TRIBUNNEWS.COM – Di tengah memanasnya perang antara Ukraina dan Rusia, beberapa pejabat senior di kementerian Ukraina mengundurkan diri atau mengundurkan diri sama sekali.
Setidaknya lima pejabat Ukraina, termasuk tiga menteri kabinet, telah mengundurkan diri sejak Selasa (3/9/2024).
Menurut Euro News, pengunduran diri massal pejabat Ukraina terjadi ketika partai berkuasa di negara itu terpukul akibat perang.
Menandakan perombakan besar-besaran pemerintahan pada kabinet yang dipimpin Volodymyr Zelensky.
Daftar menteri Ukraina yang mengundurkan diri pada Selasa malam antara lain Menteri Industri Strategis, Menteri Kehakiman, dan Menteri Perlindungan Lingkungan.
Langkah serupa juga diikuti oleh Kepala Dana Kekayaan Negara Ukraina Vitaly Koval dan wakil perdana menteri Irina Vereshchuk dan Olga Stepanyshina.
Sementara itu, wakil Zelensky dan salah satu pembantu utama presiden, Rostislav Shurma, dipecat berdasarkan keputusan presiden.
Juru bicara pemerintah Ukraina tidak menjelaskan alasan pengunduran diri massal para menterinya.
Namun, pengunduran diri massal beberapa menteri Ukraina bisa jadi merupakan bentuk protes terhadap serangkaian perubahan kebijakan yang diterapkan Zelensky sejak pecahnya perang pada awal tahun 2022.
“Seperti yang dijanjikan, perombakan besar-besaran pemerintah diperkirakan terjadi pada minggu ini. Lebih dari 50 persen kabinet menteri akan diganti,” kata David Arahamia, ketua sayap parlemen dari Partai Pelayanan Rakyat yang berkuasa, melalui telegram.
“Besok kita ada PHK dan lusa ada rapat,” imbuhnya. Zelensky sedang membersihkan kabinet
Sebelum para menteri mengundurkan diri secara massal, pada akhir Agustus lalu, Zelensky mengungkapkan dirinya akan menyelesaikan permasalahan di kabinetnya ke depan.
Banyak politisi senior dan perwira militer dikabarkan dicopot dari jabatannya karena berbagai alasan.
Sementara itu, masih banyak lagi menteri yang akan dimutasi. Bahkan ada kabar yang menyebut Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba salah satunya.
Menurut laporan media AS, Zelensky dicopot dari jabatannya setelah mengalami kekalahan besar dalam perang.
“Metode ini dihapus setelah serangan besar-besaran Rusia di Donbass, yang menimbulkan kerugian besar bagi militer Ukraina,” jelas Washington Post. Krisis pasukan Ukraina
Dan di tengah isu pengunduran diri massal, Ukraina kini menghadapi ancaman krisis pasukan.
Presiden Zelensky mencatat, sejak awal Februari, Ukraina dilaporkan kehilangan 31.000 tentara.
Akibat ancaman tersebut, beberapa anggota perjanjian NATO berencana mengirimkan pasukan dalam jumlah terbatas ke Ukraina, meski masih dalam tahap perencanaan sehingga menimbulkan kepanikan di Rusia. Putin yakin intervensi Barat dalam perang di Ukraina akan memperburuk situasi.
Alasan-alasan ini mendorong Rusia untuk mengubah status perang dengan Ukraina. “Kita sedang berperang. Perang itu untuk kita,” ujarnya. Tak hanya itu, Putin juga membeberkan rencana Rusia untuk meningkatkan produksi massal beberapa rudal hipersonik, termasuk Dagger dan Zyrgon.
(Tribunnews.com/Namira Junia)