TRIBUNNEWS.COM – Politisi PDIP Guntur Romli mengatakan pihaknya mendapat laporan bahwa lima orang yang menandatangani permohonan Surat Perintah Administrasi (SK) PDIP ke Pengadilan Negeri (PTUN), bukan kader PDIP.
Guntur melaporkan, laporan tersebut sudah diterima DPP PDIP Bidang Kehormatan dan tengah dikaji.
Dia mengatakan, lima orang bernama Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko diduga hanya meminta menjadi prajurit PDIP.
Ujarnya kepada Tribunnews.com, Kamis (12/9/2024).
Guntur mengungkapkan, hasil penyidikan kasus kelima orang tersebut selanjutnya akan diumumkan oleh Ketua DPP Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun.
“Diproses dan diselidiki. Kemudian biasanya hasilnya disampaikan oleh Direktur Dinas Pekerjaan Umum Komarudin Watubun,” ujarnya.
Di sisi lain, Guntur juga mengabarkan DPP PDIP tidak mengetahui perihal konferensi pers lima orang yang mengaku tertipu hingga menandatangani petisi penolakan mandat DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025. .
Sekadar informasi, lima orang melapor di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu (9/11/2024) kemarin.
Guntur mengatakan pihaknya baru mengetahui konferensi pers tersebut setelah diumumkan di media.
“Entahlah, bagaimana kelima orang itu membenarkan bahwa mereka dijebak, dibayar, dan meminta maaf. Ya, kami tidak tahu (saat konferensi pers). Kami baru mengetahuinya setelah ada pemberitaan di media,” jelas Guntur. Pengakuan 5 orang yang menandatangani petisi Kebijakan DPP PDIP
Sebelumnya, salah satu pihak yang menandatangani surat keputusan pemakzulan DPP PDIP, Jairi, mengatakan dirinya dan empat rekannya mengaku diculik dan ditipu untuk menandatangani oleh pengacara bernama Anggiat BM Manalu.
Dilansir Warta Kota, Jairi dan empat rekannya ditangkap Anggiat karena menandatangani kertas putih.
Setelah penandatanganan, mereka mendapat uang Rp 300 ribu.
“Saat ini malam ini saya mengatakan atau mengklarifikasi bahwa kami merasa terpengaruh dengan petisi yang ditujukan kepada presiden kami.”
“Kami hanya diminta menandatangani kertas putih, lalu kami mendapat keuntungan Rp300 ribu,” kata Jairi dalam jumpa pers di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (11/9/2024) malam.
Jairi mengatakan Anggiat BM Manalu tiba-tiba mendatangi salah satu isu tim pemenangan yang akan ditandatangani oleh dirinya dan empat rekannya.
Katanya, tanda ini bertujuan untuk mendorong demokrasi.
Oleh karena itu, Jairi dan empat orang bersedia memberikan formulir pendaftarannya.
Bahkan, tanda tangan mereka dijadikan kuasa hukum untuk menggugat DPP PDIP yang berkuasa.
“Iya (kami belum tahu kalau kertas putih itu akan dijadikan SKK DPP PDIP Jaksa periode 2024-2025). Jadi kami tandatangani dokumen kosong itu, tidak ada instruksi atau penjelasan kepada kami, kami hanya diminta untuk menandatangani. ,” kata Jairi.
Alasan yang mereka berikan kepada kami, yang saya minta, adalah untuk mendukung demokrasi, tambahnya sambil meminta maaf kepada Megawati dan PDIP.
Jairi dan empat rekannya pun meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan seluruh petinggi Partai Banteng usai persidangan.
“Atas nama teman-teman, pertama-tama saya meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, serta seluruh keluarga besar PDIP seluruh Indonesia,” ujarnya seperti dikutip Kompas.com.
Setelah itu, Jairi dan keempat rekannya menyiapkan surat pencabutan surat kuasa dan berencana mencabut gugatan yang diajukan.
“Malam ini kami akan menulis surat pencabutan gugatan atas nama kami. Kami belum memberikan hak hukum kepada siapapun, termasuk Anggiat B.M. Manalu,” ujarnya.
Artikel ini sebagian dimuat di WartaKotalive.com dengan judul “Ternyata Cara Petinggi PDIP Mau Gugat Megawati untuk PTUN, Begini Penjelasannya”
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Warta Kota/Valentino Verry)(Kompas.com/Tria Sutrisna)