TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri semen Indonesia dan China berkolaborasi mengelola heat recovery melalui program pertukaran yang diselenggarakan oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).
Pejabat Pengembangan Industri UNIDO Yunrui Zhou mengatakan keberlanjutan penting bagi industri semen. Oleh karena itu, UNIDO memfasilitasi pertukaran informasi antara industri semen Tiongkok dan Indonesia.
UNIDO mendukung terwujudnya industri semen Indonesia yang mengedepankan energi dan lingkungan hidup melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dalam Industri Energi dan Ramah Lingkungan (SAP 150240) bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Kementerian Perindustrian Republik Tiongkok. Indonesia dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI),” kata Yunrui Zhou pada pembukaan heat exchanger di Jakarta, Senin, 29 Juli 2024.
Yunrui menjelaskan, China memiliki industri semen yang bagus dan efisien dari segi material dan energi. Saat ini, sektor semen menghabiskan banyak sumber daya dan energi.
Faktanya, jika limbah panas dapat dikumpulkan dan digunakan kembali pada produksi selanjutnya, biaya pengelolaan limbah dan biaya energi untuk produksi semen akan berkurang.
Proses pemulihan panas terdiri dari dua langkah, langkah pertama dan langkah gabungan. Pra-pemrosesan melibatkan penyiapan limbah agar sesuai untuk dicampur dalam tempat pembakaran semen.
Sampah diubah dari sampah yang tidak diinginkan menjadi sumber daya yang disebut AFR, atau bahan bakar alternatif, dan bahan mentah yang disebut bahan bakar padat daur ulang. Proses gabungan tersebut melibatkan penggunaan AFR dalam produksi semen
Standar ini dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar yang digunakan sebelumnya, termasuk batu bara, gas, dan Coca-Cola.
“Melalui proyek ini, kedua negara dapat bekerja sama dan berbagi pengetahuan dan sumber daya,” kata Yunrui.
Andi Rizaldi, Kepala Badan Kebijakan dan Standar Jasa Industri (BSKJI), menyambut baik kerja sama kedua negara. Menurut Andi, diperlukan kerja sama antar negara untuk menurunkan emisi di sembilan negara tersebut.
“Kita bisa bertukar pikiran dengan dunia usaha di China. Selain itu, industri semen di China lebih sukses, yang keenam. Kita bisa bersinergi untuk mengurangi limbah,” kata Andi.
Ding Zhijun, wakil direktur Departemen Energi dan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok, mengatakan Tiongkok belum menerapkan reformasi energi di industri energi terbarukan. Selain itu, Tiongkok juga fokus pada pengurangan emisi karbon.
“Saat ini tingkat polusi udara di Tiongkok bagus. Emisinya turun 30 persen,” kata Ding Zhijun.
Ia menyambut baik program pertukaran yang dilakukan perusahaan semen Indonesia dan China melalui organisasi UNIDO.
Presiden Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo menyambut baik program ini untuk bertukar ilmu dan pengalaman yang baik karena terkait dengan visi dan misi perusahaan dalam hal karbon transportasi.
Banyak upaya yang dilakukan ASI untuk melakukan dekarbonisasi, seperti peningkatan efisiensi energi, produksi semen alam, dan konversi bahan bakar fosil menjadi energi alternatif.
“Kami punya peta jalan dan dibandingkan tahun 2010 kami melihat penurunan emisi dari 730 CO per kilogram menjadi 620 CO per kilogram,” ujarnya.
Permasalahan yang dihadapi industri semen adalah investasi di bidang teknologi karena harus berhadapan dengan penggunaan bahan bakar lain, kebijakan pemerintah yang perlu terintegrasi, bahan bakar alternatif dan fleksibilitas perizinan serta kesulitan mendapatkan bahan bakar alternatif di beberapa daerah.
“Kami berharap ada insentif agar pabrik semen bisa dengan mudah mengganti peralatannya,” ujarnya.