PBB-P2 Harus Dibayar Setiap Tahun, Berikut Penjelasannya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Memiliki tempat tinggal atau bangunan tidak lepas dari kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau yang kini dikenal dengan PBB-P2 memiliki aturan pajak daerah terbaru yaitu Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mengatur ketentuan terbaru mengenai PBB-P2 meliputi objek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, masa pajak, cara penghitungan pajak, serta tata cara penetapan dan pengenaan biaya.

PBB-P2 dikenal sebagai pajak atas tanah dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.

Sedangkan Bumi merupakan permukaan yang didalamnya terdapat daratan dan air. Sedangkan bangunan gedung adalah bangunan teknis yang ditempatkan atau terletak secara permanen di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Morris Danny menjelaskan, sesuai Pasal 31 ayat (1) dan (2) Perda No. 1 Tahun 2024 disebutkan bahwa ruang lingkup objek PBB-P2 adalah tanah dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang perseorangan atau kelompok, tetapi hanya kawasan yang dipergunakan untuk kegiatan industri perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

“Tanah sebagaimana dimaksud meliputi permukaan tanah hasil operasi pemulihan atau pengisian ulang,” kata Morris dalam keterangannya, Jumat (16/8/2024).

Oleh karena itu, sebelum membahas mengenai pos PBB-P2 yang dikecualikan, Anda harus mengetahui terlebih dahulu pengertian wajib pajak.

“Pasal 32 ayat (1) dan (2) Perda No. , dan/atau menerima manfaat dari properti tersebut,” kata Morris.

Diungkapkan juga ada pos PBB-P2 yang dikecualikan yaitu kepemilikan, penguasaan dan/atau penggunaan:

1. Tanah dan/atau bangunan kantor pemerintahan, kantor pemerintahan daerah, dan kantor tata usaha negara lainnya yang terdaftar sebagai milik negara atau milik daerah provinsi DKI Jakarta dan daerah lainnya.

2. Tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang agama, pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak menghasilkan keuntungan.

3. Tanah dan/atau bangunan yang hanya dipergunakan sebagai tempat pemakaman (cemetery), monumen kuno, atau sejenisnya.

4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan pelestarian alam, hutan wisata, taman nasional, lahan penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dimanfaatkan dengan hak.

5. Tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh agen diplomatik dan konsulat didasarkan pada asas keserasian.

6. Tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

7. Tanah dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, jalan raya terpadu (Mass Rapid Transit), jalan raya terpadu (Light Rail Transit), atau sejenisnya.

8. Tanah dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Gubernur.

9. Tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan yang dipungut oleh pemerintah.

Berikut dasar penerapan PBB-P2:

1. Dasar penerapan PBB-P2 adalah Nilai Jual Barang Kena Pajak (NJOP).

2. Nilai Jual Barang Kena Pajak (NJOP) ditentukan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.

3. Nilai Jual Barang Kena Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tahun.

4. NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp60.000.000 untuk setiap wajib pajak.

5. Apabila Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu pos PBB-P2 di wilayah Provinsi DKI Jakarta, NJOPTKP hanya diberikan untuk satu pos PBB-P2 pada setiap tahun pajak.

6. Nilai Jual Barang Kena Pajak (NJOP) yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 ditetapkan minimal 20 persen dan maksimal 100 persen dari NJOP setelah NJOPTKP dikeluarkan.

7. Persentase yang ditetapkan pada kelompok barang PBB-P2 dilakukan dengan memperhatikan: kenaikan NJOP hasil penilaian, bentuk penggunaan bahan perpajakan, dan pemungutan NJOP pada suatu daerah. .

8. Besaran NJOP ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 diatur dalam Peraturan Gubernur

10. Ada ketentuan lebih lanjut mengenai persentase NJOP dan pertimbangan pengaturannya dalam peraturan gubernur Morris mengatakan, dalam peraturan daerah terbaru ini tarif PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,5 persen dalam PBB-P2 pangan dan peternakan. negara produksi. sebesar 0,25 persen “Untuk menentukan Masa Pajak atau Tahun Pajak adalah satu tahun takwim dengan cara menghitung PBB-P2 yaitu tarif pokok PBB-P2 yang harus dibayar, kemudian dikalikan NJOP untuk menghitung PBB-P2. di tingkat PBB-P2,” ujarnya.

Morris menjelaskan, besaran PBB-P2 yang terutang ditentukan pada saat kepemilikan, penguasaan, dan/atau penggunaan tanah dan/atau bangunan. Waktu pasti penghitungan PBB-P2 didasarkan pada status pos PBB-P2 pada 1 Januari.

“Area pengumpulan PBB-P2 yang harus dibayar adalah​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​Wilayah Divisi DKI Jakarta, yang mencakup lokasi PBB -Produk P2, juga berada di wilayah pengumpulan PBB-P2 DKI Jakarta yang terdapat daratan dan/atau terdapat bangunan di laut pedalaman dan perairan pedalaman dalam negeri seperti bangunan dan seterusnya, seperti bangunan yang berada di luar laut pedalaman dan perairan pedalaman negara, yang teknis konstruksinya tersambung dengan bangunan di darat, kecuali pipa dan kabel bawah air, ”ujarnya.

Pemahaman PBB-P2 sangat penting bagi seluruh wajib pajak, karena dengan cara inilah wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kini wajib pajak semakin mudah membayar pajak melalui aplikasi pajak online atau platform e-commerce. Bergabunglah bersama kami, wujudkan Jakarta lebih sejahtera dengan menghormati kewajiban perpajakan Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *