Peringatan Darurat: Batalkan Revisi UU Pilkada dan Aksi Represif Polisi

Slogan “Peringatan Darurat Indonesia” yang membanjiri linimasa berbagai media sosial di Indonesia cukup sukses mengajak berbagai lapisan masyarakat untuk turun ke jalan. Mereka mengambil langkah menolak Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) yang berencana menguji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilihan kepala daerah sebagai Pilkada.

Berdasarkan penelusuran Tim DW Indonesia di lapangan, demonstrasi yang terjadi pada Kamis (22/08) itu dihadiri sedikitnya ribuan peserta di halaman kompleks gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Di sejumlah titik juga kembali terjadi aksi pada Jumat (23/08), meski massa tidak sebanyak hari sebelumnya.

Rencananya, Partai Buruh berniat melanjutkan aksinya di depan Gedung DPR RI pada Jumat sore. Namun setelah DPR mengklaim revisi UU Pilkada tertunda, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menunda rencana tersebut.

Ayo berlangganan newsletter Wednesday Bit gratis setiap minggunya. Isi ulang pengetahuan Anda di tengah minggu, dan topik pembicaraan akan semakin seru!

Aksi ini merupakan respons berbagai lapisan masyarakat yang menentang Baleg DPR mengesahkan revisi UU Pilkada. Pasalnya, setelah Mahkamah Konstitusi menetapkan ambang batas pemungutan suara dan usia minimal pengurus daerah, Baleg DPR pada Rabu (22/08) menggelar rapat pembahasan mengenai UU Pilkada yang sebenarnya direncanakan sejak tahun 2023. Disertai Aksi Peringatan Darurat. oleh ribuan petugas

Tim DW Indonesia tiba di depan pagar Gedung DPR/MPR RI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Kamis (22/08). 09:13 WIB.

Saat itu, bagian pagar depan Kompleks DPR yang tidak dibuka untuk keluar masuk masyarakat masih belum dipenuhi pengunjuk rasa atau poster penolakan. Saat itu, polisi belum menutup arus lalu lintas karena berencana mengalihkan mobil sekitar pukul 09.00.

Yang pasti, tidak terlihat polisi di depan gedung DPR. Polisi anti huru hara hanya terlihat berjaga di pintu masuk samping pagar utama Gedung DPR lengkap dengan tameng. Dari dalam kompleks parlemen terlihat sejumlah tenda atau barak dengan sejumlah polisi di dalamnya.

Melansir detikcom, polisi sebelumnya menyebut akan ada sekitar 3.286 personel yang bersiaga untuk “mengamankan” jalannya aksi demonstrasi ini. Rinciannya, ada 1.273 karyawan di Häststatyn. Di DPR ada 2.013 pegawai, kata Kapolres Jakarta Pusat Susatyo Purnomo Condro. Operasi siaga darurat berlangsung damai hingga siang hari

Berdasarkan pantauan tim DW Indonesia di sekitar Gedung DPR, respons siaga darurat sejak pagi hari sangat baik. Masyarakat tertib berorasi untuk menyampaikan keprihatinan dan tuntutannya.

Namun, beberapa pengunjuk rasa yang saat itu berada di sekitar Gedung DPR terlihat marah dan menyoraki anggota DPR yang belakangan diketahui adalah Habiburokhman. Ada pula yang melontarkan kata-kata kasar saat Habiburokhman hendak menemui pengunjuk rasa.

Sejumlah peserta aksi yang belum bisa dipastikan berasal dari unsur mana, terlihat melemparkan botol plastik ke arah anggota DPR dari Fraksi Gerindra.

Pukul 15.00 WIB, tim DW mulai meninggalkan lokasi demonstrasi. Beberapa rombongan mahasiswa terlihat mulai berdatangan ke gedung DPR. Mereka terlihat mengenakan almamaternya dan membawa bendera kampus serta organisasinya. Rombongan mahasiswa juga menyanyikan yel-yel yang berbunyi: “Hati-hati dengan provokasi.” Komnas HAM: Aparat menggunakan kekerasan berlebihan saat membubarkan peserta protes

Padahal, tindakan menyampaikan pendapat di muka umum seperti demonstrasi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998. Dalam aturan tersebut, hak peserta aksi dibatasi untuk berorasi sampai pukul 18.00 di area terbuka.

Hal ini juga diterapkan dalam demonstrasi peringatan darurat ini. Polisi mulai mensterilkan halaman depan Gedung DPR pada pukul 17.00. Beberapa siaran di TV Nasional menyebutkan para pengunjuk rasa dihalau oleh polisi.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merespons kejadian kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat penolakan aksi massa tersebut. Komisioner Pemantauan dan Investigasi Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengatakan bahwa “pihak berwenang mulai menggunakan gas air mata dan menggunakan metode kekerasan untuk membubarkan demonstrasi.”

Data polisi mencatat ada 159 peserta aksi yang ditangkap. Selain itu, Aliansi Jurnalis Indonesia menyebut sejumlah jurnalis telah ditangkap dalam bentrokan pada Kamis tersebut. TAUD: Ada 39 kejadian kekerasan yang dilakukan aparat

Perwakilan Tim Advokasi Demokrasi (TAUD) Muhammad Fadhil Alfathan mengatakan kepada DW Indonesia, pihaknya memberikan bantuan kepada 39 peserta aksi massa di Polda Metro Jaya. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah.

Fadhil mengatakan, TAUD akan kembali memberikan bantuan pemeriksaan pada Jumat (23/08) sore.

“Dari data kami (TAUD), kekerasan psikis dan verbal, totalnya ada 39, kami temukan saat kami memberikan pendampingan hukum ke Polda,” kata Fadhil melalui telepon.

Dalam pemberian bantuan tersebut, Fadhil menjelaskan, salah satu peserta aksilah yang mengalami kekerasan dari pihak kepolisian hingga menyebabkan korban mengalami patah hidung, wajah lebam bahkan pincang.

Pernyataan mengenai kekerasan terhadap korban tersebut merupakan pengamatannya sebagai orang non medis, imbuh Fadhil.

Mengomentari 159 pengunjuk rasa yang ditangkap polisi, Fadhil mengatakan jika benar banyak pengunjuk rasa yang ditahan, “di mana mereka sekarang?” Komika, aktor, sutradara turun ke jalan

Berdasarkan pantauan Tim DW Indonesia, ada berbagai aliran masyarakat pada hari itu yang turun ke jalan dari berbagai kalangan. Maka pada pukul 09.50 datanglah beberapa stand-up comedian (komik) dengan pakaian serba hitam. Bintang Emon, Abdur Arsyad, Arie Kriting, Mamat Alkatiri, dan komedian senior Cing Abdel juga terlihat.

Saat ini massa sudah mulai berdatangan dan beberapa suporter komando yang menjadi pusat orasi para pengunjuk rasa juga sudah parkir di depan Gedung DPR.

Rombongan komika dan komedian ini tampak dikerumuni sejumlah awak media yang mencoba menanyakan informasi mengenai aksi tersebut, ada juga beberapa orang yang hendak mengambil gambar. Sebelum menuju pusat pidato, beberapa komika ini sempat sujud.

Saat aksi massa mulai mengering di depan Gedung DPR dan orasi dimulai, aktor Reza Rahadian juga terlihat dari pinggir lapangan. Para pegiat pun langsung mengepung Reza yang juga diwawancarai awak media.

Saat diwawancara, Reza mengaku tak lagi marah dengan sikap anggota dewan, melainkan merasa kecewa.

Nantinya, para komika dan aktor tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan keprihatinan dan tuntutan mereka kepada komando.

Begitu pula namun tidak bersamaan, sutradara kawakan Joko Anwar juga terlihat hadir di depan Gedung DPR. Ia berada di lokasi aksi sejak Kamis pagi (22/08).

(mh/ae)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *