TribuneNews.com, Jakarta – Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni hadir sebagai saksi dalam penyidikan lebih lanjut kasus pemerasan dan kepuasan mantan Menteri Pertanian Sharul Yasin. Limpo (SYL).
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Partai Nasdem Garnita Malahayati mengecam Sahroni yang memerintahkan distribusi sembako dan hewan kurban ke 34 provinsi sebagai organisasi cabang partainya.
Hal itu diungkapkan Sahroni saat Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh mencoba membenarkan keterangan mantan Staf Khusus (Staffsas) Kementerian Pertanian dan Sekjen Kementerian Pertanian Joyce Triatman pada agenda sidang sebelumnya terkait sidang pendahuluan. distribusi. persyaratan.
Berdasarkan keterangan Joyce, 34 provinsi diberikan bantuan sembako sebanyak 200 kotak lho? Rabu (5/6/2024) Hakim Pengadilan Tipikor bertanya kepada Pontoh?
“Tidak, Yang Mulia,” kata Sahroni.
Lebih lanjut, Sahroni juga menjelaskan, kegiatan yang dilakukan Garnita Malahayati tidak selalu bergantung pada amanah Partai Nasdaq.
Selain itu, Sahroni dalam kesempatan itu juga menyampaikan bahwa Surya Paloh selaku Ketua Umum tidak pernah memerintahkan pengurus Garneta untuk menyalurkan sembako.
“Tidak ada seorang Ketua Umum yang tidak memerintahkan pembagian perempuan dan barang-barang kebutuhan pokok. Jadi di sini saya perjelas, Ketua Umum tidak pernah secara lisan atau tertulis memerintahkan sayap partai untuk melakukan hal itu, itu domainnya. Ketua Umum Sayap Partai,” kata Sahroni di hadapan hakim. Foto Wakil Bendahara Partai Nasdem sekaligus mantan Staf Khusus (Menton) Departemen Pertanian Sharul Yasin Limpo (TribuneNews Kolase).
Sahroni juga mengaku di hadapan hakim bahwa baik dirinya maupun pengurus Partai Nasdem lainnya tidak mengetahui distribusi sembako yang dijalankan oleh organisasi yang dipimpin oleh putri SYL, Indira Chunda Thitta.
Apakah Anda mengetahui gerakan pendistribusian bahan pokok di 34 provinsi tersebut ataukah diketahui oleh pengurus partai?
“Saya tidak tahu,” kata Sahroni.
“Itu untuk kepentingan tim, bagaimana manajemen tidak tahu?” Masih ragu, kata hakim.
Sahroni menjelaskan, timnya tidak akan pernah tahu asal muasal gerakan yang dipimpin Garnita, termasuk soal distribusi sembako.
Namun Sahroni dalam jawabannya mengatakan, partai akan merasa bangga jika uang penyaluran sembako tersebut berasal dari dana swasta.
Kalau uangnya dari mana saja, apalagi untuk kepentingan negara, pasti kami larang Yang Mulia,” kata Sahroni.
Memang benar, saat hakim mencoba menanyakan sumber dana pembagian sembako, Sahroni mengaku tidak mengetahuinya.
Bahkan, hingga hakim menjelaskan, rangkaian dana Kementerian Pertanian tersebut merupakan hasil koordinasi antara SYL dan anak buahnya, Sahroni ngotot tidak mengetahuinya.
“Tahukah Anda dari mana dana (Sembaco) itu berasal?”
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” jawab Sahroni.
Prosedurnya sama, lapor ke menteri (SYL), menteri berkoordinasi dengan Kasdi Subagino sebagai sekjen, Kasdi Subagino punya dirjen lain di bidang itu, Anda belum tahu suksesnya kan? hakim bertanya lagi.
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” tutupnya.
Berdasarkan laporan, SYL diduga menerima gratifikasi sebesar Rp44,5 miliar dalam kasus tersebut.
Seluruhnya diterima SYL selama periode 2020 hingga 2023.
Total uang yang diterima terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan cara paksaan sebagaimana diuraikan di atas adalah sebesar Rp44.546.079.044,-, kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang, Rabu (28/2/2). 2024) pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
SYL Rp.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, melainkan Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagino, mantan Sekretaris Jenderal (Secgen) Kementerian Pertanian, yang turut membantunya. . Ada juga yang dituduh.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk keperluan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan pengaduan, uang dimaksud sebagian besar digunakan untuk upacara keagamaan, kegiatan kementerian, dan belanja lain-lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
“Uang tersebut digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dalam dakwaan pertama dijerat dengan: Pasal 55 ayat (1) 1 Pasal 64 KUHP juncto Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor Pasal 12 huruf e
Dakwaan kedua: Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 18 huruf f UU Pencegahan Tipikor.
Dakwaan ketiga: Pasal 55 Ayat (1) KUHP dibaca dengan Pasal 18 UU Pencegahan Tipikor, Pasal 12B dibaca dengan Pasal 64 (1) KUHP.