Laporan Jurnalis Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Usaha mikro dan kecil seperti pedagang makanan disebut terdampak dengan peraturan Pemerintah yang saat ini melarang penjualan eceran rokok atau batangan.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diterbitkan pada 26 Juli 2024.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero pada dasarnya menilai hal tersebut memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak negatifnya, para pedagang lapak akan semakin tercekik karenanya. Ingat, banyak orang membeli rokok saat obral atau per bungkus.
Dampaknya adalah berkurangnya pendapatan dan arus kas toko.
“Yang kita lihat adalah ‘Apa masalahnya pemerintah mengatur barang ketengan?’ Edy kepada Tribunnews, Rabu (31/7/2024), “Yang besar-besar itu dikelola pemerintah ya?”.
“Karena dengan begitu, masyarakat yang biasa belanja di minimarket tidak akan belanja di warung UMKM. Begitukah?” lanjutnya.
Namun sisi positifnya, peraturan ini dapat meminimalisir jumlah anak di bawah umur yang membeli rokok.
Berdasarkan pantauannya, anak di bawah umur kerap membeli rokok di warung kecil.
Edy menjelaskan, “Sebenarnya aturan ini juga bertujuan untuk membatasi, khususnya anak usia sekolah yang memiliki anggaran terbatas.
“Anak-anak atau adik-adik kita yang masih duduk di bangku SMA banyak yang merokok. Tapi uangnya tidak cukup untuk membeli sebungkus. Ujung-ujungnya beli ketengan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Edy meminta Pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut agar usaha kecil tidak terkena dampaknya.
Dunia usaha yang berpartisipasi menyoroti kebijakan Pemerintah
Gabungan Pengusaha Pabrik Tembakau Indonesia (GAPPRI) kecewa dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diterbitkan pada 26 Juli 2024.
Menurut Ketua Umum Asosiasi GAPPRI Henry Najoan, PP lebih mengatur bisnis tembakau dibandingkan kesehatan.
“Industri Hasil Tembakau Legal (IHT) harus beradaptasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tribunnews, Rabu (31 Juli 2024).
Tak hanya penyesuaian, IHT juga disebut berisiko gagal akibat banyaknya regulasi baru dan restriktif.
Industri rokok kretek kelas menengah ke bawah disebut-sebut akan mati karena PP ini.
Henry menduga ada tanda-tanda adanya gerakan pihak asing untuk menguasai pasar tembakau dalam negeri.
“Semuanya jelas arah perdagangannya dan masuknya agenda asing yang bertujuan menghancurkan industri tembakau di Indonesia,” kata Henry.
Dengan adanya PP 28/2024, ia berdalih IHT yang diatur dalam undang-undang diliputi kebijakan perpajakan yang berlebihan.
Sejak tahun 2020, pajak konsumsi khusus produk tembakau selalu mengalami kenaikan sebesar dua digit.
Faktanya, pada saat yang sama, IHT legal mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19 dan situasi dunia yang tidak stabil.
Situasi hukum IHT saat ini terus memburuk, hal ini dibuktikan dengan tidak terpenuhinya target pemungutan pajak konsumsi khusus (CHT) tembakau. Produksi rokok juga disebut mengalami penurunan.
“Dengan berlakunya PP 28/2024 tentu akan membuat IHT Legal gulung tikar,” kata Henry.