Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan Indonesia membutuhkan investasi setidaknya $14,2 miliar untuk meningkatkan kapasitas produksi energi baru terbarukan (EBT) menjadi 8,2 gigawatt (GW).
Jika dikonversikan ke rupee, angka tersebut setara Rp 220,3 triliun dengan kurs Rp 15.517 per dolar AS.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Enya Listiani Devi mengatakan pengembangan listrik berbasis EBT sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dan tujuan net zero emisi (NZE) pada tahun 2060.
“Peningkatan kapasitas energi terbarukan menjadi 8,2 gigawatt (GW) memerlukan investasi hingga $14,2 miliar pada tahun depan (2025),” kata Enia dalam laporannya, Rabu (9 September 2024).
“Tahun depan kita bisa meningkatkan porsi energi terbarukan dari 13 menjadi 21 persen,” lanjutnya.
Menurut Eni, rencana peningkatan kapasitas pembangkit listrik EBT pada tahun 2025 bukannya tidak bisa dihindari, namun memerlukan dana investasi yang sangat besar.
“Jadi butuh sumber daya finansial yang besar, tapi bukan tidak mungkin,” ujarnya.
Enya mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi besar terhadap berbagai sumber energi terbarukan, beberapa di antaranya adalah tenaga surya (3.294 GW), angin (155 GW), tenaga air (95 GW), arus laut (63 GW), dan biofuel (57 GW). . ) dan iklim bumi (23 GW).
Agar sumber energi panas bumi yang memiliki potensi besar dapat berperan penting dalam penerapan NZE, Enea telah mengusulkan pengembangannya kepada investor.
“Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang besar dengan kapasitas mencapai 23,6 GW, dimana 2,6 GW (11 persen) telah tereksploitasi sehingga ketersediaannya untuk dieksploitasi masih terbuka,” kata Enya.
“Kami usulkan ke berbagai lokasi dan sekarang sudah ada beberapa yang dikembangkan. Sebagian terus kami tawarkan kepada investor yang berminat mengembangkan energi panas bumi di Indonesia,” tutupnya.