TRIBUNNEWS.COM – Partai Pheu Thai pimpinan Thaksin mendukung Putri Taipan, Paetongtarn Shinawatra menjadi Perdana Menteri (PM) berikutnya, China (15/8/2024).
Pengumuman itu muncul sehari setelah pengadilan menolak Srettha Thavisin sebagai presiden Thailand.
Menurut Reuters, Paetongtarn Shinawatra berjanji akan terus mempromosikan negara Thailand.
“Negara ini harus terus maju, Pheu Thai adalah partai utama pembentuk pemerintahan dan akan mendorong negara ini maju,” jelas Paetongtarn Shinawatra dalam konferensi pers.
Dalam pertemuan tersebut, ia terlihat bersama para pemimpin koalisi partai Pheu Thai yang beranggotakan 10 orang.
Diketahui, Paetongtarn Shinawatra akan dicalonkan dalam pemungutan suara khusus parlemen.
Pemungutan suara dijadwalkan berlangsung hari ini, Jumat (16/8/2024) pukul 16.00 waktu setempat.
Dukungan adalah langkah dramatis yang dapat memperpanjang perebutan kekuasaan dan memicu kekerasan politik.
Keputusan Partai Pheu Thai akan mengejutkan sejumlah analis politik.
Pasalnya, pemimpin besar Thaksin dan Pheu Thai diyakini akan segera mendirikan dinasti politiknya.
Nah, Ilmu Politik Universitas Ubon Ratchathani Titipol Phakdeewanich menjelaskan risiko yang terkait dengan kompetisi Putri Taipan.
Menurutnya, jika Paetongtarn Shinawatra menjadi Presiden Thailand tanpa dukungan yang memadai dari Pheu Thai, maka bisa jadi akhir dari keluarga Shinawatra di dunia politik.
Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin diberhentikan dari jabatannya pada Rabu (14/8/2024).
Alasan dikeluarkannya Srettha Thavisin karena melanggar konstitusi.
Mahkamah Konstitusi Bangkok memutuskan bahwa Srettha Thavisin melanggar aturan etika dengan menunjuk seorang pengacara yang sebelumnya dipenjara untuk bergabung dalam kabinet.
“Kandidat tersebut ditolak sebagai Perdana Menteri karena kurangnya integritas dan kejahatan serius terhadap etika,” demikian konfirmasi para hakim, menurut laporan Reuters.com.
Diambil dari CNN, lima dari sembilan hakim memutuskan memecat Srettha Thavisin dan kuasa hukumnya.
Keputusan ini merupakan kejutan kedua yang diambil pengadilan dalam pekan yang menghancurkan partai Move On.
Selain itu, Srettha Thavisin menyatakan keprihatinannya dan mengatakan ada kemungkinan pemerintahan berikutnya akan mengubah rencananya.
“Saya sedih karena saya harus mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai perdana menteri, yang dianggap tidak etis,” kata Srettha Thavisin.
Sementara itu, analis politik, Trinity Securities Nuttachart Meksamin menjelaskan aturan penting yang mencakup rencana pembagian uang.
“Ini adalah kejutan yang buruk. Ini adalah risiko langsung terhadap perekonomian,” kata Nuttachart Meksamin Trinity Securities.
Sebagai informasi, Srettha Thavisin merupakan PM partai Pheu Thai keempat yang dipecat atas perintah pengadilan.
(mg/Ananta Arabella Andhika Putri) Penulis adalah mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS).