TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum Saka Tatal, Titin Prialianti, mengaku mendapat rekaman video dari seseorang jelang sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu (24/07/2024).
Usai viralnya kasus Vina Cirebon, Titin mengaku mendapat keanehan visual berupa daging yang menempel di baut tiang lampu jalan (PJU).
Akhirnya kasus Vina viral. Tiba-tiba saya mendapat pesan ada yang memberikan saya gambar daging yang menempel di tiang PJU, kata Titin dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews, Senin (22/07/2024). malam.
Namun Titin belum bisa menjelaskan siapa yang memberinya daging tersebut.
“Aku tidak bisa memberitahumu hal itu. katanya dengan suara tegas.
Tak hanya itu, Titin sudah menyiapkan empat game baru lagi yang akan diumumkan pada Sidang PK hari ini.
Salah satunya adalah bebasnya hakim tunggal Pengadilan Negeri Bandung, Eman Sulaeman.
Selain itu, Titin juga menyerahkan sekitar 200 dokumen kepada Otto Hasibuan, kuasa hukum utama tujuh terpidana kasus Vina.
“Saya serahkan bukan hanya tanggal 4 November, tapi seluruh dokumen yang saya punya, sekitar 200 dokumen. Dokumennya dalam bentuk visual,” kata Titin, Kamis.
Sementara itu, Titin mengaku yakin kasus PK Saka Tatal akan diterima.
Pasalnya, banyak orang yang memperhatikan Saka.
“Saya berharap PK Saka Tatal diampuni karena saya yakin perhatiannya sangat luar biasa saat ini, masyarakat juga sudah mengetahui kejadian tahun 2016 yang mengakibatkan delapan narapidana mengalami hal yang tidak seharusnya mereka terima.” kata Titin.
Selain itu, Titin juga berharap ini menjadi kali terakhir narapidana yang tidak bersalah ditangkap.
Saya berharap tidak terjadi lagi, ini yang terakhir. Kalau dibuka, sebenarnya kedelapan terpidana tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan, kata Titin. katanya.
“Saya berharap kedepannya lembaga-lembaga yang menangani kejadian ini sejak awal dan lembaga-lembaga lain yang mengambil keputusan akan mencoba bercermin atas kejadian ini,” lanjutnya.
Titin mengaku, sejak menjadi kuasa hukum kedelapan terpidana tersebut, ia yakin sekali perbuatan yang dituduhkan tersebut tidak pernah dilakukan.
“Saya menyaksikan persidangan, saya yang mengajukan bukti-bukti itu, kenapa susah sekali (menghadirkan bukti)?”
“Bisa jadi karena mereka miskin, karena mereka buruh bangunan, jadi miris sekali masyarakat miskin sulit mencari keadilan,” ujarnya.
(mg/Putri Amalia Dwi Pitasari) Penulis magang di Universitas Sebelas Maret (UNS).