TRIBUNNEWS.COM – Massa pengemudi ojola dan kurir ojek online se-Jabodetabek akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Istan Merdeka, Jakarta Pusat hari ini Kamis (29/8/2024) pukul 12.00 WIB.
Diperkirakan antara 500 hingga 1000 orang akan menghadiri acara ini.
Usai meninggalkan Istana Merdeka, massa aksi melanjutkan perjalanan ke kantor Gojek di kawasan Petojo, Jakarta Pusat dan kantor Grab di Cilandak, Jakarta Selatan.
Setidaknya ada dua tuntutan yang mereka ajukan saat demonstrasi.
Pertama soal pembagian tarif atau komisi, kedua soal legalitas kerja ojol.
Informasi dari rekan-rekan, sekitar 500-1000 pengemudi ojek dari berbagai komunitas di Jabodetabek akan mengikuti acara tersebut, rencananya akan dilakukan aksi demonstrasi pada pukul 12.00, kata Ketua Umum Satpol PP Igun Wicaksono di Jakarta. Rabu (28/8/2024).
Jadi benarkah pengemudi taksi mematikan aplikasi saat demo?
Menurut pernyataan Iguna, ribuan pengemudi taksi dan kurir akan menutup aplikasinya selama demonstrasi.
Aplikasi ojol mulai berhenti berfungsi pada pukul 12:00 WIB.
“Iya, peserta acara akan menonaktifkan aplikasinya pada pukul 12.00,” ujarnya, Kamis, seperti dilansir Kompas.com.
Igun menjelaskan, tindakan tersebut diambil karena nasib para pengemudi ojol semakin mendesak di pihak perusahaan aplikasi.
Mereka meminta perusahaan aplikasi ojol memperbaiki skema pembagian komisi kepada pengemudi.
Para pengemudi mengeluhkan pemotongan komisi yang dibebankan oleh perusahaan aplikasi ride-hailing, yang menurut mereka terlalu tinggi dibandingkan pendapatan mereka dari mengangkut penumpang atau mengantarkan makanan.
Padahal, biaya operasional sehari-hari pengemudi, seperti biaya makan dan perawatan kendaraan, ditanggung sepenuhnya.
Untuk tuntutannya kepada pemerintah, para pengunjuk rasa menyampaikan tuntutannya agar pengendara sepeda motor mendapat status hukum agar tidak diperlakukan sewenang-wenang.
Pasalnya, belum adanya status hukum bagi pengemudi ojek selama ini dapat menyebabkan perusahaan aplikasi bertindak sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform dan tanpa sanksi tegas dari pemerintah.
“Dengan tidak adanya status hukum bagi pengemudi sepeda motor, perusahaan aplikasi bisa bertindak sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform dan tanpa sanksi tegas dari pemerintah. Hal ini menimbulkan berbagai gerakan protes dari mitra,” kata Igun.
“Pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan atas kesejahteraan mitra perusahaan aplikasi yang ada, karena kami masih menganggap status hukum ojek online ilegal tanpa adanya status hukum berupa. hukum,” tambah Igun.
Ojol juga berharap pihak perusahaan aplikasi juga menghargai pendapat mitranya sebagai bentuk masukan yang patut diperhatikan.
“Pemerintah juga bisa merangkum permasalahan yang terus muncul di ekosistem transportasi online,” kata Igun.
Sebagai bentuk solidaritas terhadap pengemudi sepeda motor yang semakin mendapat tekanan dari perusahaan aplikasi, Igun, Gabungan Pengemudi Angkutan Online Roda Dua, mengatakan Garda Nasional Indonesia menghormati dan mendukung aksi damai ini selama tidak mengganggu keamanan dan perdamaian. . masyarakat. .
Igun memastikan aksi unjuk rasa berlangsung damai tanpa ada provokasi dari pihak manapun, baik penyelenggara aksi damai maupun para pengemudi ojol yang tetap melayani pelanggan.
“Kami bersama-sama menjaga perdamaian untuk mencapai tujuan demonstrasi damai,” katanya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Dewi Agustina) (Kompas.com)