Pakai Kendaraan Listrik Tapi Sumber Energi Masih Fosil, ESDM Bilang Begini

Wartawan Tribunnews.com Endrapta Pramudias melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penggunaan kendaraan listrik memiliki sisi positif dan negatif. Kritik yang sering muncul adalah sumber tenaga kendaraan.

Sumber energi kendaraan listrik masih berasal dari bahan bakar fosil.

Kritik tersebut diakui Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Gustiana.

“Sekarang banyak orang yang bertanya, ‘Kenapa kita menggunakan listrik untuk mobil?’” Mereka bilang listrik masih berasal dari sampah.

Menurut dia, emisi kendaraan tersebut lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil karena sumber energinya setidaknya berasal dari bahan bakar fosil.

“Entah itu dari bahan bakar fosil, entah itu campuran, ada batu bara, ada gas, ada EBT (energi terbarukan) yang efisiensinya 60 persen. Setidaknya setengahnya tergantung daerah,” kata Dadan.

Ia pun memberi contoh. Dadan mengatakan, satu sepeda motor bisa menghabiskan 1 liter bensin untuk menempuh jarak sekitar 35 km.

Jadi, 1 liter bensin dikatakan mengeluarkan 2,5 kilogram CO2 dalam jarak 35 kilometer.

Sedangkan jika menggunakan sepeda motor listrik, 1 kilowatt hour (kW) memberikan jarak tempuh yang sama hingga 35 kilometer, namun emisinya kurang dari 1 kilogram CO2.

“Kalau listriknya pakai listrik PLN maka emisinya kurang dari 1 kg. Kalau listriknya langsung dari tenaga surya maka emisinya nol,” kata Dadan.

Sebelumnya, Komaidi Nodonekoro, direktur eksekutif perusahaan reformasi tersebut, mengatakan kendaraan listrik (EV) berbasis bahan bakar fosil masih menjadi fokus. 

Sebab jika sumber EV masih dari sampah, sama saja dengan menampilkan ruang tamu yang bersih namun dapur yang kotor. 

“Yang selama ini disebutkan di EV adalah resource atau energinya masih terbuang. Artinya ruangannya bersih tapi dapurnya kotor,” ujarnya dalam acara diskusi di Sarina (Jakarta Pusat), Selasa. 10/9/2024). 

Komaidi yakin konsumen menginginkan kendaraan listrik dengan ruang tamu dan dapur yang bersih. 

Dengan kata lain, sumber energi pada kendaraan listrik tidak bisa berasal dari limbah. 

Beberapa jurnal internasional menunjukkan bahwa kendaraan listrik tidak lebih baik dari kendaraan berbahan bakar minyak yang sumber listriknya masih berasal dari limbah. 

Jika dia menggunakan batu bara di dapurnya, jejak karbonnya tidak akan sebaik jejak karbon yang dihasilkan mobil berbahan bakar gas, katanya. 

“Iya, banyak perbandingan di jurnal internasional yang sumber listriknya masih fosil atau sebagian besar batu bara, tidak lebih baik dari BBM,” kata Komaidy. 

“Karena jaringan listrik, batu bara merupakan penghasil bahan bakar fosil terbesar, disusul minyak, lalu gas,” katanya. 

Selain konsumen, investor EV juga menaruh perhatian. 

Comeidi mengatakan investor siap mengembangkan kendaraan listrik berbasis energi ramah lingkungan. 

“Investor punya komitmen. Kalau kita bangun EV, sumbernya bersih. Artinya dapurnya bersih, rumahnya bersih. Ada keuntungannya,” ujarnya. 

Oleh karena itu, penggunaan EV di Indonesia tidak hanya untuk memindahkan emisi dari satu lokasi ke lokasi lain. 

“Jadi, kita tidak sekadar memindahkan emisi. Emisi Jakarta bersih, tapi meningkat di mana-mana. Jadi pindahkan emisi Jakarta ke sana. Investor sangat menuntutnya.” Komedi. 

“Saya kira hampir semua pemerhati atau aktivis lingkungan hidup menyetujui hal itu,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *