TRIBUNNEWS.COM – Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Muhammad Yunus terpilih memimpin pemerintahan independen Bangladesh menggantikan Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Hal itu diumumkan pejabat Bangladesh di Bangabhaban pada Rabu (7/8/2024).
Nama Muhammad Yunus diminta perwakilan mahasiswa dalam pertemuan penting dengan Presiden dan tiga pimpinan TNI pada Selasa (8/6/2024).
Hal itu disampaikan sosok yang dijuluki ‘bankir orang miskin’ itu saat berbincang dengan perwakilan mahasiswa.
Muhammad Yunus adalah seorang ekonom dan bankir yang lahir di Chittagong, Bangladesh pada tahun 1940.
Beliau memperoleh gelar PhD dari Vanderbilt University, AS dan belajar di sana sebelum kembali ke Bangladesh.
Dalam wawancara dengan The Associated Press pada tahun 2004, Yunus mengatakan bahwa niatnya untuk mendirikan Grameen Bank membuatnya mendapatkan penghargaan. Dr. Muhammad Yunus. (Oleh Scott McDermott/Corbis)
Ide tersebut ia dapatkan saat bertemu dengan seorang perempuan miskin yang sedang menganyam kursi bambu untuk melunasi utangnya.
“Saya tidak mengerti bagaimana saya bisa menjadi begitu miskin ketika saya bisa melakukan hal-hal indah,” kenangnya dalam wawancara yang dilansir AP News.
Akhirnya pada tahun 1983, ia mewujudkan ide tersebut dengan mendirikan Grameen Bank dan memberikan pinjaman kecil-kecilan kepada pengusaha yang tidak berhak mendapatkannya.
Keberhasilan bank ini dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan telah menginspirasi inisiatif keuangan mikro serupa di negara-negara lain.
Atas karyanya tersebut, Yunus dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006 karena memelopori penggunaan kredit mikro untuk membantu masyarakat miskin, khususnya perempuan.
Faktanya, Komite Hadiah Nobel Perdamaian memuji Yunus dan Bank Grameen miliknya karena telah menciptakan kewirausahaan ekonomi dan sosial sejak usia muda.
Selain itu, Yunu merupakan bagian dari oposisi terhadap pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Pada tahun 2007, ketika Bangladesh diperintah oleh pemerintah yang didukung militer, Yunus mengumumkan bahwa ia akan membentuk sebuah partai politik, namun ia tidak pernah menindaklanjutinya.
Dia berselisih dengan Hasina ketika pemerintah Hasina melancarkan penyelidikan terhadapnya pada tahun 2008.
Dalam persidangan, Hasina menuduh Yunus, pimpinan Bank Grameen, menggunakan kekerasan untuk menagih pinjaman dari perempuan miskin di pedesaan.
Kemudian, pada tahun 2011, pemerintahan Hasina mulai menyelidiki operasi bank tersebut, dan Yunus dipecat sebagai direktur karena diduga melanggar peraturan pensiun pemerintah.
Dia diadili pada tahun 2013 karena menerima uang tanpa izin pemerintah, termasuk Hadiah Nobel dan royalti sebuah buku.
Belakangan, ia juga menggugat perusahaan lain yang ia dirikan, seperti Grameen Telecom, GrameenPhone, dan Telenor.
Pada tahun 2023, beberapa karyawan Grameen Telecom mengajukan gugatan terhadap Yunus dengan tuduhan menipu tunjangan mereka.
Akhirnya, awal tahun ini, pengadilan khusus di Bangladesh mendakwa Yunus dan 13 orang lainnya karena menggelapkan $2 juta.
Bankir berusia 84 tahun itu mengaku tidak bersalah dan belum dibebaskan oleh pihak berwenang.
Pendukung Yunus mengatakan alasan tuduhan tersebut adalah hubungannya yang buruk dengan Hasina.
Sebelumnya, usulan Yunus menjadi pemimpin pemerintahan adat sudah diterima menjelang pemilu.
Seperti dilansir Al Jazeera, Yunus mengaku mendapat permintaan dari mahasiswa untuk menjadi penasihat pemerintah sementara.
Peraih Nobel akan kembali ke Bangladesh segera setelah menyelesaikan prosedur medis kecil di Paris.
(mg/Mardliyyah)
Penulis adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS)