Cerita di balik kursi yang digunakan Paus Fransiskus di Gereja Katedral Jakarta – ‘Kerukunan antar umat kita simbolkan dalam pembuatan kursi Paus’

Nyanyian “Caesar-Caesar” menyambut kedatangan pemimpin Katolik dunia, kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, di Gereja Katedral Jakarta pada Rabu (04/09) sore.

Paus yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio ini bertemu dengan para uskup, imam, diakon, biarawati, seminaris, dan katekis di Gereja Maria Diangkat ke Surga di Katedral Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Paus Fransiskus mengajak seluruh umat Katolik di Indonesia untuk hidup setara tanpa diskriminasi seperti yang diajarkan Panaxilla.

Paus menyimpulkan esensi kehidupan yang diajarkan Penaksala sesuai dengan tema kunjungan apostoliknya kali ini, yakni iman, persaudaraan, dan kasih sayang.

“Saya kira ketiga sifat ini menunjukkan hal-hal baik dalam perjalanan Gereja dan karakter suatu bangsa yang berbeda ras dan budaya. Sekaligus menjadi ciri suatu perkumpulan yang homogen, satu dan damai. . Prinsip tradisional Panaxilla,” kata Paus Fransiskus seperti dikutip kantor berita The Antara pada Rabu (04/09).

Paus ingin seluruh perwakilan umat Katolik yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut tidak membeda-bedakan satu sama lain, baik yang cerdas maupun yang biasa, baik besar maupun kecil.

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia membawa kebanggaan tersendiri bagi para siswa dan guru salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Tengah.

Kursi yang diduduki Paus saat berkunjung ke Gereja Katedral Jakarta merupakan hasil karya siswa, guru, dan staf Sekolah Kejuruan Pendidikan Industri Pohon Atas (PIKA) Semarang yang memiliki latar belakang agama berbeda. Kursi dibuat oleh pelajar yang berbeda ras dan agama

Sekolah yang terletak di depan Stasiun Funkol, Semarang ini sekilas terlihat seperti sekolah biasa. Memasuki halaman sekolah, bangunan didominasi warna biru dengan pemandangan industri mebel disekitarnya.

Beberapa siswa terlihat duduk di dalam kelas. Ada pula yang bergerak di bidang pengukuran kayu, pembuatan desain furnitur, dan aktivitas lain yang sering dijumpai di industri furnitur.

Rencana kunjungan pemimpin tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus ke Indonesia bukanlah kabar baru bagi warga sekolah tersebut. Namun tak ada yang menyangka kursi yang diduduki Paus itu ditugaskan di SMK Peka Kota Semarang.

Panitia penyambutan Paus ke Indonesia dari Paroki Katedral Jakarta memesan dua kursi yaitu kursi jerami dan kursi sofa.

Tugas pembuatan kedua kursi tersebut dilakukan oleh delapan siswa yang berbeda ras dan agama – termasuk siswa kelas 11 (SMK tingkat II) dan kelas 12 (SMK tingkat III) – dengan turut serta dihadiri oleh staf sekolah dan guru. .

Lima dari delapan siswa pembuat kursi tersebut adalah Angelica Darmawan yang beragama Buddha, Andrew Ulysses Fornomo yang beragama Kristen, Ahmed Ryan Atola yang beragama Islam, serta Angela Gregoria dan Antonio Roberto Zongunao yang beragama Katolik.

Keberagaman bukanlah hal baru bagi mahasiswa, menurut Andrew Julius Fornomo—dikenal sebagai Andrew—yang bertanggung jawab atas tim mahasiswa yang membangun kursi kepausan.

“Di SMK PIKA kita diajarkan, PIKA itu mencari makna hidup. Boleh dibilang, PIKA punya [siswa] dari Sebang sampai Marauki dan yang pasti punya keberagaman budaya, suku, dan agama,” kata Andrew kepada wartawan. Kamal yang melaporkan dari Semarang pada Senin (26/08).

