Anggota Komisi III DPR Dorong Pembentukan Pansus Judi Online, Ini Pertimbangannya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Habib Abu Bakr al-Habsi siap mendorong Panitia Khusus Judi Online (Jodol) meninjau kinerja perbankan dan lembaga keuangan non-bank, memperbanyak kasus di pengadilan itu Pembentukan layanan pembayaran oleh pemain judol.

Kehadiran pansus untuk menilai kinerja bank dan lembaga keuangan non bank yang diduga membantu transaksi pembayaran Jodal ini. Kami juga ingin mengetahui sejauh mana Bank Indonesia (BI) mengizinkan. Apa perannya? OJK dalam pengawasan penyedia jasa pembayaran?” Ibu mengatakan, Direktur Utama Center for Banking Crisis (CBC) Ahmed Dini Daruri menanggapi usulan DPR membentuk Panitia Khusus Jodol di Jakarta, Selasa (16/7).

Politisi PKS ini mengaku khawatir dengan maraknya transaksi jodol yang semakin populer di kalangan masyarakat bahkan anggota dewan.

Selain itu, banyak kasus bunuh diri yang diperintahkan pengadilan. Untuk itu, dia akan berdiskusi dengan teman-temannya di DPR mengenai usulan pembentukan komisi khusus judo.

“Kami akan melakukan pendekatan kepada beberapa kelompok untuk membentuk Pansus Jodol dan mengakhiri praktik layanan pembayaran Jodol yang kami yakini didukung oleh sistem perbankan dan lembaga keuangan non bank,” tegasnya.

Aboe pun sudah sepakat, nilai transaksi Jujul akan dikembalikan kepada negara. Artinya, bank tidak sebatas memblokir rekening, namun bank wajib mengembalikan dananya kepada negara.

Sebelumnya, Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Ahmed Dini Dori meminta perbankan mengembalikan pendapatan judo kepada negara dan segera membentuk pansus judo.

Hingga saat ini, kata Danny, Bank Indonesia diduga membantu para penjudi online agar bisa melakukan transaksi perbankan. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas bank terkesan mengabaikan hal tersebut.

“OJK dan BI perlu melakukan audit investigatif terhadap bank dan lembaga keuangan non-bank yang diduga terkait dengan Jodol, yang selama ini belum dilakukan secara rutin di lembaga keuangan,” ujarnya.

Untuk mencegah pemilik judo membayar jasa, Danny menyarankan beberapa hal. Pertama, meningkatkan kerja sama antar instansi pemerintah, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), OJK, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penting untuk mengidentifikasi dan memblokir transaksi yang terkait dengan perjudian online.

Kedua, ia melanjutkan untuk memberlakukan peraturan yang lebih ketat pada lembaga keuangan dan layanan pembayaran elektronik untuk memastikan bahwa mereka tidak memproses transaksi terkait perjudian online.

Ketiga, penggunaan teknik analisis data dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi pola transaksi mencurigakan yang mungkin terkait dengan Jodol, kata Denny.

Keempat, lanjutnya, pencegahan Kominfo terhadap akses situs perjudian online harus lebih ditingkatkan, termasuk pengurangan akses terhadap situs-situs yang baru teridentifikasi. Kelima, menegakkan hukum yang lebih ketat terhadap pemain judi online, termasuk penyedia layanan pembayaran.

 Keenam, edukasi masyarakat mengenai bahaya dan akibat negatif perjudian online, serta cara melaporkan aktivitas mencurigakan, ujarnya.

Ketujuh, mendorong lembaga keuangan untuk melaporkan aktivitas mencurigakan kepada PPATK dan melakukan tindakan preventif seperti menutup rekening yang terlibat perjudian online. Kedelapan, memperkuat kerja sama internasional untuk menangani situs perjudian online lintas negara

Kesembilan, lanjut Deni, memperbarui dan memperkuat regulasi perbankan untuk mencegah penggunaan rekening bank untuk perjudian online.

“Lihatlah, untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan teknis pekerja di sektor perbankan dan keuangan untuk mengidentifikasi dan menangani transaksi terkait Jodol,” jelasnya.

Selain itu, kata Danny, Bank Indonesia lebih berhati-hati agar tidak rugi dengan mengizinkan penyedia layanan pembayaran milik entitas Judel. Pertama, pengetahuan menyeluruh tentang peraturan yang berlaku sangat penting.

“BI akan segera memberlakukan aturan yang lebih ketat mengenai pemberian izin kepada penyedia jasa sistem pembayaran, termasuk uji tuntas dan kewajiban Prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT),” imbuhnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *