Laporan jurnalis Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) meminta DPR dan pemerintah tidak terlalu sering mengubah persyaratan usia calon pejabat publik.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan pihaknya berpandangan jika syarat usia sering diubah akan bermotif politik.
Hal itu disampaikan Arief dalam sidang putusan perkara 68/PUU-XXII/2024 yang dimintakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (9/12/2024).
– Namun perlu ditegaskan, dalam kondisi tertentu, pembentuk undang-undang tidak boleh mengubah persyaratan usia menjadi pegawai negeri dengan mudah atau terlalu sering, kata Arief.
“Baik pejabat yang dipilih maupun diangkat berpegang pada standar hukum tertentu,” lanjutnya.
Penegasan Mahkamah Konstitusi ini diperlukan karena perubahan persyaratan usia di DPR dan pemerintah seringkali menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum.
“Karena mudahnya mengubah parameter acuan kemampuan atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan di organisasi publik,” ujarnya.
Jika persyaratan usia sering berubah, jelas Arief, besar kemungkinan DPR akan merumuskan kebijakan “penyesuaian usia” untuk membatasi hak konstitusional warga negara lainnya dengan tujuan “motif politik”.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang diajukan Novel dkk.
Mahkamah Konstitusi menilai permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/12/2024).
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menolak permohonan disposisi (putusan sela) yang diajukan Novel. Dalam ketentuan tersebut, Roman meminta Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan untuk menunda proses seleksi calon pimpinan KPK.
“Tolak ketentuan pemohon,” kata Suhartoyo.