TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) buka suara terkait kontroversi pelepasan hijab anggota Paskibraka Wanita Nasional 2024.
Kepala BPIP Profesor KH Yudian Wahyudi mengatakan, pihaknya tidak memaksa 18 anggota Paskibraka berjilbab, melainkan sukarela.
Penampilan Putri Paskibraka dengan busana, ciri-ciri, dan penampilan pertama kali pada acara kenegaraan yaitu pelantikan Paskibraka merupakan kesukarelaan mereka untuk menghormati aturan yang ada, kata Yudian dalam keterangannya, Rabu. 14/8/2024).
Yudian mengatakan, sejak awal berdirinya Paskibraka, seragam dan ciri khas menjadi makna Bhinneka Tunggal Ika.
“Simpan dan lestarikan tradisi”.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) juga mengeluarkan Peraturan No. 3 PBP Tahun 2022 untuk pelaksanaan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2022 untuk program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang mengatur cara berpakaian dan berpenampilan Paskibraka.
Peraturan tahun 2024 ini telah dikukuhkan dengan Keputusan Ketua Umum Organisasi Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Tata Busana, Ciri-ciri, dan Penampilan Tentara Pembawa Bendera Pusaka, lanjut Prof Yudian.
Yudian mengatakan, anggota Paskibraka secara sukarela mendaftar untuk mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.
“Mengikuti persyaratan calon Paskibraka yang meliputi busana dan penampilan Paskibraka, sesuai peraturan surat Deputi Pendidikan dan Pelatihan no. 1 Tahun 2024,” ujarnya.
Selain itu, Bpk. Yudian mengatakan BPIP menghormati kebebasan berhijab dan selalu patuh dan patuh pada konstitusi.
Terkait perkembangan perbincangan publik atas tudingan BPIP yang memaksa masyarakat melepas hijab, BPIP memahami keinginan masyarakat tersebut. BPIP menegaskan tidak memaksa masyarakat untuk melepas hijab, jelasnya.
Karena itu, Yudian terus meminta maaf kepada BPIP atas kejadian tersebut.
BPIP mengapresiasi peran media dalam memberitakan Paskibraka selama ini, kata Yudian.
Diberitakan sebelumnya, pengurus Pusat Pensiun Paskibraka Seluruh Indonesia (PPI) kesal karena 18 perempuan warga negara calon Paskibraka melepas jilbabnya saat upacara di IKN, Selasa.
Ketua Umum PPI (Ketum) Gousta Feriza meminta BPIP selaku pengelola dan penanggung jawab proyek Paskibraka mengklarifikasi.
Tentu saja BPIP sebagai pengelola dan penanggung jawab proyek Paskibraka siap mengevaluasi segala kebijakan dan keputusan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, kata Gousta dalam jumpa pers di kantor PPI Jakarta, Rabu. TNI mengibarkan bendera pusaka negara (Paskibraka) pada tahun 2023 yang dikukuhkan sebagai Purnapaskibraka Duta Pancasila (PDP) di Dumai, Riau. (dokumen/khusus)
Menurut Pak Gousta, kejadian ini telah menimbulkan kekacauan di berbagai daerah.
Oleh karena itu, PPI pusat menolak keras kebijakan yang melarang perempuan Paskibraka berhijab.
Ia juga meminta agar pada upacara HUT Kemerdekaan, seluruh Paskibrak yang berhijab tidak lagi diwajibkan melepas hijab.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkritik isu pelarangan kebijakan selibat tahun 2024 karena tidak berhijab saat HUT ke-79 Republik Indonesia.
Menurut Pak. Anwar, ini seperti tindakan kekerasan.
Bapak Anwar mengatakan: “Kami sangat sedih dengan tindakan ini, karena selain tidak menghormati hak asasi manusia, juga merupakan pelanggaran terhadap konstitusi Negara Republik Indonesia.
Anwar kemudian merujuk pada UUD 1945 yang pada pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan:
(1) Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk menjalankan agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
“Bagi muslimah, berhijab adalah ibadah, jadi kalau ada yang melarang muslimah berhijab di negeri ini, berarti dia melanggar konstitusi. Dan juga penodaan terhadap ajaran Islam.” katanya.
Ketua PP Muhammadiyah menilai isu ini akan menimbulkan gejolak opini masyarakat.
“Serta keresahan di masyarakat, khususnya di kalangan umat Islam,” tutupnya.
Komandan KPAI Bpk. Aris Adi Leksono menanggapi isu petugas perempuan Pasukan Pengibar Bendera Warisan Nasional (Paskibrakë) 2024 yang diminta melepas hijab.
Aris mengatakan, jika terbukti terjadi, tindakan tersebut merupakan bentuk ketidaktahuan dan diskriminasi.
Padahal, Aris menyebut tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Kalau benar mereka dipaksa melepas hijab, itu tindakan intoleransi dan diskriminasi, kemungkinan pelanggaran hak anak sesuai ketentuan undang-undang perlindungan anak,” kata Aris.
KPAI, kata Aris, mengkaji ulang Keputusan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor. 35 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pakaian, Ciri-ciri dan Penampilan Prajurit Pengibar Bendera Pusaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar pakaian tersebut tidak sejalan dengan prinsip dasar dan asas perlindungan anak, serta terlalu umum dan tidak sesuai dengan nilai keberagaman.
Selain itu, kepatuhan Paskibraka terhadap standar berpakaian juga tidak mencakup contoh penggunaan jilbab sebagai model yang selektif. KPAI menilai, anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan diskriminasi. Bedanya, untuk mewujudkan anak-anak Indonesia yang berkualitas. , akhlak mulia dan sejahtera”, ujarnya.
Padahal, kata Aris, dalam Pasal 6 UU Perlindungan Anak, anak berhak beribadah menurut agamanya, berpikir dan mengekspresikan diri sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya, dalam pengawasan orang tuanya.
Selain itu, anggota Paskibraka juga berstatus pelajar sehingga aktivitasnya juga dilindungi oleh Permendikbud 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Dalam peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dijelaskan bahwa peserta didik harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk intoleransi, serta dari kebijakan yang bersifat diskriminatif, baik internal maupun eksternal, dalam kegiatan satuan pendidikan. dan analisis kebijakan tersebut, KPAI merekomendasikan (1) “BPIP merevisi peraturan standar pakaian Paskibraka dengan mencantumkan contoh pakaian hijab, sehingga menjadi pilihan bagi anggota Paskibraka,” kata Aris.
BPIP dalam menyusun dan menetapkan standar pakaian paskibraka hendaknya mengikuti prinsip dasar perlindungan anak, non-diskriminasi, serta nilai keberagaman yang merupakan implementasi nilai-nilai Pancasila.
“Pastikan tidak ada praktik pemaksaan perempuan anggota Paskibraka berjilbab, hal ini merupakan upaya melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya,” tutupnya. (Jaringan Tribune/den/fah/wly)