Populasi lansia mencapai 20 persen pada tahun 2050, apa yang diperbaiki?
Laporan disiapkan reporter Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia kini memasuki fase penuaan populasi, yaitu bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia.
Berdasarkan Sensus Indonesia tahun 2023, sekitar 12 persen atau sekitar 29 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori lansia.
Ledakan penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2050.
Pada tahun tersebut jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 20 persen atau hampir 50 juta penduduk lanjut usia.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Senior Lembaga Statistika Fakultas Ekonomi Bisnis atau LD FEB UI, Sri Moertiningsih, dalam kegiatan ‘Generasi Perak Efektif dan Efisien di Indonesia Emas 2045’, pada Jumat (28/8/2024).
Ia mengatakan, seiring bertambahnya usia, kesehatan dan kinerjanya akan menurun akibat penyakit tidak menular yang disebabkan oleh buruknya kesehatan sejak masa kanak-kanak.
Populasi yang menua pada usia tersebut tentunya memberikan tekanan pada pendanaan kesehatan nasional dan keluarga.
“Hal ini menimbulkan kebutuhan perawatan jangka panjang (LTC) yang dapat menjadi beban besar bagi keluarga dan pemerintah. Biaya LTC meliputi biaya medis, biaya non medis, biaya sosial, dan biaya sosial lainnya,” kata Sri.
Sri menyarankan, ada beberapa cara lain untuk mendanai LTC, seperti sistem asuransi sosial, Global Coverage Tax Funding System, dan Safety Net Tax Funding System.
Kebijakan LTC di beberapa negara tidak selalu ditanggung oleh asuransi kesehatan umum, sehingga negara seperti Jepang dan Korea telah mengembangkan program asuransi publik untuk kebutuhan ini.
Contoh lainnya adalah Jerman yang pelanggan LTC menyumbang 21,4 persen dari total biaya, sedangkan di Jepang kontribusinya mencapai 10 persen, tambahnya.
Ippei Tsuruga menambahkan, reformasi sistem pensiun di Indonesia penting dilakukan mengingat cepatnya perubahan jumlah penduduk, seperti peningkatan jumlah lansia dan angkatan kerja di sektor informal.
Laporan ini merekomendasikan peningkatan iuran wajib pada skema pensiun untuk memperkuat jaring pengaman sosial bagi semua pekerja, formal dan informal.
“Ada juga kebutuhan untuk memperkenalkan sistem pensiun sosial yang memberikan manfaat tetap kepada seluruh warga negara, guna mengatasi ketimpangan ketersediaan manfaat pensiun, terutama bagi mereka yang tidak dapat berkontribusi secara rutin,” kata Ippei.
Reformasi ini diharapkan dapat menciptakan sistem jaminan sosial yang lebih inklusif dan berkelanjutan, serta memperkuat stabilitas perekonomian Indonesia.
Generasi perak atau lansia tidak dipandang sebagai satu-satunya kelompok yang bergantung pada bantuan.
Namun juga sebagai kontribusi penting bagi masyarakat.
Mereka mungkin pelanggan dengan daya beli tinggi atau karyawan dengan informasi berharga. Namun, tantangan seperti rendahnya akumulasi kekayaan, faktor usia, dan memburuknya kesehatan masih tetap ada.
“Badan Statistik merekomendasikan agar pembahasan undang-undang perawatan lansia dilanjutkan dan dibentuk unit khusus yang menangani permasalahan lansia secara menyeluruh,” ujarnya.
Pertemuan yang diadakan di Pullman Jakarta, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Prof. Suahasil Nazara dan Ketua Eksekutif (Plh) Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Arief Wibisono Lubis, Ph.D.
Ia menambahkan, debat ini digelar dalam rangka memperingati 60 atau 60 tahun berdirinya LD FEB UI.
Menurutnya, 60 tahun bukan hanya sekedar waktu untuk merefleksikan pencapaian struktur matematika, namun merupakan kesempatan untuk menatap masa depan dengan harapan dan semangat baru.
“Seiring dengan pesatnya peningkatan jumlah lansia, kita dihadapkan pada kebutuhan untuk menetapkan strategi yang tepat untuk memastikan lansia dapat hidup dengan baik, namun juga mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa,” kata Arif.