GAPMMI: PP Kesehatan Seolah Jadikan Gula seperti Barang Haram

Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapt Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, CIKARET – Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menilai Peraturan Pemerintah (PP) no. 28 Tahun 2024 tentang Implementasi UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan karena produksi gula haram.

Adhi mengatakan, tubuh manusia sangat membutuhkan gula. Hanya saja konsumen harus mengetahui cara mengontrol asupan gula.

“Seolah-olah susu dan gula itu haram atau buruk. Padahal tidak. Kita sangat membutuhkan gula. Tubuh kita sangat membutuhkan gula. Apalagi dalam masa pertumbuhan kita membutuhkan gula. Tapi harus dibarengi dengan pengendalian diri,” dia ucapnya saat ditemui Chikaret, Bogor, Kamis (8/8/2024).

“Gula bisa dari mana saja. Bisa dari makanan, nasi, buah, dan sebagainya,” lanjutnya.

Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman saat ini telah mengalami reformasi, seperti pengurangan kandungan gula pada banyak produk.

Namun, ketika kandungan gula pada produk tersebut dikurangi, konsumen akan menambahkan lebih banyak.

“Kami jual ke masyarakat. Akhirnya toko menambahkan gulanya. Jadi konsumen menambahkan gulanya ke minuman bebas gula,” kata Adhi.

Ia menegaskan, menyikapi hal tersebut, yang terpenting adalah memberikan informasi kepada konsumen mengenai jumlah gula yang layak dikonsumsi sehari-hari.

PP 28/2024 tentang Kesehatan melarang penjualan pangan olahan yang melebihi batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak.

Adanya peraturan ini merupakan perpanjangan dari upaya pemerintah untuk mengurangi kandungan gula, garam, dan lemak pada pangan olahan dan jadi.

Tak hanya iklan, pemerintah juga melarang promosi dan endorsement pangan olahan di acara-acara yang mengandung gula, garam, dan lemak melebihi batas.

“Menetapkan peraturan yang melarang periklanan, promosi, dan sponsorship pangan olahan, termasuk pangan jadi”, tertuang dalam Pasal 200 huruf b Peraturan Kesehatan tersebut.

Dengan aturan tersebut, setiap orang atau badan usaha yang memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan pangan olahan wajib memberi label pada kandungannya.

Apabila terjadi pelanggaran, pelaku ekonomi akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, denda administratif, dan yang paling berat yakni penyitaan izin produksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *