TRIBUNNNEWS.COM – Sebuah grup musik hot dicap tidak etis karena melanggar undang-undang hak cipta. Faktanya, permasalahan ini sepertinya berulang setiap tahun.
Baru-baru ini misalnya, musisi kondang Ahmad Dhani mengkritik Tantri Syalindri dan lainnya di media sosial terkait isu tersebut.
Dhani menyinggung penampilan bandnya dalam konser di Cianjur, Sabtu (13 Juli 2024).
Dalam konser tersebut, Kota menyanyikan 13 lagu. Dhani menyoroti tiga di antaranya sebagai lagu yang ditulis orang lain, yakni “Biarkan saja”, “Diam saja”, dan “Pelan-pelan saja”.
Melalui postingannya, Dhani menuding Kotak membawakan lagu tersebut tanpa izin dan melanggar hak cipta. Dia juga menggunakan huruf kapital pada kalimat akusatif.
Karena tudingan yang datang dari musisi kondang yang suaranya menyedot perhatian publik, pernyataan sebelumnya di tahun 2022 ini kembali ditegaskan oleh grup Kotak. Pasalnya, isu yang diangkat masih sama.
Klarifikasi tersebut berupa rekaman video lama, saat Posan Tobing dan band Kotak sedang berselisih besar soal hak cipta.
Ia juga menambahkan tangkapan layar pemberitaan salah satu portal yang memuat pembagian royalti terkait lagu yang dibawakan ketiga Kotak tersebut, seperti disampaikan Ahmad Dhani dalam postingannya.
Pada dasarnya tiga paragraf yang ditonjolkan Dhan sebenarnya tidak perlu dibahas. Karena ada lembaga bernama WAMI yang mengurusi royalti.
Lagu “pelan saja”, Dewiq 50 persen, dibayar 25 persen, sisa 25 persen dibagi 4 masing-masing mendapat 6,25 persen.
Sedangkan untuk lagu Masih Cinta, Dewiq 50 persen dibayar 12,5 persen, Kotak 37,5 persen dibagi 4 masing-masing mendapat 9,38 persen.
Lagu “Just Out” juga diciptakan oleh Kotak dan Pay. Sedangkan liriknya ditulis oleh Cella.
“Saya ingin memahami bahwa dalam kesepakatan seperti itu, detailnya bukan milik mereka. Jadi masalah ini berulang setiap tahun,” kata Kotak dalam keterangannya melalui Instagram.
Baru-baru ini, personel Kotak juga mengklarifikasi bahwa mereka sudah tidak lagi menyanyikan lagu ciptaan Posan Tobing sejak keluar dari band.
Dhani meragukan kinerja WAMI
Musisi sekaligus Ketua Ikatan Komponis Seluruh Indonesia (AKSI) Ahmad Dhani sempat meragukan Wahana Musik Indonesia (WAMI).
Keraguan ini bermula dari royalti live event yang diterima AKSI dari WAMI untuk seluruh konser tahun 2023.
“Kami mendapat laporan dari WAMI tahun 2023, royalti seluruh live event konser untuk lagu-lagu penyanyi yang menggunakan lagu penciptanya. Kami mendapat laporan Rp 900 juta dalam satu tahun,” kata Ahmad Dhani, dilansir Tribunnews. .com, Senin. (22 Januari 2024).
Angka tersebut dinilai terlalu kecil, sedangkan Deva Circle 19 jika dibandingkan dengan biaya konser solo penyanyi Judika yang bisa mencapai Rp 1,5 miliar.
Meski saya ingin mengontrak Judika untuk tampil solo saja, harganya Rp 1,5 miliar, kata Ahmad Dhani.
Jadi ini hanya ilusi. Penampilan tunggal Judika bernilai Rp 1,5 miliar per pertunjukan, ini laporan WAMI sebesar Rp 900 juta untuk seluruh komposer selama setahun konser di seluruh Indonesia, lanjutnya.
Ahmad Dhani kemudian mencurigai oknum WAMI melakukan penipuan dalam pengurusan royalti.
“Jadi, di sini pasti ada maling. Di sini pasti ada maling, saya ragu, tapi pasti ada malingnya.” tegas Dhani.
Sebab angka tersebut dinilai tidak masuk akal.
Masuk akal kan, konser solo Judika saja 1,5 miliar, tapi royalti yang diterima semua penyanyi Rp 900 juta, lanjutnya.
Selain itu, AKSI juga menanggapi pernyataan Lembaga Pengelola Koleksi Nasional (LMKN) yang menyebut pemberian izin tersebut melanggar langsung Pasal 119 UU HAM. 28 hari 2014.
Bahkan jika aturan tersebut dilanggar, pencipta lagu bisa divonis 4 tahun penjara.
“Kreator musik yang melakukan lisensi langsung perseorangan dipastikan tidak melanggar undang-undang hak cipta,” kata CEO AKSI Piyu.
Padahal, menurut AKSI, perizinan langsung dinilai bisa menjadi solusi bagi seluruh pencipta lagu yang diduga memiliki kelemahan pada LMKN dalam mengumpulkan royalti.
“Sebenarnya ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi kelemahan LMKN dalam mengumpulkan royalti,” kata Piyu.