TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Khatib sekaligus anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Vantempres) Muhammad Lutfi Bin Ali Bin Yahya atau akrab disapa Habib Lutfi Filipina (Habib Lutfi) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (Jokowi). bertemu. (12/6/2024).
Habib Lutfi mengatakan, kebutuhan pribadi dibahas dalam pertemuannya dengan Jokowi.
Habib Lutfi tiba di pilar gerbang Jalan Veteran Jakarta Pusat sekitar pukul 09.45 WIB.
Habib Lutfi turun dari mobil dan segera memasuki lingkungan istana.
Habib Lutfi mengatakan, kedatangannya untuk membicarakan kepentingan pribadi dengan Presiden dan tidak ada kaitannya dengan jabatannya.
Ia juga mengatakan kedatangannya tidak ada hubungannya dengan masalah politik.
Ia mengatakan, kedatangannya tidak ada kaitannya dengan perayaan HUT RI ke-79 yang sedianya digelar di Istana Kepresidenan Jakarta dan Ibu Kota Indonesia.
Habib Lutfi mengatakan, pertemuan dengan Presiden ini merupakan awal baginya. Ia meminta waktu untuk bertemu Presiden Jokowi di Istana.
Anggota Pengurus PBNU Habib Lutfi menolak mengomentari beberapa izin pertambangan yang diberikan kepada kelompok agama tersebut sehingga memicu kontroversi.
Dia mengatakan, apa pun keputusan yang diambil pemerintah, mereka siap mengikutinya.
Habib Lasfi mengaku belum bisa memastikan apakah dirinya mendukung pemberian izin pengelolaan pertambangan kepada organisasi keagamaan.
Alasannya, mereka tidak pernah diundang untuk membicarakan hal tersebut.
Ia mengatakan, Presiden tidak mengutarakan pendapat apapun mengenai pemberian izin pertambangan kepada organisasi keagamaan.
Pihaknya juga tidak mempermasalahkan penolakan organisasi berskala besar untuk mengeluarkan izin pengelolaan pertambangan.
Organisasi keagamaan kini bisa memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Aturan yang membolehkan organisasi keagamaan mengelola pertambangan tertuang dalam Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Aturan tersebut diteken Presiden Jokowi pada Kamis (30 Mei 2024).
Menteri Penanaman Modal/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian IUP kepada jamaah keagamaan memberikan hak kepada mereka untuk memberikan pelayanan di dalam negeri.
Dikatakannya, kemerdekaan NKRI tidak lepas dari peran serta seluruh lapisan masyarakat, terutama peran serta organisasi keagamaan antara lain Persatuan Nasional, Muhammadiyah, Gereja Protestan Pusat, aliran utama Katolik, Budha, dan Hindu.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Lohit mengatakan pemberian IUP merupakan wujud niat baik pemerintah.
Lohit mengatakan pemerintah mengambil keputusan tersebut karena ingin membantu organisasi keagamaan yang tidak lagi bergantung pada sumbangan karena organisasi mereka yang lebih besar telah mengajukan proposal pengelolaan pertambangan kepada pemerintah.
Permohonan tersebut mengikuti kebijakan baru pemerintah yang memperbolehkan kelompok masyarakat mengelola tambang.
Diakui Gus Yahya, PBNU perlu mengelola tambang tersebut untuk mendanai organisasinya. Gus Yahya mengatakan, perlu adanya intervensi finansial terhadap situasi masyarakat di akar rumput saat ini.
Oleh karena itu, pendapatan dari pengelolaan pertambangan dapat membantu organisasi untuk mengumpulkan dana.
Sebab menurutnya organisasi keagamaan tidak memiliki kapasitas atau pengalaman mengelola industri pertambangan.
Jadi untuk mendapatkan IUP/IUPK itu sulit karena memerlukan keterampilan terkait teknologi, sumber daya manusia, keuangan, pengelolaan lingkungan, masalah sosial.
Ia mengatakan, pemberian IUP/IUPK kepada pihak yang belum memenuhi syarat dan berpengalaman akan menimbulkan risiko besar yang berdampak pada keberlanjutan industri pertambangan, mengganggu keresahan sosial dan target produktivitas, serta berdampak pada transisi energi