AFPI: Pencairan Pinjaman Sesuai SOP Bisa Minimalisir Praktik Penipuan

Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto melaporkan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beberapa kasus penipuan KTP ID yang terjadi di PGC Mall, Cililitan, Jakarta Timur sedang ramai diperbincangkan publik.

Polisi masih mendalami dugaan penipuan penggunaan KTP untuk pinjaman online (pinjol) yang dilakukan Rohayati, pegawai toko ponsel.

Bagaimana aturan pembiayaan pinjaman online saat ini? Asosiasi Fintech Reksa Dana Indonesia (AFPI) mengatakan fintech memiliki persyaratan dan tata cara pemberian pinjaman kepada calon klien.

Persyaratannya antara lain berstatus Kewarganegaraan Indonesia (WNI), usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun, serta peminjam harus melampirkan slip gaji atau bukti penghasilan.

Peminjam mengajukan pinjaman di website atau aplikasi dengan melengkapi aplikasi beserta persyaratan lainnya.

Fintech kemudian menganalisis uji kelayakannya. Biasanya ketika hasilnya keluar fintech menghubungi calon peminjam untuk mengetahui apakah disetujui.

Jika disetujui, peminjam harus mengisi kembali permohonan tersebut, termasuk rincian nomor rekening untuk pembayaran.

Jika pengajuan pinjaman Anda ditolak, Anda harus memperbaiki alasan penolakannya.

Dilihat dari kasus penipuan yang dilakukan Rohoyati, bisa jadi perusahaan pembiayaan (pinjol) belum memenuhi SOP perusahaan dengan baik.

Sebelumnya, kesalahan prosedur atau SOP dilakukan pengacara korban, M. Tasrif Tuasamu. Tasrif melaporkan kasus tersebut ke OJK agar bisa melihat sisi pinjol tersebut.

Prosedur apa saja yang dilakukan sesuai SOP, terutama dalam proses verifikasi, misalnya dengan menandatangani dokumen persetujuan sebelum melakukan pinjaman, kata Tasrif baru-baru ini.

Tasrif mengaku melaporkan hal tersebut ke OJK karena banyak kreditor yang memiliki hubungan dengan korban dan dikenal baik.

Ia pun menduga ada orang ketiga yang bekerja sama dengan pelaku.

“Kami menduga pelaku tidak melakukan kejahatannya sendirian, namun nanti penyidik ​​akan mengukuhkan kasusnya,” kata Tasrif.

Pakar keuangan Isti Hanifa mengatakan, jika prosedurnya benar, seharusnya tidak terjadi penipuan.

Pemasang iklan (pinjol) yang berpengalaman bekerja di lembaga keuangan ini mengatakan, peminjam harus memastikan konsumennya sama dengan mereka yang datang.

“Promotor juga menginformasikan kepada konsumen mengenai produk, harga, jumlah pembayaran bulanan, angsuran, cara pembayaran berupa angsuran bulanan atas barang yang dibiayai. Kenalkan kewajiban hingga konsumen paham bahwa mereka harus membayar sendiri, ”kata Isti.

Selain itu, terdapat aturan bisnis yang harus dipatuhi oleh perusahaan keuangan, termasuk kehati-hatian yang ekstrim bagi konsumen yang menggunakan jasa keuangan.

Salah satu syaratnya adalah memberikan tanda tangan pada dokumen tersebut sebelum pembayaran.

“Konsumen harus berfoto dengan barangnya untuk mendapatkan pembiayaan, dengan bukti promotor pinjaman dan pemasaran produk,” kata Isti.

Namun dengan adanya konsep ini, masyarakat kini lebih sadar akan jati dirinya.

Masyarakat juga harus mewaspadai standar operasional prosedur (SOP) peminjam atau pinjaman online (pinjol) untuk mengantisipasi penipuan, ujarnya.

Diketahui, situasi tersebut terungkap setelah korban langsung dijerat Pinjol.

Saat ini korban yang melapor ada 27 orang. Caranya berbeda-beda, ada yang diberi pekerjaan, ada pula yang ditipu oleh hadiah, kata Tasrif.

Salah satu korban, Reza, 32, mengatakan Rohayati terlilit utang karena biasa membeli ponsel di W Cellular, tempat Rohayati bekerja.

Pada Juni 2023, Rohoyati menghubunginya untuk meminta penghargaan.

Syaratnya kalian harus datang langsung ke tokonya untuk mendapatkan hadiahnya.

Tak ayal, Reza datang menemui Rohoyati di tokonya. Ia kemudian dimintai KTP-nya dan kemudian diberitahu akan berfoto selfie dengan KTP tersebut sebagai syarat hadiah.

“Waktu itu dia pinjam telepon, saya tanya kenapa? “Dia menulis lamaran kepadaku dan aku akan mengisinya untuk mempercepatnya. Lalu dia bilang hadiahnya akan dikirim nanti.” Dalam bentuk tanda tangan pada dokumen tersebut, ia mengaku tidak mencantumkannya dalam formulir.

Riza menunggu kado datang namun 1-2 hari tak kunjung datang. Ia meminta Rohayati namun diminta bersabar selama pengiriman kado.

Namun kecurigaan Reza bertambah dan semakin menakutkan ketika ada pesan di Whatsapp yang menyatakan dia belum membayar biaya tersebut.

Sontak Reza kaget tak terkira bahkan mengaku tak pernah ikut serta dalam penampilan barang tersebut. Faktanya, tidak ada proses verifikasi atau validasi berupa tanda tangan dokumen.

Bantahan Reza rupanya tidak berhasil karena saat itu debt collector (DC) datang ke rumahnya dan memberitahukan bahwa ia akan membayar sekitar Rp 2 juta per bulan dari Home Credit Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *