TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dipenjarakan selama 11 tahun orang dalam kasus dugaan korupsi Liquefied Natural . Proyek gas (LNG).
Permintaan tersebut dibacakan tim kuasa hukum KPK dalam Sidang Tindak Pidana (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/05/2024).
“Jaksa, menjatuhkan hukuman 11 tahun kepada terdakwa,” kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan terhadap Karen.
Selain pidana penjara, Karen juga dituntut membayar denda Rp1 miliar
Jika denda tidak dibayar, ia akan dipenjara selama enam bulan.
“Dan denda 1 miliar untuk badan tersebut tidak selama enam bulan,” kata pengacara tersebut.
Belakangan, Karen juga membayar sejumlah Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104.016,65 dalam kasus ini.
Jumlah transfer harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah pesanan menjadi final atau permanen.
“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan dijatuhkan, maka harta bendanya akan disita oleh penuntut umum dan dijual untuk membayar uang pengganti tersebut, jika terdakwa tidak mempunyai cukup sumber daya untuk membayar kembaliannya, dia akan dipenjara selama 2 tahun,” katanya.
Karen yang duduk di kursi terdakwa dianggap jaksa melakukan pelanggaran Pasal 2(1) juncto Pasal 18 UU Pencegahan Tindak Pidana Impor No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah. TIDAK. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Ya. Pasal 55 ayat 1 ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP seperti pada penuntutan pertama. Mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan didakwa di pengadilan tipikor di Jakarta, Senin (12/02/2024). Karen Agustiawan didakwa menimbulkan kerugian negara sebesar $113,83 juta melalui dugaan korupsi pembelian gas alam cair (LNG). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Dalam mengajukan permintaan tersebut, kuasa hukum KPK telah banyak merugikan dan meringankan putusan Karen.
Sebagai seorang polisi, Karen dinilai tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi sehingga permintaannya semakin sulit.
Ia kemudian juga diyakini memberikan pernyataan yang bertentangan di persidangan.
Sedangkan dalam hal mitigasi, kuasa hukum mempertimbangkan moral Karen selama persidangan.
Keadaan yang meringankan: Terdakwa berbicara jujur di pengadilan.
Terkait kasus tersebut, Karen sebelumnya didakwa menyebabkan kerugian negara lebih dari US$113,8 juta terkait dugaan korupsi proyek pengadaan LNG Pertamina tahun 2011-2021.
Menurut penggugat, dalam perkara ini Karen memperkaya diri dengan SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014 Hari Karyuliarto dengan harga Rp. 1,09 miliar dan 104.016 dollar AS. Ia juga diyakini memberikan dukungan Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar US$113,83 juta.
Menurut penggugat, PT Pertamina menerima LNG untuk keperluan dalam negeri pada periode 2011-2021.
Namun Karen tidak meminta jawaban dari Direksi PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski tidak mendapat tanggapan dari Direksi dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina dalam penandatanganan Penjualan dan Perjanjian LNG dengan Corpus Christu Liquefaction.
Kemudian Hari Karyuliarto menandatangani pembelian LNG Tahap 2 yang masih belum didukung dengan persetujuan Direksi PT Pertamina dan tanggapan Direksi serta persetujuan RUPS PT Pertamina.
Apalagi, pemesanan tersebut dilakukan tanpa terikat kontrak dengan pembeli LNG.