TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tuti Wahuningsih, Wakil Direktur Kerjasama Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menjelaskan berbagai cara yang saat ini digunakan oleh para pemain judi online yang semakin beragam.
Mereka menggunakan kantor tukar yang menyediakan layanan pertukaran dan menggunakan metode bisnis impor dan ekspor.
“Salah satu pola yang sering ditemui PPATK adalah penggunaan penukaran mata uang sebagai sarana pencucian uang judi online,” ujarnya dalam forum bincang-bincang Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengawali topik ‘Komitmen Satgas Pemberantasan’. Ungkapnya dalam ‘Judi Online bersama Tribunnews’, Senin (19 Agustus 2024).
Dia menjelaskan, dengan cara tersebut pelaku menggunakan jasa penukaran untuk menyembunyikan sumber dana yang diperoleh melalui kegiatan ilegal.
Pelaku menukarkan uang dalam jumlah besar, seringkali karena alasan bisnis, namun uang tersebut sebenarnya berasal dari perjudian online. Buat perusahaan impor/ekspor fiktif
Selain menggunakan penukaran mata uang, para pemain judi online juga menyembunyikan dana haramnya dengan menyamarkan transaksi impor dan ekspor.
Modusnya, pelaku membuat perusahaan fiktif atau memanfaatkan perusahaan yang sudah ada untuk melakukan transaksi impor/ekspor yang sebenarnya tidak terjadi.
Dana yang dihasilkan dari perjudian online ditransfer antar negara melalui rekening perusahaan seolah-olah merupakan pembayaran untuk barang atau jasa yang diimpor atau diekspor.
Tutti menjelaskan, cara ini semakin populer karena memberikan manfaat ganda bagi pelakunya, antara lain menyembunyikan sumber uang dan menghindari deteksi otoritas keuangan.
“Dengan menggunakan transaksi impor/ekspor palsu, para pelaku perjudian online dapat mentransfer uang dalam jumlah besar ke luar negeri tanpa menimbulkan kecurigaan karena transaksi tersebut seolah-olah merupakan bagian dari kegiatan bisnis yang sah,” ujarnya.
PPATK juga menemukan adanya pola penggunaan rekening yang didaftarkan atas nama pelajar atau masyarakat berpendapatan rendah.
Para pemain judi online memanfaatkan kelemahan tersebut untuk melakukan transaksi dengan harapan akunnya dianggap memiliki aktivitas ekonomi yang rendah dan tidak menarik perhatian. Tuti Wahuningsih, Deputi Direktur Strategi dan Kerjasama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Mereka sengaja menggunakan rekening yang didaftarkan atas nama orang-orang dengan status ekonomi rendah untuk melakukan transaksi berskala besar dengan harapan aktivitasnya tidak terdeteksi sistem pengawasan bank,” kata Tutti.
Menyikapi berbagai pola indikatif transaksi perjudian online, PPATK telah melakukan sejumlah langkah strategis, antara lain penyempurnaan analisis transaksi keuangan serta kerja sama dengan instansi lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kepolisian.
Tuti menegaskan, kerja sama lintas sektor ini penting untuk memerangi sifat perjudian online yang semakin kompleks.
“Kerja sama PPATK dengan berbagai instansi sangat penting dalam pemberantasan perjudian online. Kami terus memperkuat analisis transaksi dan berbagi informasi dengan OJK dan kepolisian untuk memastikan seluruh tindakan yang diambil didukung oleh data yang akurat dan terverifikasi,” kata Tuti. menjelaskan. OJK memblokir 6.400 rekening, melacak tersangka perjudian online
Menanggapi masih maraknya praktik perjudian online, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil tindakan tegas dengan memblokir 6.400 akun yang diduga terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut.
Langkah ini tidak hanya dimaksudkan untuk menghentikan transaksi, tetapi juga untuk menyelidiki lebih jauh aliran keuangan di balik praktik perjudian online.
Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Deden Firman Hendarsyah menegaskan, tindakan pemblokiran rekening merupakan bagian awal dari strategi yang lebih luas. Namun pihaknya juga meminta lembaga perbankan mengusut lebih dalam setiap rekening yang mencurigakan.
“Jika ada laporan keuangan yang meragukan, kami minta pihak bank mengusut lebih lanjut rekening tersebut. Transaksi pada rekening yang ditandai juga mungkin dihentikan sementara,” kata Deden yang bertindak sebagai informan dalam acara yang sama. Deden Firman Hendarsyah, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK.
Deden menjelaskan, OJK menerapkan dua pendekatan utama dalam pemberantasan perjudian online.
Yakni pencegahan dan penegakan hukum. Edukasi dan perlindungan konsumen merupakan upaya preventif pertama OJK untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko perjudian online.
“Kami juga menghimbau lembaga keuangan untuk lebih waspada dan terus mengembangkan parameter untuk mendeteksi transaksi mencurigakan,” kata Deden.
Upaya pemblokiran rekening yang dilakukan OJK tidak hanya ditujukan pada rekening perseorangan, namun juga rekening organisasi yang terlibat dalam perjudian online. OJK mendeteksi kasus perdagangan rekening yang diduga perjudian online
Namun diakui tantangan terbesar dalam proses ini adalah banyaknya akun yang terhubung dengan perjudian online menggunakan identitas palsu atau hasil jual beli akun.
“Akun yang kami blokir selama ini adalah yang digunakan di situs perjudian online,” ujarnya.
Faktanya, kasus jual beli rekening semakin meningkat sehingga menyulitkan pihak berwenang untuk melacak identitas sebenarnya dari pemilik rekening.
“Sangat sedikit laporan dari masyarakat yang menanyakan alasan pemblokiran akunnya sehingga menyulitkan proses penyidikan,” kata Deden.
Deden melanjutkan menjelaskan ribuan akun yang diblokir. Menurut dia, OJK sedang bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan langkah selanjutnya apakah negara bisa menyita dana di rekening tersebut.
Ia menekankan: “Meskipun kami tidak dapat mengambil tindakan hukum langsung di luar bidang lembaga keuangan, kami bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk memantau aliran keuangan yang mencurigakan.”
OJK berharap kedepannya dapat membantu lembaga keuangan untuk terus mengembangkan sistem deteksi dini transaksi mencurigakan. Hal ini penting dilakukan guna mempersempit ruang gerak para pemain judi online yang memanfaatkan celah pada sistem perbankan.
“Kemampuan penemuan yang lebih baik akan memungkinkan kami memproses laporan keuangan yang meragukan dengan lebih cepat dan mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat,” kata Deden.
Deden menambahkan, pemberantasan perjudian online memerlukan sinergi berbagai pihak.
Kami berharap kerja sama antara OJK, lembaga keuangan, dan pihak terkait lainnya akan memperkuat upaya preventif dan penegakan hukum serta memblokir aliran keuangan yang mendorong kegiatan terlarang tersebut.
Upaya-upaya ini juga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi komunitas kita dari risiko-risiko yang tidak diinginkan.
Senada dengan komentar Deden, Tuti Wahuningsih menegaskan, dengan komitmen kuat dan dukungan penuh dari lembaga terkait, upaya pemberantasan perjudian online di Indonesia diharapkan bisa lebih efektif dan berdampak positif terhadap stabilitas perekonomian dan keselamatan masyarakat.