Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara ketentuan syarat usia calon kepala daerah dalam UU Pilkada. Keputusan ini diambil delapan hakim MK tanpa mengacu pada Anwar Usman.
Sidang putusan perkara nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Universitas Podomoro, Anthony Lee, digelar di Gedung MK, Selasa (20 Agustus). .
Mula-mula Hakim MK Arsul Sani membacakan catatan Mahkamah Konstitusi atas permohonan paslon dan peraturannya. Salah satu permintaannya adalah meminta Mahkamah Konstitusi mengecualikan Anwar Usman untuk mendengarkan pertanyaan terkait UU Pilkada.
Arsul Sani mengatakan, tuntutan tersebut tidak berdasar secara hukum.
Pasalnya, Anwar Usman sempat menyatakan tak akan terlibat dalam penentuan persyaratan terkait persyaratan usia.
Hal itu disampaikan Anwar saat sidang hakim pada 17 Juli 2024. Ia mengatakan Anwar sempat menyatakan tidak akan ikut serta dalam penyelesaian kasus tersebut agar tidak menimbulkan kecurigaan.
“Pada tanggal 17 Juli 2024, kami mendengar langsung dari Hakim Konstitusi Anwar Usman bahwa beliau tidak akan ikut serta dalam memutus permohonan mengenai syarat usia tersebut. Hal ini didengar oleh Pengadilan. Pengadilan mengumumkan agar semua pihak tidak ragu-ragu dalam penyidikan. proses perkaranya sesuai ketentuan ayat (2) pasal 7 UU e Oktober 2016,” kata Arsul.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan, keputusan tersebut diambil dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri delapan hakim MK, tanpa Anwar Usman, pada Kamis (1 Agustus).
Dalam pembahasannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan syarat final calon kepala daerah harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pasangan calon.
Mahkamah Konstitusi menyebut praktik yang terjadi saat ini menunjukkan persyaratan usia calon kepala daerah diperhitungkan saat menentukan pasangan calon KPU.
Mahkamah Konstitusi menilai syarat usia calon kepala daerah diperhitungkan saat menentukan pasangan calon pada Pilkada 2017, 2018, dan 2020.
Perhitungan yang sama juga berlaku untuk pendaftaran calon presiden, wakil presiden, dan calon anggota legislatif, kata MK. Menurut Mahkamah Konstitusi, jika terjadi perbedaan perlakuan dalam penghitungan syarat usia calon kepala daerah, sama saja meninggalkan ketidakpastian hukum.
“Syarat minimal usia tersebut harus dipenuhi oleh calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah pada saat mendaftar sebagai calon,” kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra.
Penetapan poin atau batasan untuk menentukan usia minimal dilakukan pada saat proses pencalonan menjelang penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, lanjutnya.
Mahkamah Konstitusi menilai ketentuan Pasal 7 Ayat 2 Huruf e UU Pilkada sudah sangat jelas dan transparan. MK menilai tidak perlu ada penambahan makna lagi.
“Biarlah kita menganggap bahwa setelah pengadilan mempertimbangkan secara lengkap dan menyeluruh berdasarkan pendekatan historis, sistematis, dan praktis hingga saat ini dan dapat diperbandingkan, maka Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Oktober 2016 merupakan norma yang jelas dan tidak ambigu, seperti: basuluh matohari, cheto welo”-welo, sehingga tidak dapat dan tidak perlu mempunyai arti lain selain yang dipertimbangkan dalam keputusan. Peraturan yang berlaku saat ini, yaitu syarat-syarat tersebut harus dipenuhi pada saat proses pencalonan, yaitu pada saat puncak pencalonan calon. tekad,” kata Saldi Isra. (Sungai)