Wartawan Tribunnews.com Fahdi Fahlevi melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Salah satu tujuannya adalah menurunkan angka penyakit tidak menular (PTM) di masyarakat.
Terkait kebijakan tersebut, GAPMMI selaku Gabungan Produsen Makanan dan Minuman mendukung tujuan baik pemerintah untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih sehat dengan mengurangi penyakit tidak menular.
Namun, GAPMMI menilai peraturan pemerintah ini sepertinya menempatkan seluruh kekhawatiran penyakit tidak menular (PTM) hanya pada produsen makanan olahan.
“Sebenarnya faktor risiko PTM disebabkan oleh banyak faktor antara lain gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, kurangnya asupan cairan dalam tubuh, manajemen stres, dan pola konsumsi makanan dan minuman sehari-hari yang tidak seimbang,” kata Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman. melalui keterangan tertulis, Kamis (22-08-2024).
Masalah kesehatan, kata Adhi, bukan disebabkan oleh kurangnya atau kelebihan konsumsi jenis makanan tertentu.
Jadi bukan hanya dari konsumsi makanan olahan saja.
Kajian IPB tahun 2019 juga menemukan bahwa produk pangan olahan hanya mewakili sebagian kecil asupan gula, garam, dan lemak masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap gula, garam, dan lemak didominasi oleh pangan yang tidak diolah seperti pangan kuliner dan pangan sehari-hari yang diolah di rumah sebesar 70 persen, sedangkan pangan olahan hanya 30 persen.
“Penetapan batas maksimal gula, garam, dan lemak pada produk pangan olahan tentu tidak akan efektif dalam menurunkan angka penyakit tidak menular, karena konsumsi manusia terhadap gula, garam, dan lemak hanya sebagian kecil dari produk pangan olahan.” jelas Adhi.
Adhi menjelaskan, akan sangat sulit untuk menetapkan batasan maksimal gula, garam, dan lemak untuk berbagai kategori produk makanan dan minuman.
Hal ini dikarenakan setiap produk mempunyai karakteristik tertentu yang sangat bervariasi.
Gula, garam, dan lemak mempunyai fungsi teknologi dalam formulasi pangan dimana produsen pangan olahan menggunakan gula, garam, dan lemak dalam produknya untuk berbagai maksud dan tujuan, antara lain rasa, tekstur, dan pengawetan.
Pembatasan kadar gula, garam dan lemak akan mempengaruhi kinerja teknologi dan formulasi pangan olahan.