Demikian dilansir reporter Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setiap tahunnya, tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri.
Psikiater Lahargo Kembaren, SpKJ, MD mengatakan, dampak fenomena bunuh diri bukanlah hal yang sepele.
Untuk setiap kasus bunuh diri, 135 orang terkena dampaknya.
Berikut tanda dan gejala ketika seseorang ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri:
1. Mengatakan ingin mati atau bunuh diri
2. Bicara tentang perasaan hampa, hampa, dan tidak punya alasan untuk hidup.
3. Membuat rencana bunuh diri, seperti browsing website tentang cara bunuh diri, membeli alat/alat bunuh diri, dan membeli obat-obatan dalam jumlah besar
4. Bicarakan tentang perasaan bersalah dan malu yang luar biasa
5. Terjebak dan merasa tidak ada jalan keluar.
6. “Sakit” dalam waktu lama tanpa ada perbaikan fisik/mental
7. Merasa menjadi beban bagi orang lain
8. Minum minuman keras atau penggunaan narkoba
9. Kecemasan dan kekhawatiran
10. Jauhi keluarga dan teman
11. Mengubah rutinitas tidur dan makan
12. Menunjukkan perilaku marah atau keinginan balas dendam
13. Terlibat dalam perilaku berisiko seperti ngebut dan mengemudi ugal-ugalan. Akan ada lebih banyak pembicaraan dan pemikiran tentang kematian
15. Perubahan suasana hati secara tiba-tiba, dari sangat sedih menjadi sangat tenang menjadi sangat bahagia
16. Meninggalkan jabatan penting dalam pekerjaan dan berhenti belajar/bekerja
17. Ucapkan selamat tinggal pada teman dan keluarga
18. Buatlah surat wasiat
19. Postingan tentang bunuh diri dan kematian di media sosial.
Ada beberapa faktor risiko berkembangnya perilaku bunuh diri, yaitu:
Misalnya depresi, gangguan jiwa lainnya (skizofrenia, gangguan bipolar, penyalahgunaan zat), kondisi medis tertentu, nyeri kronis, riwayat perilaku bunuh diri di masa lalu, riwayat bunuh diri oleh anggota keluarga, gangguan jiwa, dan penyalahgunaan zat, kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pelecehan verbal, fisik, dan seksual, memiliki senjata berbahaya di rumah, baru saja dibebaskan dari penjara, terpapar perilaku bunuh diri oleh orang lain (misalnya, keluarga, teman, bintang film/penggemar selebriti)
“Banyak orang yang merasakan faktor risiko tersebut, namun tidak melakukan bunuh diri. Penting untuk diketahui bahwa perilaku bunuh diri merupakan manifestasi dari stres yang dimiliki seseorang. Setiap pikiran dan perilaku untuk bunuh diri harus ditanggapi dengan serius dan harus segera dicari pertolongan,” ujarnya. Diberitakan di Jakarta pada Selasa (10/9/2024).
Menghadapi
Jika ada tanda, gejala, dan faktor risiko perilaku bunuh diri, pengobatan segera diperlukan. Hal-hal yang dapat Anda lakukan antara lain:
1. Berkomunikasi secara mendalam dan membantu Anda memahami bahwa kekhawatiran Anda tidak benar.
2. Memberi tahu dia bahwa dia tidak sendirian dan ada banyak orang yang bersedia dan mampu membantu.
3. Merespon krisis dengan segera berdasarkan tingkat risiko bunuh diri. Lakukan ini.
4. Konsultasi dengan ahli kesehatan jiwa yang memberikan pendampingan dan evaluasi serta pengobatan yang tepat.
5. Jika pikiran untuk bunuh diri muncul kembali, cobalah mencari bantuan dan tinggalkan nomor telepon Anda.
6. Memindahkan benda-benda berbahaya yang dapat digunakan sebagai sarana bunuh diri.
Mendekati
Ketika seseorang dengan perilaku bunuh diri dirujuk ke ahli kesehatan mental, mereka menerima perawatan yang sesuai dengan kondisi mental yang mereka alami.
1. Pengobatan/Pengobatan: Clozapine adalah obat pilihan untuk mengurangi risiko bunuh diri: antipsikotik, antidepresan, ansiolitik, dan penstabil suasana hati.
2. Psikoterapi: Terapi bicara dapat meningkatkan kondisi psikologis orang yang ingin bunuh diri dan mengubah kognisinya.
3. TMS (Transcranial Magnetic Stimulation) adalah terapi stimulasi/modulasi yang memberikan rangsangan gelombang elektromagnetik, neurofeedback dan ECT (Electroconvulsive Therapy) ke otak, biasanya di wilayah DLPFC (posterior lateral prefrontal cortex).
4. Suntikan esketamin intranasal dengan cepat mengurangi gejala depresi dan kecenderungan bunuh diri.
“Kehidupan saat ini sangat menegangkan, belum lagi trauma psikologis masa lalu dan pemikiran berlebihan tentang masa depan membuat hidup setiap orang tidak terpuaskan,” kata kepala fasilitas rehabilitasi mental Rumah Sakit Kesehatan Jiwa Nasional. Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.