TRIBUNNEWS.COM – Kontroversi seputar pelabelan air kemasan bebas bisphenol A (BPA-free) (AMDK) membuahkan hasil positif.
Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui Peraturan Utama BPOM (Perka) Nomor 6 Tahun 2024 yang mewajibkan pemberian label BPA pada air minum kemasan. Peraturan ini merupakan perubahan kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Pelabelan Pangan Olahan.
Aturan ini memuat dua ketentuan penting. Pasal pertama adalah Pasal 48A(1), yang mewajibkan produsen air minum dalam kemasan untuk mencantumkan pernyataan bahwa air minum dalam kemasan harus disimpan di tempat yang bersih dan sejuk, jauh dari sinar matahari langsung dan benda-benda yang berbau masu.
Kedua, Pasal 61A mewajibkan air kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat diberi label dengan pernyataan berikut: “Dalam kondisi tertentu, BPA dapat terlepas dari kemasan polikarbonat ke dalam air minum kemasan.” Pasal tersebut menjelaskan bahwa harus ada peringatan.
Pergerakan BPA dalam tubuh dan pengaruhnya terhadap kesehatan
Seperti diketahui, BPA merupakan senyawa yang dapat mengganggu sistem endokrin dan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Profesor Junaidi Kotib, S.Si., Apt., M.Kes., Ph.D., pakar farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa BPA meniru hormon dalam tubuh dan biasanya mengaktifkan reseptor hormon bisa ditempel di badan. Oleh hormon alami.
“Ketika fungsi senyawa endokrin diganggu oleh BPA, maka keadaan fisiologis ini bergeser ke keadaan patofisiologis. Beberapa referensi antara lain penyakit endokrin seperti diabetes, hipertensi, masalah kesuburan, kanker, dan kejiwaan. profesor itu menjelaskan. Pada Sabtu (22/6/2024), Junaidi diwawancarai Tribun News.
Dalam petunjuknya disebutkan bahwa BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke air minum dalam kondisi tertentu, terutama keasaman cairan, suhu penyimpanan, dan paparan sinar matahari.
“Data dari tiga inspeksi fasilitas manufaktur menggunakan metode tervalidasi pada tahun 2021-2022 menyimpulkan bahwa jumlah BPA yang bermigrasi dari kemasan polikarbonat kemungkinan akan meningkat seiring dengan siklus penggunaan kembali galon,” kata Profesor Junaidi.
Profesor juga menekankan hal ini. Junaidi mengatakan anak-anak dalam masa pertumbuhan dan ibu hamil merupakan kelompok umur yang paling rentan terhadap paparan BPA.
Oleh karena itu diresmikannya Perka BPOM n. Juni 2024 akan menjadi langkah penting untuk mengedukasi masyarakat dan mengurangi risiko paparan BPA.
Label BPA adalah cara untuk melindungi konsumen
Menurut Profesor Junaidi, aturan baru BPOM ini menunjukkan dukungan pemerintah kepada masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat dari produk-produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Ia meyakini pelabelan risiko BPA akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilih produk AMDK yang berkualitas untuk menjaga kualitas hidup di masa depan.
Pada saat yang sama, jelas bahwa produsen mempunyai tanggung jawab untuk melindungi konsumen produk AMDK, terutama dalam hal menjamin keamanan dan kualitas produk yang diproduksi.
Sekadar informasi, Peraturan Utama BPOM Nomor Juni 2024 memberikan tenggang waktu empat tahun bagi produsen untuk beradaptasi.
Profesor. Junaidi menilai periode ini cukup bagi industri AMDK untuk secara bertahap mengganti galon polikarbonat dengan jenis yang lebih aman.
Ia juga menekankan bahwa produsen harus terus memikul tanggung jawab sosialnya untuk menjaga kesehatan masyarakat dengan menerapkan praktik terbaik selama masa transisi. (***Yu***)