Penghentian Sementara Program Studi Anestesi Undip Terkait Dugaan Perundungan Disorot

TRIBUNNEWS.

Diketahui, Kementerian Kesehatan telah menandatangani surat Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 kepada Dr. Azhar Jaya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Surat ini berisi pembatalan program anestesi Undip di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Penghentian Program Penelitian Anestesi Undip di RSUP Menyusul meninggalnya Dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswa pascadoktoral bidang Anestesi (PPDS) Fakultas Kedokteran Urang, Semarang, Semarang.

Dokter Aulia Risma Lestari ditemukan tewas di kamarnya di Panti Jompo Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Senin (12/8/2024).

Meninggalnya seorang dokter di RSUD Kardinah Tegal menimbulkan dugaan ia mengakhiri hidupnya karena dianiaya oleh orang yang lebih tua.

M Naser, Ketua Ikatan Pendidik Hukum Kesehatan Indonesia, mencurigai adanya kejanggalan administratif dalam penghentian sementara program penelitian anestesi Undip di RSUD Dr Karyadi Semarang.

Menurutnya, kurikulum tersebut disetujui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti setelah melalui penelitian yang matang.

Nasser kepada Tribunnews.com, Kamis (15/8/2024) “Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan oleh pihak yang berhak dan berwenang mengizinkan penutupan program pendidikan.”

Menurut Nasser, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan sementara program penelitian anestesi Undip.

Hal ini juga mengakibatkan penangguhan program penelitian anestesi Undeep berdasarkan laporan saja, tanpa tinjauan komprehensif untuk mengatasi masalah yang diangkat.

Alasan pemberhentian surat ini terkait dugaan penganiayaan di Program Penelitian Anestesi Undip RSUD Dr Karyadi Semarang yang berujung pada bunuh diri salah satu mahasiswa di sana.

Nasser menggambarkan keputusan Kementerian Kesehatan sebagai kelalaian, ketidakpedulian, dan ketidakpedulian.

Menurutnya, Aulia Risma merupakan mahasiswa semester 6 dari studi lapangan.

Artinya almarhum sangat dihormati.

Selain itu, korban juga mengajukan surat pengunduran diri sebagai peserta program pelatihan dokter anestesi.

Permintaan pengembalian uang lebih banyak dilaporkan ditolak oleh Kementerian Kesehatan.

Selain itu, korban disebut pernah menjalani operasi cedera tulang belakang sehingga kerap mendapat konseling kejiwaan.

Kesimpulan bahwa korban meninggal karena penganiayaan berdasarkan temuan penyelidikan lokal ini tidak berdasar dan berpotensi mencemarkan nama baik, ujarnya.

Menurut mantan Komisioner Kompolnas itu, surat Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan itu melanggar Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara.

Guru hukum kesehatan ini menyayangkan sikap petugas yang tidak memahami secara spesifik pendidikan anestesi.

Nasser mengatakan pelatihan ahli anestesi adalah pelatihan darurat yang sangat ketat.

“Kestabilan mental mereka harus di atas rata-rata, karena beban anestesi dimana-mana sangat tinggi. Ahli anestesi harus memenuhi kebutuhan berbagai dokter bedah, dokter spesialis kebidanan, dokter mata, dokter THT dan dokter spesialis lainnya yang bekerja di ruang operasi. Beban di ICU.” katanya.

Menurut Nasser, seorang ahli anestesi harus kuat dalam latihan.

Perlu diketahui bahwa stres, depresi, bahkan bunuh diri terutama berkaitan dengan kekuatan mental seseorang, dimana pemicunya bisa muncul karena berbagai alasan.

Pertama, kita perlu memeriksa apakah pemicunya adalah faktor eksternal atau faktor internal.

Penemuan buku harian itu bisa dijadikan bukti dan tidak bisa dianggap sebagai satu-satunya bukti, ujarnya. Polisi telah melaporkan kematian Aulya

Kapolsek Gajahmungkur Kompol Agus Hartono mengatakan, kabar meninggalnya dokter PPDS Aulia Risma Lestari diterimanya pada Senin (12/8/2024) pukul 11.00 WIB.

Ia membantah kematian Auliya karena bunuh diri.

Kematiannya tidak ada kaitannya dengan bunuh diri, kata Agus kepada Tribun, Rabu (14/8/2024).

Agus Aulia menjelaskan, dirinya merupakan dokter ASN di Tegal dan dokter di RS Kardinah Tegal.

Wanita kelahiran 1994 ini dikirim untuk pendidikan kedokteran khusus.

“Dia sudah duduk di dekat kantor distrik selama setahun.”

Menurutnya, kematian Aulya pertama kali diketahui oleh pemilik asrama dan temannya.

Ia menelepon pacar korban pada pukul 07:00-08:00 WIB, namun tidak mendapat jawaban.

Akhirnya, dia meminta temannya dari pesantren tercinta ARL untuk melihat ke dalam kamarnya.

“Iya dia minta tolong temannya, dia mikir kenapa temannya (kamar korban) dikunci lalu dia di asrama di Tembalang.”

“Sudah dicek di Tembalang dan masih kosong,” ujarnya.

Akhirnya, salah satu teman pesantren korban meminta penghuni asrama untuk memeriksa kamarnya.

“Kamarnya dikunci sampai akhirnya saya pakai kunci cadangan. Tidak berfungsi karena dikunci dari dalam.”

“Kemudian kami memanggil tukang ledeng dan ditemukan jasad pria tersebut dalam posisi miring seperti sedang tidur,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, tahap evakuasi baru dilakukan pada pukul 03.00 dan menunggu kedatangan orang tua korban di kos.

Jenazah kemudian dibawa ke RSUD Kardiadi dan kemudian ke Tegal.

Keluarga tidak menginginkan otopsi.

Posisi badan Aulya, mukanya mengecil, perutnya agak mirip orang tidur.

Menurutnya, meninggalnya Auliya terjadi karena ia kesulitan mengambil pelajaran atau menghadapi orang yang lebih tua.

Hal ini juga berdasarkan cerita ibunya dan isi buku hariannya.

“Iya dulunya dia tidak kuat, dengan kata lain dia kehilangan otaknya, dia sulit membaca, dia punya masalah dengan orang yang lebih tua,” ujarnya.

Menurutnya, dokter Tegal menggunakan anestesi untuk membiusnya.

Sejumlah kecil obat disuntikkan ke tangannya.

“Saya memeriksa apakah ada obat dalam campuran tumor. Dikatakan obatnya akan diberikan secara intravena.”

“Tapi beri dia suntikan agar dia bisa tidur.”

Jadi bukan bunuh diri, tidak ada tanda-tanda bunuh diri, ujarnya.

Ibunya menyadari bahwa dia ingin putranya berhenti karena dia tidak cukup kuat.

Aulia bercerita kepada ibunya tentang kesehariannya sebagai dokter tetap.

“Nah, salah satu (alasannya) bisa sekolah, yang lain bisa karena berurusan dengan lansia, lansia itu disuruh keras kapan saja,” ujarnya.

Sementara itu, Marsono, sipir kos, mengatakan jenazah dibawa ke Karia dan selanjutnya ke rumah duka di Tegal.

Aulia tinggal di pesantren bersama adik laki-lakinya.

– Saya tidak tahu penyebab kematiannya.

“Aku mungkin lelah,” katanya. (tribunnews.com/tribunbanyumas.com/rahdyan trijoko terbaru)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *