Laporan reporter Tribunnews.com Ilham Riyan Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dakwaan Jaksa Agung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap uang eksponensial yang dikantongi mantan Hakim Agung (MA) Ghazalba Saleh.
Ghazalba Saleh menerima uang hasil proses kasasi dan peninjauan kembali (PC).
Untuk perkara kasasi, Jaksa KPK mengungkapkan Ghazalba Saleh menerima uang sebesar S$18.000 dari pihak berperkara yang merupakan terpidana Jawahirul Fuad.
Sebagai imbalannya, terpidana Jawahirul meminta agar dibebaskan dari kasus pengelolaan limbah B3 tanpa izin hingga dinyatakan bersalah dan divonis 1 tahun penjara.
Keputusan tersebut dikukuhkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021.
Jawahirul mengajukan pengaduan dalam perkara teregistrasi nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022.
Ia kemudian menghubungi Ghazalba melalui pengacara bernama Ahmad Riyad.
Secara singkat, Ahmad Riyad bertemu dengan Ghazalba selaku majelis hakim kasus kasasi Jawahirul.
Ghazalba sepakat melepas Jawahirul dengan harga yang disepakati Ahmad Riyad sebesar Rp 650 juta.
Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terdakwa menerima sejumlah uang dari Jawahirul Fuad sebagai pihak yang berkepentingan dengan jabatan terdakwa sebagai Ketua Hakim Republik Indonesia sebesar Rp650.000.000 terkait dengan nomor perkara kasasi. 3679 K /PID.SUS-LH/2022,” kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan terhadap Ghazalba di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024).
Jaksa KPK mengungkapkan, Ghazalba menerima bagian sebesar S$18.000 atau sekitar Rp 200.000.000 atau dengan kurs saat ini sebesar R213.321.600.
Sedangkan Ahmad Riyad mendapat saham senilai Rp 450 juta.
Bahwa terdakwa bersama Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad sebesar Rp650 juta yang mana terdakwa mendapat bagian sebesar SGD 18.000 atau setara Rp200 juta sedangkan sisanya sebesar Rp450 juta diterima sebagai bagian. Ahmad Riyad tentang penerimaan kepuasan berupa sejumlah uang di atas,” kata jaksa KPK.
Putusan bebas dalam perkara kasasi Jawahirul dibacakan pada 6 September 2022.
Gazalba disebut meminta Prasetio Nugroho selaku Asisten Ketua Mahkamah Agung menyiapkan resume perkara nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan putusan “Penerimaan Terdakwa”.
Jaksa KPK mengatakan, ringkasan perkara tersebut dibuat oleh Prasetio, meski berkas perkaranya belum diterima Gazalba.
Berdasarkan ringkasan yang dibuat Prasetio, Ghazalba menggunakannya sebagai dasar penyusunan lembar pendapat hakim (advise blaad).
“Pada tanggal 6 September 2022, di Kantor Mahkamah Agung RI, J.I./2022 dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi pemohon kasasi II Jawahirul Fuad yang pada pokoknya menyatakan Jawahirul Fuad bebas atau tuntutannya dinyatakan bebas. batal demi hukum,” kata jaksa KPK.
Sedangkan dari kasus PK, Ghazalba diduga menerima Rp37 miliar dari Jaksa KPK.
Ghazalba menerima uang tersebut bersama pengacara Neshavati Arsjad yang masih kerabat Ghazalba.
Uang tersebut didapat dari pengurus PK Jafar Abdul Ghafar.
Bahwa pada tahun 2020, terdakwa mengadili perkara PK terhadap terpidana Jafar Abdul Ghafar dengan nomor registrasi perkara 109 PK/Pid.Sus/2020, dimana Jafar Abdul Ghafar didampingi oleh kuasa hukum Neshawati Arsyad yang juga merupakan kerabat terdakwa. Kemudian pada tanggal 15 April 2020 diserahkan PK terpidana Jafar Abdul Ghafar kepada terdakwa, kata jaksa.
Atas pengurusan perkara ini, terdakwa dan Neshawati Arsyad menerima uang sejumlah Rp37 miliar dari Jafar Abdul Ghafar, sambung jaksa penuntut umum. Mahkamah Agung Republik Indonesia (https://www.mahkamahagung.go.id/)
Jafar Abdul Ghaffar dibebaskan dari hukuman 12 tahun penjara setelah permohonan PC-nya disetujui Mahkamah Agung pada Rabu, 15 April 2020.
Sebelumnya, Jaksa PN Samarinda memutuskan Jaafar Abdul Gaafar melakukan pemerasan (pungli) saat bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Palaran yang dikelola Koperasi Samudera Sejahtera.
Oleh karena itu, mantan Ketua DPD Golkar ini melalui kuasa hukumnya, Amirul Mukminin, Sutrijono, dan Kiki Saepuddin, mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung pada 21 Februari 2020.
Perkara ini disidangkan oleh Ketua Majelis Hakim Andi Samsan Nganro dan Ghazalba Saleh serta Eddie Armi.