Usulan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pemerintah untuk membatalkan peraturan yang melarang militer berdagang telah memicu kontroversi.
DPR dan pemerintah didesak untuk tidak mencabut larangan tersebut melalui proses pengujian UU 34 Tahun 2004 yang masih berjalan. Salah satu alasannya: “Indonesia mempunyai sejarah buruk dalam menjalankan bisnis militer.”
Kelompok akademis dan lembaga pemerintah yang mengawasi sektor keamanan meyakini larangan tersebut harus dipertahankan. Mereka mengatakan bahwa memisahkan militer dari bisnis merupakan salah satu tuntutan reformasi pasca Orde Baru.
Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Cresno Buntoro mengatakan usulan pencabutan larangan berusaha merupakan keinginan prajurit. Ia mengklaim pencabutan larangan tersebut tidak akan membawa TN kembali ke orde baru.
Namun benarkah TNI dan Angkatan Darat tidak benar-benar berbisnis pasca lengsernya Subharto? Bagaimana sejarah hubungan bisnis-militer sebelum pelarangan tahun 2004? Dan jika larangan tersebut dicabut, apa dampaknya terhadap kelompok masyarakat?
Laksamana Muda Krasno Buntoro mengakui permintaan pemerintahannya agar larangan bisnis dimasukkan dalam undang-undang TNI akan menimbulkan kontroversi.
Pernyataan itu disampaikan Krasino pada Forum Dengar Pendapat Umum Tinjauan UU TNI yang diselenggarakan Kemenko Polhukam di Jakarta (11/07).
“Istri saya mengelola toko di rumah. “Kalau larangan ini diberlakukan, maka saya akan dihukum,” kata Krasno.
“Saya tidak bisa menghindari keterlibatan karena saya mengajak istri saya berbelanja dan sebagainya.
“Oleh karena itu, kami mengusulkan untuk menghapus pembatasan ini. “Yang dilarang berusaha harusnya instansi TNI, tapi kalau tentara buka toko kelontong, tidak boleh (perlu dilarang),” kata Krasno.
Kresno pun mengklaim prajurit TNI yang ditugaskan sebagai sopirnya itu mendapat penghasilan sebagai tukang ojek online.
“Malam hari atau setelah Sabtu dan Minggu, dia naik ojek. Dia sedang berbisnis, kenapa tidak? kata Kresno.
Perkataan Kresno di forum tersebut mengejutkan masyarakat sipil dan kelompok akademisi. Gina Sabrina, Sekretaris Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), mengatakan, pada prinsipnya, rancangan revisi UU TNI yang masih beredar hanya memuat dua poin perubahan.
Kedua usulan perubahan tersebut akan memberikan prajurit aktif hak untuk memegang jabatan publik dan menaikkan usia pensiun. Jina mengatakan pencabutan pembatasan usaha tidak pernah terwujud.
Pemaparan Kresno juga menimbulkan kekhawatiran dan skeptisisme di kalangan akademisi dan aktivis hak-hak sipil. Sejak proses peninjauan kembali diprakarsai DPR, kata Jena, anggota DPR belum pernah mengadakan forum publik untuk membahas perubahan UU TNI.
Acara yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini, kata Jaina, merupakan satu-satunya forum konsultasi publik yang digelar sejauh ini dalam proses peninjauan tersebut.
“Sekarang Kabbabankam TNI (kependekan dari Krisnu) sudah mengirimkan surat ke pemerintah meminta usulan mereka dimasukkan,” ujarnya.
“Draf yang beredar hanya ada dua pasal yang diubah, namun tiba-tiba dalam forum tersebut Kababinkum TNI juga mengusulkan perubahan lain termasuk mencabut larangan TNI berbisnis.
“Mungkin forum kemarin dijadikan alat yang sah untuk mengatakan ‘ada presentasi’, padahal hanya dua pasal yang diubah dalam draf yang beredar,” kata Gina.
Dalam beberapa hari terakhir usulan TNI yang disampaikan Krasno menjadi bahan perdebatan publik yang ramai diperbincangkan stasiun televisi dan media massa. Kresno memahami pro dan kontra yang muncul.
Kresno menanggapi kekhawatiran mengenai perdagangan militer dengan mengatakan bahwa seperti pada masa Orde Baru, “TNI menjamin hal-hal seperti itu tidak akan ada.” Hal itu disampaikan Kresno pada 17 Juli lalu di RRI Pro 3, sebuah program yang disiarkan oleh RRI-stasiun radio publik.
Pengawasan internal selalu kami lakukan melalui mekanisme ketat yang ada di institusi TNI, kata Krasno sambil melontarkan klaim.
“Kalaupun ada tentara yang terlibat bisnis besar atau ‘back-up’ di bisnis tertentu, silakan lapor dan kami akan ambil tindakan,” klaimnya.
Pasal 39 UU TNI yang disahkan pada tahun 2004 melarang prajurit TNI melakukan kegiatan usaha.
Pasal ini juga mencakup pembatasan menjadi anggota partai politik, melakukan kegiatan politik praktis, serta terpilih menjadi anggota dewan legislatif dan jabatan politik lainnya.
Dalam wawancara dengan RRI Pro 3, Crasino menyatakan bahwa larangan melakukan kegiatan bisnis “merupakan hambatan dan kekhawatiran bagi militer”.
Akibatnya, kata Kresno, anggota TNI “tidak berani mencari tambahan nafkah bagi keluarganya” meski beban hidup terlalu berat.
“Mereka hanya ingin mencari waktu ekstra di luar jam kerja aktif untuk menghidupi keluarga secara finansial,” klaim Cresno.
“Beberapa alasan yang dikemukakan Krasno tidak bisa dibiarkan,” kata Ariana Hardjapamangkas. Ari merupakan Ketua Pelaksana Tim Nasional Transisi Bisnis TNI yang dibentuk Pemerintah pada tahun 2009.
Tim yang dipimpin Ari ini mengikuti ketentuan Pasal 76 UU TNI yang menyatakan pemerintah harus mengambil alih seluruh kegiatan usaha yang dimiliki dan dikelola TNI.
“Kalau istri tentara buka toko tidak masalah.” Tapi kalau tentara punya pekerjaan sampingan seperti jual beli mobil, itu tidak boleh, kata Ari melalui telepon.
“Saya sangat tidak setuju dengan usulan pencabutan larangan perdagangan. “Itu melanggar nilai-nilai reformasi yang diperjuangkan TNI pada saat penyusunan undang-undang tersebut,” kata Erie.
Pasal 2 UU TNI saat ini mendefinisikan empat identitas TNI, salah satunya adalah tentara profesional.
Pengakuan tersebut antara lain dimaknai dengan “tentara tidak berdagang, terjamin kesejahteraannya, dan mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi”.
Eri mengatakan, saat berlakunya UU TNI pada tahun 2004 dan pengambilalihan bisnis milik militer, Yusuf Anwar yang saat itu menjabat Menteri Keuangan mengatakan pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan militer selama TNI ada. Independen dari kegiatan ekonomi.
“Semua orang setuju bahwa tentara harus dibayar cukup, mendapat cukup makanan dan gizi yang baik.” “Bagaimana mereka bisa berolahraga kalau pola makannya tidak baik,” kata Arie mengenang perdebatan saat itu.
“Semua orang sepakat bahwa kesehatan anak-anak sekolah dan tentara terjamin. Kita harus membicarakannya. Jangan mencari bisnis. “Bisnis bukanlah spesialisasi militer,” kata Erie.
Tak hanya bagi kalangan militer, perwira menengah dan tinggi TNI juga ikut terikat larangan berusaha. Setidaknya hal itu ditegaskan pada tahun 2011 oleh Purnomo Yusgiantoro yang menjabat Menteri Pertahanan saat itu.
“TNI yang aktif tidak bisa berbisnis,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan Purnomo merujuk pada Wakil Marsekal Pdt Manding Thalib yang saat itu menjabat Komisaris Utama Manajemen PT Saruhita Group.
Namun larangan tersebut dimaknai berbeda oleh Panglima TNI saat itu, Laksamana Agus Suhartuno.
“Dalam aturan kami, satu tahun sebelum masa dinas berakhir, Anda diperbolehkan melakukan peninjauan untuk mempersiapkan masa pensiun,” ujarnya.
Rio Mendong, yang dihadapkan pada masalah keterlibatannya dengan perusahaan swasta, akan pensiun dalam waktu kurang dari setahun.
Selain itu, banyak pasangan militer yang menjadi wirausaha.
BBC News Indonesia menemukan bahwa tidak ada batasan bagi tentara yang istrinya memiliki bisnis.
Hasil usaha istri TNI di Megitan, Jawa Timur, misalnya, dipamerkan ke publik dalam sebuah acara di Kodam Megitan pada Januari 2023. Produk yang dijual pasangan militer tersebut antara lain ayam, teh herbal, dan susu kedelai.
Letkol Dani Indrajya yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Polisi Megaton mengatakan, “Pembentukan anggota Persatuan Istri Angkatan Darat dapat dijadikan contoh untuk meningkatkan taraf hidup keluarga TNI.”
Pameran barang-barang jualan istri prajurit juga digelar di Kodem Lamongan, Januari lalu. Kabarnya, para istri militer berhasil menciptakan peluang bisnis dan tidak hanya dengan suaminya yang bertugas.
“Persit (Ikatan Istri TNI) harus bisa berinovasi,” kata Komandan Codem Lamongan, Letkol. Saat itu Kolkat Veera Purbhavan.
Pada Mei 2019, istri seorang tentara di Padang, Sumatera Barat, terang-terangan mengaku berjualan untuk menunjang pendapatan keluarga.
Katanya, rendang kemasan yang ia jual laris manis di luar Padang.
“Saya khawatir dari mana mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya. “Akhirnya saya mendapat ide untuk memulai usaha rendang,” ujarnya.
Pakar bidang politik dan keamanan Akrar Nosha Bakhti mengatakan, tidak hanya pada level individu, larangan berusaha dalam UU TNI harus dimaknai dalam konteks institusi.
Akran yang pernah bekerja sebagai profesor peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memimpin penelitian bertajuk Jika ABRI Berbisnis.
Pengertian bisnis juga berdasarkan institusi, organisasi bisnis termasuk tentara, kata Akarar.
TNI dinilai belum sepenuhnya lepas dari kegiatan perekonomian, meski pelarangan sudah dilakukan sejak tahun 2004.
“Pendudukan militer yang sebelumnya ingin dihilangkan, belum hilang 100%,” ujarnya.
Bisnis TNI, menurut dokumen Kementerian Pertahanan tahun 2006, mencakup 1.520 unit bisnis. Data ini diberitakan di Harian Kompas oleh Jaleswari Pramodhawardani pada tahun 2009. Saat itu ia menjadi peneliti di LIPI.
Pada tahun 2008, nilai aset bersih yayasan, koperasi, dan perusahaan milik TNI mencapai Rp 2,2 triliun. Sesuai aturan, seluruh unit usaha dan kegiatan harus dialihkan kepada pemerintah melalui Kementerian Pertahanan, paling lambat hingga tahun 2009.
Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP) masih merupakan sebuah bisnis di kalangan militer Indonesia yang mencakup sektor pendidikan dan investasi. Pada Desember 2023, yayasan ini akan melakukan ekspansi ke bisnis transportasi dan logistik.
Saat itu YKEP bekerjasama dengan PT Rancangsemesta Transportindo. Berdasarkan laporan Kantor Berita Antara, pihak yayasan berencana bekerja sama mengalihkan lahan perkebunan ke hasil pertambangan.
“Semuanya butuh transportasi, butuh transportasi, makanya kita coba kembangkan,” kata Tatang Suleiman, purnawirawan jenderal bintang tiga yang menjabat sebagai Ketua Pelaksana YKEP.
Pada Januari 2023, Bank YKEP menandatangani lima bentuk kerja sama dengan bJB. Kedua lembaga tersebut menandatangani perjanjian kredit investasi sebesar Rp 1,05 triliun.
Pemberian fasilitas kredit ritel, bantuan penagihan, dan pembayaran angsuran pinjaman ritel secara kolektif oleh Bank BJB juga didukung oleh patronase YKEP kepada Universitas Jenderal Ahmed Yani.
Jenderal Maroli Semanjotak, saat masih menjabat Panglima Angkatan Darat pada Januari 2024, mengklaim bahwa usaha yang dilakukan YKEP menguntungkan dan mensejahterakan TNI.
“Bertahun-tahun kemudian semakin terasa nyata dan dinikmati oleh para prajurit. Semoga kedepannya manfaatnya semakin meluas dan menyentuh seluruh aspek kehidupan prajurit,” kata Maroli saat itu.
Dalam penelitian LIPI, pada masa Orde Baru, YKEP memiliki usaha yang berkembang mulai dari asuransi, kehutanan, lapangan golf, dan pertambangan. Yayasan tersebut pernah memiliki saham di Bank Artha Graha dan membantu pembangunan proyek Sudirman Integrated Commercial Zone (SCBD).
Penelitian yang sama menyebutkan bahwa TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara juga melakukan kegiatan usaha di berbagai sektor melalui yayasan dan koperasinya, antara lain Bank Bahari dan Bank Angkasa.
Klaim bisnis atas kesejahteraan militer telah dipertanyakan dengan mendukung perjanjian.
Dalam penelitian LIPI Jika ABRI Berbisnis, Ikrar dan rekan-rekan peneliti menemukan bahwa kegiatan bisnis TNI secara institusional “dirancang untuk melayani elit militer, birokrat sipil, dan kelompok bisnis”.
Bisakah TNI menjelaskan kepada kita semua bahwa bisnis yang mereka lakukan benar-benar mendukung kesejahteraan TNI? Kata Pengakuan di telepon.
“Bagaimana kita tahu kebenarannya, berapa besar manfaat yang didapat perwira tinggi hingga menengah, pertama perwira yang mendapat, kemudian bintara, dan perwira swasta?” katanya.
Dalam pesan singkatnya kepada BBC News Indonesia, Laksamana Muda Krasno Buntoro mengakui entitas TNI dilarang berbisnis. “Saya kira TNI tidak melakukan bisnis,” ujarnya.
BBC News Indonesia juga menanyakan tentang usaha penyewaan gedung TNI, salah satunya di Balai Kartini Jakarta. Peternakan tersebut sempat ramai diperbincangkan pada Februari lalu, setelah dijadikan tempat kampanye oleh pasangan Prabowo Sabianto-Jibran Rakaboming.
Jenderal Maroli Samanjotak kemudian mengakui Balai Kartini “milik TNI”. Dia mengatakan siapa pun bisa menyewa gedung itu.
Menanggapi pertanyaan BBC News Indonesia, Cresno mengklaim bahwa “seluruh aset TNI yang digunakan untuk usaha telah mendapat izin dari Kementerian Keuangan dan tidak ada pajak penghasilan negara.”
Namun, Bakti Ahad Nasa mendesak DPR dan pemerintah tidak menerima usulan pencabutan larangan berusaha bagi TNI.
“Jangan buka kotak Pandora,” katanya.
Menindaklanjuti permintaan TNI, menurut pengakuannya, “ibarat memberi cek kosong yang tidak bisa diisi apa pun.”
“Kalau itu diberikan, itu konyol,” katanya.