TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mobil yang tergolong mewah akan segera dilarang menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pembahasan kriteria pengguna BBM bersubsidi hampir selesai setelah dibahas dalam rapat koordinasi tingkat Menteri Koordinator (Menko).
Ia juga mengisyaratkan pengguna mobil diesel seperti Mitsubishi Pajero dan Toyota Fortuner tidak bisa lagi menikmati solar bersubsidi berdasarkan aturan terbaru.
‘Menurutmu itu layak atau tidak? “Mobilnya sepertinya bagus juga ya,” kata Dadan, Kamis (29/8).
Dadan mengatakan dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat menghemat anggaran negara dalam hal subsidi energi dan mengalokasikan dana untuk program pemerintah lainnya yang lebih produktif.
Pemerintah menargetkan aturan baru pembatasan pembelian BBM bersubsidi ini rampung pada 1 September 2024. Namun dalam penerapannya akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi rencananya akan berlaku pada 1 Oktober 2024.
“Iya, rencana seperti itu memang ada (yang akan dilaksanakan pada 1 Oktober 2024). Karena kalau peraturannya keluar, permennya keluar, ada waktu untuk sosialisasi. Jadi, saat ini sedang membicarakan tentang waktu nongkrong. kata Bahlil.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimudin menjelaskan, pemerintah ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran, artinya hanya kelompok rentan yang mendapat manfaat, bukan kelompok kaya, juga dikenal sebagai orang kaya.
Saya harap minggu depan aturannya sudah keluar, sehingga sosialisasinya (soal aturan baru pembelian BBM bersubsidi) sudah bisa kita lakukan. Saya kasih bocoran yang bagus, itu niat kami, ” kata Rakhmat.
Hingga saat ini, banyak kendaraan mewah yang masih menggunakan bahan bakar bersubsidi. Berdasarkan data tahun 2022, 95 persen atau lebih dari 15 juta kiloliter (KL) solar bersubsidi dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas. Sementara untuk Pertalite, 80 persen atau lebih dari 19 juta KL dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas.
“Makanya orang-orang kaya menikmatinya, dan semakin kaya mereka, semakin banyak pula subsidi BBM yang mereka keluarkan. Karena semakin kaya mereka, semakin besar mobilnya (jumlah bensinnya), semakin banyak mobil yang dimilikinya, semakin banyak pula makannya, yang mana berarti mereka menggunakan lebih banyak subsidi,” kata Rachmat.
Rachmat mengatakan dengan aturan baru ini, sekitar 7 persen kendaraan yang tadinya bisa membeli BBM bersubsidi kini tidak bisa lagi. Kendaraan yang masuk dalam kelompok 7 persen merupakan kendaraan mewah.
“Kita hitung, mungkin antara 6-7 persen kendaraan yang saat ini dapat (bisa beli BBM bersubsidi), mungkin juga tidak. Jadi hanya 6-7 persen kendaraan (yang tidak bisa beli BBM bersubsidi), kalau kendaraan paling mahal, itu kendaraan kelas tertinggi,” jelasnya.
Dalam aturan tersebut, Pemerintah juga akan memperhitungkan tingkat konsumsi kendaraan yang masuk dalam kategori kemungkinan pembelian BBM bersubsidi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahan bakar bersubsidi digunakan secara tepat oleh penerimanya.
“Kita juga perlu mengecek kewajarannya, wajar atau tidak penggunaannya? Saat ini misalnya kita masih punya 60 liter, tapi rata-rata (rata-rata) konsumsi solarnya 4 liter, pantas atau tidak? jumlah normal?” kata Rakhmat.
Aturan baru ini nantinya akan diundangkan dalam bentuk peraturan menteri (Permen), sehingga tidak memerlukan revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Harga Pengadaan, Pendistribusian, dan Penjualan Eceran Bahan Bakar Minyak. bahan bakar.
Jadi bukan revisi, Perpres 191 kemudian diperkuat dengan SK menteri, kata Rachmat (Jaringan Tribun/kps/ism/wly).