TRIBUNNEWS.com – Koresponden Al Mayadeen di Yaman memberitakan, pesawat dua sekutu Israel, Amerika Serikat (AS) dan Inggris, menyerang Pulau Kamran pada Senin (12/8/2024), yang merupakan bagian dari Kegubernuran Hodeida.
Serangan AS dan Inggris dilakukan sebagai upaya menghentikan dukungan terhadap kelompok bersenjata Yaman, Houthi, dalam membela warga sipil Palestina yang menjadi korban serangan Israel di Jalur Gaza.
Sebelumnya, pada Jumat (9/8/2024), Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) melaporkan sebuah RPG dan rudal meledak di dekat sebuah kapal yang berlayar di selatan Mokha, Yaman.
Selanjutnya, UKMTO juga melaporkan serangan lain yang dilakukan kapal tak berawak terhadap kapal yang terletak 45 mil laut selatan Mokha di lepas pantai Yaman.
Komando Pusat AS (CENTCOM) juga mengklaim, pada Kamis (8/8/2024) pasukan gabungan berhasil menghancurkan dua rudal jelajah antikapal dan satu kapal tak berawak di Laut Merah yang diluncurkan Houthi.
Tak lama setelah pesawat tempur Amerika dan Inggris menyerbu provinsi Hodeidah, CENTCOM juga mengklaim telah menghancurkan “stasiun kendali darat” yang terletak di wilayah yang dikuasai Sanaa.
Rabu dini hari (7/8/2024), AS dan Inggris juga melancarkan serangan ke Taiz di barat daya Yaman.
Pada hari yang sama, Houthi mengumumkan bahwa mereka telah melancarkan tiga operasi militer yang menargetkan kapal selam Ono di Laut Merah.
Juru bicara Houthi Brigadir Jenderal Yahya Saari mengatakan pasukan mereka menggunakan rudal balistik dan drone dalam operasi tersebut.
Dia mengatakan kapal itu menjadi sasaran “karena perusahaan pemiliknya melanggar keputusan (Israel) yang melarang akses ke pelabuhan-pelabuhan Palestina yang diduduki.”
Setelah itu, operasi lainnya adalah menargetkan kapal perusak AS Cole di Teluk Aden menggunakan drone.
Dalam operasi ketiga, Houthi menggunakan rudal balistik untuk menargetkan kapal perusak AS, Laboon.
“Menargetkan dua kapal perusak AS saat mereka melewati wilayah operasi Houthi menuju Laut Merah bagian utara adalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk menantang dukungan militer AS terhadap pendudukan Israel,” kata Sari.
Sebagai informasi, sejak Januari 2024, AS dan Inggris telah melancarkan puluhan serangan udara ke Yaman yang mengakibatkan puluhan korban jiwa.
Serangan itu merupakan upaya dua sekutu Israel untuk mengakhiri operasi Houthi di Laut Merah untuk mendukung Gaza.
Houthi sendiri telah menargetkan kapal-kapal afiliasi Israel yang transit di Laut Merah sejak serangan Tel Aviv ke Gaza pada 7 Oktober 2023. Houthi mengonfirmasi bahwa Iran dan Poros Perlawanan akan menyerang Israel
Sementara itu, di tengah rumor tertundanya balas dendam atas kematian kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh, pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, menegaskan bahwa Iran dan Poros Perlawanan akan terus menyerang Israel.
Abdul Malik menegaskan bahwa penundaan serangan balasan oleh Iran dan Poros Perlawanan merupakan masalah strategis dalam mengubahnya menjadi respons yang efektif.
Sebab, katanya, pembunuhan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh dan komandan senior Hizbullah Fuad Shukar berdampak pada seluruh wilayah.
“Musuh Zionis (Israel) berada dalam kondisi ketakutan dan kepanikan yang besar setelah menciptakan ketegangan yang berbahaya,” ujarnya, seperti dikutip IRNA, jaringan berita Yaman, Al Masirah, Kamis (8/8/2024).
Abdul Malik mengatakan para pejabat Iran telah menekankan bahwa pembalasan terhadap Israel tidak dapat dihindari dan apa yang akan terjadi tidak dapat diabaikan dengan cara apa pun.
Ia menggarisbawahi, “Musuh Zionis tahu pasti bahwa jawabannya (serangan balasan) akan datang. Mereka bersiap di bawah pengawasan Amerika Serikat (AS) dan dengan kerja sama Barat serta banyak pemerintah Arab.”
“Tidak ada tekanan atau apa pun yang dapat menghalangi kami melakukan respons ini (serangan balasan). Seruan, pesan, dan mediasi terus memfasilitasi respons Iran.”
Namun kami tetap menentang secara terbuka upaya tersebut karena rezim Zionis (Israel dan AS) mengincar tamu Iran (Haniyeh), jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Abdul Malik juga menegaskan Yaman akan membalas serangan Israel terhadap pelabuhan Hodeidah bulan lalu.
Sebelumnya, laporan menyebutkan Iran menunda serangan balasannya terhadap Israel sambil menunggu hasil pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi.
Ketegangan meningkat di Timur Tengah menyusul pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang bersumpah akan “menghukum berat” Israel sebagai tanggapan atas kematian Haniyeh.
“Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu-tamu tercinta kami di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka,” kata Khamenei dalam pernyataannya, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera.
“Rezim Zionis juga sedang mempersiapkan hukuman berat bagi dirinya sendiri,” katanya.
Khamenei juga menegaskan bahwa sudah menjadi tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.
Khamenei menyampaikan belasungkawanya kepada keluarga Haniyeh dan kelompok Palestina, dengan mengatakan, “Kami menganggap tugas kami untuk membalas darahnya (kematian Haniyeh) dalam insiden pahit dan sulit di wilayah Republik Islam ini.”
Sekadar informasi, Hanih tewas dalam serangan dini hari di Teheran pada 31 Juli 2024, saat hendak menghadiri acara pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezheshkian.
Pelantikan Pezeshkian dicatat sebagai penampilan terakhir Haniyeh.
Selain Haniyeh, pengawal pribadinya dan wakil komandan Brigade Al-Qassam Wasim Abu Shaaban juga tewas dalam penyerangan tersebut.
Jenazah Haniyeh dimakamkan di Qatar pada Jumat (2/8/2024).
Setelah Haniyeh terbunuh, Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai kepala Biro Politik yang baru.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)