Laporan jurnalis Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengungkapkan pemutusan hubungan kerja (PKK) di sejumlah sektor industri masih terus berlanjut.
Ia mengatakan, PHK masih terjadi di sektor perdagangan dan ritel seperti supermarket, disusul sektor pos dan logistik, serta perbankan.
Jadi di sektor media, telekomunikasi, otomotif, dan elektronik masih banyak yang PHK, ujarnya saat dihubungi Tribunnews, Selasa (30/7/2024).
Ada pula salah satu industri yang perusahaannya masih melakukan PHK, yaitu tekstil. Dia mengatakan, PHK terjadi dalam jumlah besar di industri tekstil.
“Industri TPT melakukan PHK besar-besaran akibat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Impor. Itu pemicunya,” kata Mirah.
Terkait PHK di industri telekomunikasi, dia mengatakan kehadiran Starlink milik Elon Musk di Indonesia berpotensi memicu PHK ribuan pekerja.
Jika Starlink dijalankan dengan serius, pekerja telekomunikasi rumah tangga bisa saja diberhentikan.
“Besar kemungkinan jika Starlink benar-benar diterapkan di Indonesia, puluhan ribu pekerja telekomunikasi akan di-PHK karena Starlink,” kata Mirah.
Sementara di industri otomotif, ia meyakini PHK bisa semakin masif jika penggunaan kendaraan listrik benar-benar diwajibkan.
Belum lagi mobil listrik memang perlu diwajibkan, misalnya akan lebih parah lagi jika pekerja non-listrik di-PHK, kata Mirah.
Dia menegaskan, kesibukan PHK yang terjadi saat ini sungguh luar biasa. Prediksinya, masih akan terjadi PHK hingga Desember 2024.
Mirah juga menilai badai PHK yang terus terjadi akan menjadi beban tersendiri bagi pemerintahan baru.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintahan baru dapat segera menyerap masukan positif yang luas dari serikat pekerja.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK sepanjang Januari-Juni 2024.
Namun menurut Mirah, jumlahnya bisa lebih dari itu, yakni mencapai 80 ribu.
“Data Kementerian Ketenagakerjaan sekitar 32 ribu. Menurut saya lebih dari itu. Mungkin yang terkena PHK kurang lebih 80 ribu,” ujarnya.
Dia mengatakan, 32 ribu data yang dicatat Kementerian Ketenagakerjaan hanya yang dilaporkan perusahaan. Biasanya, kata dia, perusahaan tidak melaporkan PHK ke dinas tenaga kerja.
Mirah mengatakan, perusahaan hanya melaporkan PHK yang jumlahnya mencapai puluhan ribu.
Ia mengatakan perusahaan mau tidak mau harus melaporkannya karena tidak bisa menyembunyikannya dari masyarakat.
“Setelah pekerjanya membuat perjanjian bersama, mengadakan perjanjian bersama, selesai antara majikan dan pekerja, lalu dia selesai, lalu tidak dilaporkan (oleh perusahaan),” jelas Mirah.
Mirah juga mengungkapkan, pihaknya menerapkan PHK secara mencicil.
“Perusahaan melakukan PHK seperti mencicil. 10 orang, 10 orang. Hal seperti itu tidak dilaporkan ke dinas ketenagakerjaan setempat,” kata Mirah.