Diposting oleh jurnalis Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG – Pemerintah menargetkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 23 persen pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 31 persen pada tahun 2050.
Penggunaan energi terbarukan seperti bioenergi dapat menjadi cara yang diperlukan untuk mengurangi emisi dan mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi bahan bakar fosil di semua sektor, seperti pembangkit listrik, rumah tangga, bisnis dan transportasi.
Bioenergi, termasuk biofuel, berperan penting dalam mendukung transisi energi Indonesia dan mengurangi emisi.
Pakar proses konversi biomassa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ronny Purwadi mengatakan, penggunaan bioenergi seperti bioetanol yang kompatibel dengan kendaraan yang ada dapat menjadi upaya pengganti bahan bakar fosil.
“Bioetanol bisa dihasilkan dari bahan baku seperti gula dan pati, sehingga lebih hemat energi dibandingkan bensin,” ujarnya.
“Meskipun bioetanol dapat diproduksi dari bahan pangan dan non pangan, seperti jagung dan kentang, namun produksinya masih terbatas di Indonesia,” kata Ronny pada Media Diskusi Bioetanol dan Test Drive FFV di Pabrik Karawang, Karawang, Jawa Barat. , Kamis (9 Mei 2024).
Bahan bakar etanol sendiri memiliki performa yang lebih baik dan emisi yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Kombinasi etanol dalam bahan bakar fosil bertujuan untuk mengurangi emisi dan impor minyak ke dalam negeri.
Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam untuk bioetanol dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam budidaya dan pengolahan produk bioetanol. Hal ini jelas sejalan dengan perubahan semangat dan energi seiring berjalannya waktu.
Etanol merupakan bahan bakar masa depan yang dapat menciptakan siklus positif peningkatan penggunaan bioetanol dengan memanfaatkan tanaman yang dibudidayakan petani dapat meningkatkan keuangan dan kesehatan mereka.
“Kalau petani sukses maka mereka bisa membeli mobil lagi, ini yang disebut lingkaran kebajikan. Penjualan dan konsumsi akan meningkat ketika pasokan bahan bakar fosil berkurang,” kata Ronny.
Namun akibat yang terjadi saat ini adalah dengan bertambahnya jumlah mobil maka pasokan bahan bakar fosil akan meningkat, sedangkan bioenergi yang dihasilkan oleh petani tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari peningkatan ke bahan bakar etanol, antara lain memenuhi komitmen penurunan emisi karbon dan memenuhi target pemanfaatan EBT pada tahun 2030, meningkatkan kerja sama EBT untuk mengintegrasikan negara, menjamin stabilitas dan kebebasan.
Selain itu, juga mengurangi konsumsi dan pengiriman bahan bakar, efisiensi mesin, sehingga menghasilkan manfaat tambahan dari pengurangan pasar domestik, dan menjadikan lapisan hijau modal terbarukan, tidak beracun, dan dapat terurai secara hayati.
“Bahan bakar etanol sekarang digunakan hampir di seluruh dunia. Banyak negara yang sudah mencampurkan bensin dengan etanol. Ada yang mencampur dengan lima persen, ada yang dengan 10 persen. Saat ini, bahan bakar etanol yang tersedia di Indonesia hanya 5 persen, namun di masa depan mungkin ada bahan bakar etanol. lebih besar,” jelas Ronny.
Toyota Indonesia kini bisa memproduksi mesin yang menggunakan bahan bakar bioetanol dan campuran etanol pada mobil berteknologi ICE di Fortuner Flexy Fuel Vehicle (FFV), serta mobil berteknologi listrik di Kijang Innova Zenix Hybrid FFV.