TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada Selasa (24/9/2024), suasana sepi di ruang jenazah RS Polri Kramat Jati Jakarta tiba-tiba berubah menjadi “arena” adu mulut antara beberapa orang dengan petugas DVI Polri.
Di dalam ruangan berukuran sekitar 10×6 meter itu, terdapat kerumunan orang dengan wajah sedih dan khawatir yang meminta polisi agar bisa melihat langsung jenazah tersebut.
Sambil menangis, ibu yang mengenakan kemeja berwarna merah jambu itu memohon hingga sujud di hadapan polisi melihat jenazah anaknya tergeletak di ruangan beku RS Polri Kramat Jathi.
“Saya seorang ibu, saya pasti akan memberi tahu Anda bagaimana keadaan anak saya. “Tidak mungkin dia tidak mengenalnya,” kata ibu berjaket merah muda itu kepada petugas.
“Aku hanya ingin melihat tubuh anakku, kenapa kamu mempersulitnya,” tanyanya lagi sambil mengerang.
“Kalau perlu saya sujud pak, saya sujud. Tolong pak,- kata ibu sambil menangis.
Bahkan sang ibu pun sudah melupakan amarahnya sambil menangis. Ia meminta polisi melihat jenazah putra pertamanya.
Diketahui, ibu yang sujud dan meminta melihat jenazah anaknya adalah Melinda. Dia adalah ibu dari Vin Satriani (15). Satu jenazah tersangka ditemukan bersama enam jenazah lainnya di aliran sungai Bekasi.
Melinda pun mengungkapkan kemarahannya kepada polisi yang tidak mengizinkan dia dan suaminya Mawlana melihat jenazah anaknya.
Bahkan, ia mengungkapkan kalau dirinya akan “menjadi gila” (atau odgj) jika tidak mengenali wajah bayinya lagi.
Melinda pun mengatakan, putranya bukanlah teroris yang tidak boleh dilihat jenazahnya.
“Kalau mereka tidak mengizinkan saya melihat anak saya, saya akan gila, Pak. Apakah anak saya seorang teroris?” katanya keras kepada petugas itu.
Ia pun mengaku membantu petugas DVI Polra untuk mengidentifikasi korban.
Sebab, ia masih meyakini putranya keluar rumah pada Sabtu (21/9) lalu dan keluar dengan mengenakan kemeja abu-abu dan sepatu putih.
Melinda pun mengaku, Senin kemarin, ia menyerahkan sampel DNA dan persyaratan yang diminta DVI Polri untuk proses identifikasi.
Namun, ia menyayangkan proses pacaran yang lambat dan terlalu lama.
“Berapa lama lagi aku harus menunggu?” Tiba-tiba saya tidak bisa mengenali anak saya, katanya sambil menangis.
“Sudah hampir empat hari, aku baru ingin melihat bayiku,” imbuhnya.
Tak hanya Melinda, sepasang orang tua berijazah kartu merah juga menghubungi polisi untuk melihat jenazah yang diduga merupakan anaknya.
Pasalnya, pasangan suami istri ini mengaku mendatangi Polsek Bekasi dan Polsek Bekasi untuk mencari keberadaan anaknya. Namun, dia malah diminta ke RS Polri Kramat Jati.
“Polres menyuruh kami pergi ke polda, mereka bilang membawa barang-barang (persyaratan identitas), tapi di sini (rumah sakit polisi) kami tidak diperbolehkan melihat jenazahnya,” kata pasangan itu kepada petugas.
Meski terus mendapat tekanan, petugas DVI Polri yang mengenakan kemeja biru muda itu tak mau mengalah. Ia menjelaskan, seluruh proses pacaran dilakukan oleh tim dokter.
Oleh karena itu, ia meminta kesabaran dari pihak keluarga. Awal mula ditemukannya 7 jenazah di Kali Bekasi, Minggu (22/09/2024), dua jenazah ditemukan bersebelahan, tiga jenazah lainnya tergeletak telungkup seperti batu. (Kolase Tribunnews.com: Tribunnews.com/Reynas)
Mendengar hal itu, Melinda meninggikan suaranya lebih tinggi. Ia pun mencaci-maki petugas tersebut.
Maulana juga terlihat mendukung istrinya Melinda untuk meninggalkan kamar jenazah demi kedamaiannya.
Di luar kamar, Melinda kembali mengungkapkan kesedihannya sambil menangis. Bahkan, ia tampak tak berdaya saat melihat jenazah putranya.
Melinda dalam pelukan Maulana berkata: “Ayah, tolonglah anak kami. Anak kami sudah tiada, kenapa bermasalah? Anak kami hancur, bagaimana kami bisa membantunya.”
Melinda tampak bisa mengendalikan emosinya setelah Maulana menenangkannya.
Ia pun berbagi cerita singkat tentang kejadian yang menimpa putranya pada Sabtu malam itu.
Melinda yakin putranya dan puluhan temannya sedang berkumpul untuk minum kopi. Namun, kata dia, tiba-tiba petugas Perintis Polri datang membawa senjata laras panjang.
“Karena berada di dalam tong, remaja tersebut ketakutan. “Kami sedang minum kopi dan tiba-tiba datang rombongan pilot Polri membawa laras panjang,” kata Melinda. Kepala Bagian Pelayanan Medis (Kabid Jandokpol) RS Bhayangkara Kompol Herry Wijatmoko memberikan pernyataan kepada publik tentang identitas tujuh jenazah yang ditemukan di Sungai Bekasi, Jawa Barat; di RS Polri Jakarta, Senin (23 September 2024). (Tribunnews.com/Reinas Abdila)
Brigjen Karodokpol Pusdokkes Polri Nyoman Eddie Purnama Wirawan menjelaskan, proses identifikasi masih memerlukan keterangan dari keluarga dan kerabat.
Hal itu diungkapkannya dalam jumpa pers terkait penemuan 7 jenazah yang berasal dari Sungai Bekasi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (24/9).
Oleh karena itu, dalam situasi 1 x 24 jam, diperlukan informasi yang detail, membutuhkan proses dan waktu. Dan ini yang menjadi kendala utama, kata Brigjen Nyoman.
Dia mengatakan, kencan dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan informasi visum dan ante-mortem benar-benar cocok.
“Data ini harus benar-benar sesuai dengan data primer dan data sekunder. Kalau ada ketidaksesuaian atau tidak cocok, kita harus hati-hati. Kita utamakan akurasi daripada kecepatan karena spesifikasi ini tidak boleh salah,” jelasnya. .