Wartawan Tribunnews Galuh Nestiya melaporkan
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Kementerian Umum Perkeretaapian (DJKA) tengah membahas rencana penetapan tarif kereta api listrik (KRL) berdasarkan Nomor Induk Nasional (NIK).
Untuk tujuan subsidi yang tepat sasaran, diterapkan praktik tarif KRL. Namun, mereka yang menggunakan KRL Commuter Line bereaksi berbeda.
Menurut Akbar (31), penumpang KRL Commuter Line lintas Parungpanjang-Tanah Abang mengatakan, fasilitas yang diberikan harus sama bagi seluruh penumpang. Pemungutan pajak berdasarkan NIK harus dibarengi dengan modernisasi peralatan.
Sebenarnya bagus ada subsidi atau tidak, karena membuat masyarakat jujur dalam bekerja karena melihat dari NIK-nya, ujarnya, Sabtu (31/8/2024).
Ia juga menyarankan agar subsidi dialihkan ke lebih banyak tempat seperti gerbong dan tempat duduk kereta api.
Namun, masih sedikit masyarakat yang bingung mengenai penggunaan NIK di sistem kepabeanan. Rumi, salah satu pengguna KRL, menekankan pentingnya keberagaman perlengkapan baik bagi penerima manfaat subsidi maupun nonsubsidi.
“Mau mengajukan subsidi atau tidak, lebih baik dibagi dulu,” jelas peralatan tersebut agar adil.
Syaiful Sam, 62 tahun, mengaku kesulitan memahami sistem berbasis NIK dan menganggapnya tidak praktis bagi pengguna lanjut usia.
“Kalau pakai seperti itu, terus terang tidak paham,” ucapnya.
Reaksi masyarakat pun memunculkan berbagai persoalan terkait perlengkapan KRL. Jihaan, 24, salah satu penumpang, mengeluhkan seringnya terjadi kecelakaan lift di stasiun seperti Palmerah sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi penumpang, terutama para lansia.
“Saya tidak setuju, lebih baik liftnya diperbaiki dulu atau paling tidak liftnya selalu dicek,” tandasnya. Ia juga menyarankan penambahan jumlah kereta untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan kualitas fasilitas di dalam kereta.