Laporan jurnalis Tribunnews.com Ashri Fadil
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) blak-blakan soal bukti yang didapat dari mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Barang bukti tersebut antara lain telepon genggam atau telepon seluler milik SYL. Ponsel tersebut disita terkait kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Hal itu disampaikan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi saat sidang pembacaan salinan atau tanggapan gugatan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).
Jaksa mengungkapkan, mereka mampu menunjukkan seluruh percakapan dari ponsel SYL selama persidangan. Namun tim kejaksaan memutuskan untuk menahan atau memperlihatkan sebagian saja.
“Jika ada maksud untuk menyinggung atau mencari sentimen, tentu JPU akan menunjukkan seluruh bukti-bukti, termasuk isi telepon genggam terdakwa yang disita dan konten kloningnya. JPU bisa menunjukkan keseluruhan isi percakapan tersebut.” melalui telepon genggam,” kata Jaksa KPK Meyer Simanjuntak dalam persidangan.
Wawancara tersebut ada yang tidak dihadirkan di persidangan karena dinilai jaksa tidak relevan dengan kasus korupsi.
Namun menurut jaksa, pembicaraan tersebut berujung pada perbuatan asusila atau perselingkuhan.
“Jaksa Penuntut Umum dengan sabar dan sadar menahan diri untuk tidak melakukan hal tersebut. Karena perkara yang dihadapi terdakwa saat ini merupakan tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana perselingkuhan dan amoralitas,” kata jaksa.
Menurut JPU, hal itu mencerminkan tidak adanya niat mencari sensasionalisme dalam persidangan kasus korupsi ini, karena kubu SYL yang didakwa.
“Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak pernah ada sedikitpun niat untuk menyinggung atau mencari sentimen. Karena yang dihadirkan dalam persidangan semuanya adalah fakta murni,” tuturnya.
FYI, SYL divonis 12 tahun penjara dalam kasus korupsi ini atas dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian.
Dia kemudian diwajibkan membayar denda sebesar Rp. 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar kepuasan yang diterimanya yaitu Rp.
Uang pengganti harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah berakhirnya perkara atau setelah mempunyai akibat hukum tetap.
Jika tidak membayar, menurut jaksa, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
“Dan apabila belum cukup, akan diganti dengan pidana penjara 4 tahun,” kata jaksa saat membacakan tuntutan SYL, Jumat (28 Juni 2024).
Menurut JPU, dalam perkara ini SYL terbukti melanggar pasal 12 huruf e sehubungan dengan § 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi sehubungan dengan § 55 par. (1) 1 KUHP juncto § 64 par. (1) KUHP sebagai dakwaan pertama.