Dilansir reporter Tribunnews.com Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekitar 2.618 narapidana kasus korupsi dibebaskan bertepatan dengan HUT ke-79 Republik Indonesia, Sabtu 17 Agustus 2024.
Ribuan koruptor tersebut merupakan bagian dari 176.984 narapidana dan warga binaan yang mendapat Pembebasan Bersyarat Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) pada tahun 2024.
“Terdapat 2.618 narapidana kasus korupsi yang diberikan amnesti,” kata Ketua Satgas Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Dendy Edouard Eka Saputra dalam keterangannya, Sabtu (17/8/2024).
Namun Deddy tidak membeberkan apakah 2.618 terpidana korupsi tersebut mendapat Pembebasan Bersyarat Umum I (pengurangan sebagian masa hukuman) atau Pembebasan Bersyarat Umum II (segera dibebaskan dari penjara), termasuk nama-nama terpidana korupsi tersebut.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menjelaskan, pengampunan ini bukan sekadar hadiah dari pemerintah, melainkan bentuk terima kasih kepada para narapidana yang berjanji mengikuti program pembinaan dengan baik.
RU dan PMPU diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Perubahan dan Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak narapidana.
Sebagai wujud rasa terima kasihnya, negara memberikan amnesti kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin tinggi dalam mengikuti program pembangunan.
Yasonna berpesan agar para warga binaan yang sudah diampuni dapat memanfaatkan momentum ini sebagai motivasi untuk selalu berperilaku baik, mengikuti aturan yang berlaku, dan berpartisipasi aktif dalam program pembelajaran.
Program pendampingan ini merupakan salah satu cara mendekatkan warga binaan dengan kehidupan bermasyarakat.
“Program pengajaran yang anda jalani saat ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan anda dengan kehidupan masyarakat. Kami berharap peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat dapat terinternalisasi dalam diri anda dan menjadi bekal ketika anda kembali ke masyarakat di masa depan. datang,” kata Yasonna dalam keterangannya, Sabtu (17/8/2024).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marvata mengatakan pemberian grasi atau pembebasan bersyarat kepada terpidana korupsi melanggar rasa keadilan.
Dia mencontohkan, ada seorang narapidana korupsi yang divonis tujuh tahun penjara, namun hanya menjalani dua tahun masa hukumannya dan malah mendapatkan pembebasan bersyarat.
Apalagi yang seharusnya menjadi denda tambahan berupa uang ganti rugi, namun tidak dibayarkan karena diampuni.
“Kasus-kasus tertentu, misalnya pembebasan atau pembebasan bersyarat, memang sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Restitusi yang tidak dibayar bisa berujung resesi. Ya betul. Bukan berarti membuat jera,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2024).