. Kita harus menikmati prosesnya, baik buruknya, karena itu adalah rangkaian jalan menuju kesuksesan. Kita bisa mendapatkan ilmu dari pengalaman ini,” kata Veera. (*)
#JNE#ConnectingHappiness#JNE33 Tahun#JNEContentCompetition2024#GasssTerusSemangatKreativitas