TRIBUNNEWS.COM – Tewasnya Taruna Kelas 1 Satriya Anantha Rustica (19) yang diserang Senior Tegar Rafi Sanjay (21) pada Jumat (5 Maret 2024) merupakan kejadian kekerasan keempat di dinas dalam 10 tahun terakhir. . Institut Ilmu Perkapalan (STIP).
Kasus pertama terjadi pada tahun 2014, saat Taruna Tingkat 1 Dimas Diquita dianiaya oleh taruna junior di tangan taruna senior.
Laporan Luopan mengutip Dimas yang mengatakan bahwa Dimas dianiaya oleh seniornya karena memperlakukannya dengan tidak hormat.
Dimas juga meninggal dunia akibat luka di bagian perut hingga ulu hati.
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memvonis tiga orang lanjut usia dengan hukuman empat tahun penjara.
Setahun kemudian, Daniel Roberto Templepolon menghadapi kejadian serupa.
Polisi mengatakan saat itu Daniel dianiaya oleh seniornya dengan tangan kosong dan palu.
Selain itu, ia harus makan cabai yang menyebabkan sesak napas, mual, gangguan pencernaan, dan pingsan.
Seolah tak berhenti, pelecehan STIP kembali terjadi pada tahun 2017 ketika pelatih level 1 Amirullo Adityas Putra dianiaya oleh empat seniornya, Cisco Mathaheru, Willy Producecone, Iswanto, dan Akbar Ramadan.
Ia dianiaya saat menerima telepon dari seniornya di Gedung Asrama M205 Lantai Dua No. 4 Kampus STIP Jakarta. Itu adalah “Ingat!” STIP menempelkan tulisan “Sekolah ini akan ditutup jika terjadi kekerasan” di dinding Jakarta.
Ibarat janji STIP Jakarta, di dinding asrama putra terdapat tulisan: “Ingat!” Jika terjadi kekerasan, sekolah akan ditutup.
Artikel tersebut pertama kali terungkap dalam kasus penganiayaan pada tahun 2017 yang melibatkan kematian Amirullo Adityas Putra setelah dianiaya oleh seorang senior.
Bahkan, di dekat ruangan tempat Amirulo dianiaya seniornya, terpampang tulisan serupa yang dibungkus bingkai emas dan ditulis dengan kop surat Kemenhub.
Bukan hanya satu, teks seperti itu sudah banyak dipasang di sudut gedung STIP Jakarta. Selain teks tersebut, pada spanduk tersebut juga terdapat huruf kapital berwarna merah lainnya yang bertuliskan, “Pelanggar perilaku kekerasan/penyerangan akan dikeluarkan dari STIP.”
Spanduk bertuliskan serupa juga terpampang di dinding belakang gedung STIP Jakarta.
Tentu saja, ada juga tugu peringatan bercat hitam-putih untuk memperingati penyiksaan taruna Agung Bastian Gultom pada tahun 2008.
Pesan yang ditampilkan pada tugu peringatan itu berbunyi: “Hindari kekerasan untuk menghindari terulangnya peristiwa yang menyebabkan tewasnya taruna Agon Bastien Gurtom pada 12 Mei 2008.”
Memang, meski banyak pesan anti kekerasan yang ditampilkan di lingkungan STIP Jakarta, kekerasan terhadap remaja yang dilakukan oleh orang dewasa masih terus terjadi.
Kasus terbaru tentunya adalah tewasnya Taruna Kelas Satu Satria Ananta Rustica Tegar Rafi di tangan Sanjay.
Kini, jenazah Putu diarak melalui adat “ngaben” di kampung halamannya di Klongkong, Bali.
Sementara Tegar ditetapkan sebagai tersangka dan divonis 15 tahun penjara.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Abdi Ryandha Sakti) (Kompas.com/Robertus Belarminus)
Artikel lain terkait peserta didik STIP Jakarta meninggal karena penyiksaan