TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menuai kontroversi dengan menunjukkan peta Maroko tanpa kawasan Sahara Barat.
Netanyahu menunjukkan peta tersebut pada konferensi pers Rabu malam (09/04/2024) di hadapan media asing.
Juru bicara Netanyahu, Omer Dostri, kemudian meminta maaf atas kesalahan peta di media sosial X di tengah kritik dari warga Maroko.
“Peta yang ditunjukkan dalam pernyataan Perdana Menteri hari ini menunjukkan nama ‘Sahara Barat’ yang salah,” kata Dostri.
“Penting untuk dicatat bahwa nama Maroko muncul di area tersebut pada peta kantor Perdana Menteri.”
Dostri menegaskan Israel tetap mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah Sahara Barat.
Maroko menganggap Sahara Barat sebagai bagian dari wilayahnya. Selama beberapa dekade, Maroko menguasai sebagian besar Sahara Barat.
Namun banyak negara, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menolak klaim tersebut.
Dikatakan dari Walla bahwa hubungan Israel dan Maroko merupakan hubungan penting antara negara Zionis dan dunia Arab.
Israel membuka kembali kedutaan besarnya di Marrakesh, Maroko pada Januari 2021 setelah normalisasi hubungan secara resmi.
Selain itu, Israel juga mengakui bahwa Sahara Barat merupakan bagian dari wilayah Maroko.
Peta yang ditunjukkan Netanyahu memicu perdebatan di kalangan warga Maroko di media sosial.
Banyak yang bertanya-tanya apa maksud dari perdana menteri sayap kanan tersebut.
Mei lalu, Netanyahu juga menimbulkan kontroversi karena tidak menampilkan peta Maroko secara lengkap. Saat itu, ia diwawancarai oleh TF1, sebuah stasiun televisi Perancis.
Media Maroko kemudian mengungkapkan kemarahan mereka di media sosial.
Kementerian Luar Negeri Israel menjawab bahwa insiden tersebut terjadi karena “kesalahan yang tidak disengaja”.
Sementara itu, pada Juli 2023, Netanyahu mengirimkan surat kepada Raja Mohammed VI dari Maroko.
Dalam surat tersebut, Netanyahu menyatakan bahwa Israel mengakui Sahara Barat sebagai wilayah Maroko.
“Posisi ini akan tercermin dalam semua karya dan dokumen PBB, organisasi regional dan internasional di mana Israel menjadi anggotanya, serta semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Netanyahu, menurut Yabiladi.
Namun setelah pecahnya perang Gaza, hubungan antara Israel dan Maroko memburuk. Maroko kerap mengkritik Israel di kancah internasional dan regional. Maroko meminta bantuan Israel dalam membangun satelit
Sementara itu, di tengah perang Gaza, Maroko dikabarkan telah menandatangani kontrak dengan perusahaan milik negara Israel bernama Israel Aerospace Industries (IAI) untuk membangun satelit mata-mata.
Menurut laporan, biaya pembuatan satelit tersebut sekitar $1 miliar atau sekitar Rp 16,2 triliun.
Mengutip Calcalist Tech, media Prancis bernama La Tribune memberitakan bahwa Israel dan Maroko mencapai kesepakatan pada akhir tahun lalu dan ditandatangani beberapa hari lalu.
Satelit IAI diharapkan selesai dan dikirim ke Maroko dalam lima tahun ke depan.
Nantinya, satelit baru tersebut akan menggantikan dua satelit Airbus Maroko, Mohammed VI-A dan Mohammed VI-B.
Surat kabar “La Tribune” menulis bahwa Maroko akan meningkatkan kekuatan militernya di udara, darat dan laut.
IAI menginformasikan kepada Bursa Efek Tel Aviv pada Selasa (9/7/2024) bahwa telah terjadi penandatanganan kontrak dengan pihak yang dirahasiakan.
IAI mengatakan kontraknya berdurasi sekitar lima tahun. Bursa Efek Tel Aviv tidak menjelaskan rincian perjanjian ini.
Sumber keamanan mengkonfirmasi bahwa pengumuman IAI menunjuk pada kesepakatan besar terkait pengiriman satelit mata-mata.
Sementara itu, Ketua IAI Amir Peretz berangkat ke Maroko untuk menandatangani kontrak yang masih dirahasiakan.
(Tribunnews/Februari)