Karena sudah terbiasa dengan keberagaman, kata siswa kelas 12 SMK itu, perbedaan latar belakang setiap siswa yang terlibat dalam pembuatan kursi kepausan tidak menjadi masalah.

“Khususnya dalam mempersiapkan kursi kepausan, kami terus-menerus diajarkan untuk saling menghormati, kurang lebih sama,” kata Andrew.

Kepala Sekolah Vokasi PIKA FX Marsono membenarkan, proses pergantian kursi melibatkan siswa tanpa memandang jenis kelamin, asal daerah, dan agama.

“Kami tidak membatasi kursi ini hanya untuk anak-anak Katolik saja, tapi kami menyediakan tempat bagi siswa agama lain agar semua anak merasa bahagia,” tegasnya.

“Kita bisa menjadi simbol keharmonisan antar manusia dalam penciptaan kursi kepausan ini.”

Marsono menambahkan, pembuat kursi ini juga berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Natawai, Papua, Kopeng, dan Jawa.

“Bahkan agama yang beragam, tinggal membangun kursi saja, kita bisa membangunnya dalam keberagaman,” jelasnya.

Keberagaman dan toleransi di Indonesia menjadi salah satu alasan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, menurut Uskup Agung Jakarta Ignatius Sohario Hardjoatmodjo.

Ia mengatakan Vatikan ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam di Indonesia.

“Islam di Indonesia berbeda. Jadi menarik bagi saudara-saudara kita di Eropa, khususnya bagi Vatikan,” kata Uskup Agnesius dalam konferensi pers, Rabu (29/08).

Paus Fransiskus dikenal dengan pendekatan inklusifnya terhadap berbagai isu kontroversial di Gereja Katolik, termasuk isu LGBT, peran perempuan dalam Gereja, serta isu sosial dan ekonomi global. Paus meminta desain kursi yang sederhana.

FX Marsono, Kepala SMK PIKA yang telah menjabat selama sembilan tahun, kemudian menjelaskan bagaimana sekolahnya menerima undangan khusus tersebut.

Pada 3 Februari, ia menerima pesan singkat dari seorang pendeta di Gereja Katedral Jakarta. Imam itu menyampaikan keinginannya agar SMK PIKA menyiapkan kursi untuk diduduki Paus Fransiskus saat berkunjung ke Jakarta pada September 2024.

Marsono tak menyangka sekolah kecil pertukangan kayu itu dipercaya menghasilkan kursi yang disebutnya “penuh berkah” karena akan direbut oleh tokoh tertinggi umat Katolik.

“Secara keseluruhan kami merasa bangga, kami merasa senang, kami merasa senang mendapat kepercayaan dari panitia kunjungan Paus ke Indonesia,” jelasnya.

Namun, komunitas katedral menginginkan kursi tersebut selesai pada Mei 2024. Berkat kerja keras tim pengembang kursi, tujuan tersebut akhirnya tercapai.

Kedua kursi tersebut akhirnya dikirim ke Jakarta pada 25 Mei.

Ia kemudian menjelaskan, proses pengerjaan kursi tersebut hanya berlangsung selama sebulan, padahal dua bulan sebelumnya dihabiskan untuk menyepakati desain kursi tersebut.

“Awalnya kami membuat dua desain, model sofa dan model jerami dengan dekorasi yang mewah. Saat disampaikan ke panitia, katanya Paus ingin menyederhanakannya,” jelas Marsano. “Kemudian kita hilangkan desain yang mewah.” Marsano menjelaskan.

Paus Fransiskus dikenal sebagai orang yang sederhana. Juru bicaranya mengatakan Paus melanggar tradisi yang telah berusia berabad-abad dan memilih “gaya hidup sederhana.”

Sejak bangkitnya Paus Pius

Namun sejak terpilih, Paus Fransiskus menolak menempati apartemen luas tersebut dan memilih tinggal di apartemen kecil dengan dua kamar di dekat Basilika Santo Petrus.

Keputusan ini memperkuat reputasinya sebagai orang yang rendah hati. Saat menjadi uskup di Buenos Aires, Argentina, ia bahkan menolak menempati istana uskup dan tinggal di kediaman sederhana.

Dalam homili Natal tahunannya pada tanggal 25 Desember 2015, Paus Fransiskus memperingatkan umat Katolik untuk tidak “mabuk” akan kekayaan dan menjadi lebih serius di dunia yang menderita “konsumerisme dan pemanjaan diri, kekayaan dan pemborosan.” Kursi kayu berbentuk gunung dan ditulis dengan aksara Jawa.

Kedua kursi yang dipesan khusus untuk Paus tersebut antara lain kursi dengan rangka terbuat dari kayu berwarna coklat tua, sedangkan sandaran kursi terbuat dari anyaman jerami. Kursi kursi memiliki bantalan berwarna putih bersih.

Oleh tim pembuat kursi SMK PIKA, bagian belakang kursi didesain menyerupai gunung.

Pada kursi tersebut juga terdapat tulisan aksara jawa yang artinya “Presentasi Keluarga Besar SMK Pika Semarang”.

Sedangkan kursi lainnya terbuat dari rangka kayu berwarna coklat muda, sedangkan bagian belakang dan dudukan kursi dilapisi dengan bantalan tebal dengan warna yang kental. Simbol Vatikan tampak menghiasi bagian belakang kursi.

Andrew yang memimpin tim mahasiswa pembuatan kursi Pos menjelaskan proses dan langkah-langkah pembuatan kursi tersebut.

“Pertama materialnya, lalu proses konstruksinya, lalu perakitannya, pengamplasannya, lalu finishingnya,” ujarnya menceritakan proses yang dilaluinya.

Andrew mengaku banyak kesulitan yang ia temui dalam proses pembuatan kursi tersebut.

Pasalnya kursi yang diproduksi tidak ditujukan untuk sembarang orang, sehingga harus memperhatikan detail khusus seperti ukuran dan desain yang ditentukan secara khusus.

“Kami merancangnya, tentu ada perbedaan pendapat sehingga ada yang setuju atau tidak setuju. Di sini kami juga melibatkan guru pendamping desain untuk memberikan informasi,” jelasnya.

Bahkan, para siswa sangat memperhatikan jenis kayu untuk bahan utama kursi ini. Mereka menginginkan kualitas kayu terbaik, maksudnya kayu jati dari daerah gersang.

Andrew berpendapat, kayu jati yang tumbuh di daerah gersang memiliki serat kayu yang halus dan mengandung minyak sehingga terlindungi dari serangan rayap.

Terlepas dari tantangan dan kesulitan yang dihadapinya saat mempersiapkan kursi tersebut, Andrew mengaku bangga telah melalui pengalaman langka tersebut.

“Tentunya kami belajar dan mendapat banyak pengalaman baru,” tutupnya.

Salah satu pekerja produksi industri mebel dari SMK PIKA Semarang yang terlibat dalam pembuatan kursi khusus Paus ini adalah Kankoro.

“Ini pekerjaan yang sangat spesial bagi kami karena kami mencampurkan kayu dan jerami, sehingga menjadi pengalaman menarik bagi anak-anak juga,” jelasnya.

Saat ditemui akhir Agustus lalu, pria berusia 50 tahun itu sedang sibuk mengerjakan replika atau replika kursi jerami Paus.

Cankuro mengatakan, setelah dua kursi dikirim ke Jakarta pada Mei lalu, panitia penerimaan kepausan meminta replika kursi tersebut dipajang di museum katedral.

“Dalam proses ini kami berkolaborasi antara workshop pendidikan dan workshop produksi. Kami berkolaborasi untuk memutar kursi Paus. Kami melibatkan anak-anak dalam pembelajaran,” jelas Kankuro.

Direktur SMK PIKA, FX Marsono menambahkan, seluruh biaya produksi kursi tersebut ditanggung oleh Yayasan PIKA. Saat ditanya berapa harga pembuatan kursi tersebut, Marsono mengaku belum mengetahui secara pasti.

Marsono mengaku tidak mempermasalahkan biaya pembuatan kursi tersebut dan memastikan memberikan penawaran terbaik kepada Paus Fransiskus.

Meski demikian, ia menyampaikan harapan besar atas kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia.

“Sebagai sekolah Katolik, sebagai umat Katolik, kami berharap kedatangan Paus dapat meningkatkan keimanan umat Katolik di Indonesia. Beliau berharap melalui kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia kita dapat hidup dalam cinta kasih.

Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia pada 3 hingga 6 September 2024. Puncak kunjungan ke Indonesia adalah perayaan Misa Kudus pada Kamis (05/09) di Gelora Bang Karno (GBK) Senyan, Jakarta.

Misa Paus Fransiskus akan berlangsung selama 1,5 jam dan dihadiri 86.000 umat Katolik di seluruh Indonesia.

Konferensi Waligereja Katolik Indonesia (KWI) menyebut kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan momen untuk menyuarakan pesan persatuan umat beragama demi kemanusiaan yang lebih baik, persaudaraan sejati, dan kebaikan masyarakat.

Saya yakin pesan-pesan ini akan tersampaikan tidak hanya secara internal kepada Gereja Katolik, tetapi kepada seluruh pihak yang terlibat, kata Pastor Thomas Alvin Asmeo, perwakilan KWI sekaligus juru bicara panitia kunjungan Paus Fransiskus, dalam obrolan online, Jakarta (26/08) ), seperti dikutip kantor berita Antara.

Kunjungan tersebut merupakan bagian dari kunjungan non-politik Paus Fransiskus ke kawasan Asia-Pasifik. Selain Indonesia, Paus Fransiskus juga akan mengunjungi Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura yang berlangsung hingga 13 September 2024.

Sebelum Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Tahta Suci, Vatikan telah dua kali mengunjungi Indonesia. Dia adalah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.

Paus Paulus VI merupakan pemimpin Gereja Katolik pertama yang berkunjung ke Indonesia, yakni pada 3-4 Desember 1970.

Kedatangan Paus Paulus VI disambut antusias oleh masyarakat Indonesia, termasuk Presiden Soeharto yang menyambut langsung saat mendarat di Bandara Kamiaoran pada 3 Desember 1970.

Dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Paus Paulus VI mengungkapkan kekagumannya terhadap bangsa Indonesia yang dinilainya dinamis, berjuang untuk kemajuan dan menghormati tradisi spiritual, lapor kantor berita Antara.

Dalam kunjungannya, Paus Paulus VI juga memimpin perayaan penuh kegembiraan di stadion utama Sinaian – yang sekarang dikenal sebagai Stadion Pusat Glora Bang Carno. Perayaan penuh kegembiraan tersebut dihadiri puluhan ribu masyarakat yang datang dari seluruh Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Papua.

Pemimpin Gereja Katolik itu kembali berkunjung ke Indonesia saat Paus Yohanes Paulus II tiba pada 9-14 Oktober 1989.

Ia mengunjungi beberapa kota, yakni Jakarta, Yogyakarta, Momer, Delhi – yang saat itu masih menjadi bagian Indonesia – dan Madan.

Pujian dan penekanan Panaxilla terhadap pentingnya setiap bangsa memiliki visi hidup dan filosofi dasar bernegara adalah pesan yang sering digaungkan Paus Yohanes Paulus II dalam kunjungannya ke kota-kota di Indonesia.

Dalam kunjungannya saat itu, Paus Yohanes Paulus II memberikan pesan sederhana kepada umat Katolik di Indonesia untuk meneguhkan kembali imannya kepada Kristus.

Seluruh umat Katolik diharapkan menyebarkan Injil kasih kepada sesama dan menjaga perdamaian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *