Petuah Sesepuh Dayak Iban Apai Janggut di Hadapan Menteri AHY dan Delegasi ASEAN

Dilaporkan oleh reporter Tribunnews.com Geeta Irawan

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Penggiat lingkungan hidup dari masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik Bandi Anak Ragai atau Apai Janggut memberikan masukan mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Perkenalan tersebut disampaikannya kepada Menteri ATR/BPN Agus Harimurthy Yudhoyono dan beberapa delegasi ASEAN yang hadir pada Ulayat International Land Registration Best Practices Meeting di Indonesia dan negara-negara ASEAN di Trans Luxury Hotel. Bandung pada Kamis (5/9/2024).

Apai Janggut mengawali ceramahnya dengan sapaan Dayak Iban yang artinya disana bumi diinjak, langit ditopang.

Berbicara dalam bahasa tersebut, Dayak Apai Janggut juga menyampaikan pesan kepada para leluhurnya untuk terus menjaga tanah adat mereka demi anak cucu mereka.

Lalu dia mengatakan bahwa bagi mereka, Prey adalah ayahnya. 

Pasalnya, 80 persen keseharian masyarakat Iban tidak lepas dari hutan. 

Mangsa dianggap sebagai ayah karena memberi mereka tempat untuk menghasilkan uang.

“Bumi adalah ibu. Karena dari tanah itulah kita bisa bercocok tanam dan dari tanah itulah kita bisa mengatur kehidupan kita. Juga.

“Dan kemudian kami menganggap sungai sebagai darah kami. Jika air sungai mencemari lingkungan, maka darah tidak lagi dapat bertahan seperti air. Ketika lingkungan tidak lagi bagus, air menjadi keruh. “Dan dibandingkan dengan manusia, itu berarti ada sesuatu yang tidak baik bagi kita.”

Ia juga memuji beberapa prestasi yang diraihnya bersama masyarakat Dayak Iban Sungai Utik atas upayanya melestarikan lingkungan.

Ia mengatakan yang pertama adalah sertifikasi eco-label yang dikeluarkan oleh mantan Menteri Kehutanan M.S. Kaban, 7 Agustus 2008.

“Dilanjutkan dengan percontohan desa berorientasi hutan di tingkat nasional, ketika Wana Conservation Award diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2011,” ujarnya disertai ucapan selamat dari hadirin.

“Kemudian pada tahun 2019 ini kita juga berhasil meraih Kalpataru Award kategori penyelamatan lingkungan hidup. Kemudian kita lanjutkan dengan prestasi yang diutus Apai untuk meraih penghargaan UNDP Equator di New York. Lalu akhirnya Datanglah ke Gulbenkian Awards sertifikat dalam bahasa Portugis.”

Saat giliran AHY, ia juga mengutip nasihat Apai Janggut tentang pentingnya hutan, tanah, dan sungai bagi masyarakat adat.

Selain itu, dalam wawancara dengan media, AHY juga mengutarakan nasehat Appai Janggut.

“Sehingga persamaan nilai-nilai budaya yang dominan akan tetap relevan selamanya,” ujarnya.

“Dunia kini menghadapi krisis iklim. Menghadapi tantangan akibat peningkatan populasi, lebih banyak lahan, dan kebutuhan industri dan ekonomi yang lebih besar. “Jadi kita harus melindunginya.”

Untuk itu, menurutnya, Kementerian ATR/BPN harus memperhatikan penataan ruang daerah. 

Sebab, menurutnya penataan ruang merupakan agenda penting untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga alam.

“Itulah sebabnya perencanaan ruang merupakan agenda penting bagi pertumbuhan ekonomi,” katanya. “Masa depan dapat diukur dan sekali lagi alam kita dapat dilindungi.”

Konferensi Internasional Sertifikasi Tanah Ulayat yang diselenggarakan pada tanggal 4 hingga 7 September di Bandung bertajuk “Praktik Terbaik Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia dan Negara-Negara ASEAN: Sosialisasi Tanah Ulayat di Indonesia”.

Konferensi ini dihadiri oleh delegasi pemerintah dari berbagai negara yang fokus pada tanah adat, antara lain Thailand, Malaysia, Timor Timur, Laos, dan Filipina.

Kegiatan ini juga melibatkan organisasi masyarakat sipil (CSO) internasional yang telah memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, khususnya yang terlibat dalam kepemilikan tanah.

Ini termasuk Global Resource Institute (WRI), Global Lincoln Institute, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), dan Bank Dunia.

Selain itu, hadir juga perwakilan dari pemerintah daerah dan beberapa perguruan tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *