Diskusi 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi, Mahasiswa Singgung Indeks Demokrasi dan Partai Politik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Front Penyelamat Demokrasi dan Reformasi Indonesia menggelar debat publik bertema “Mengkaji 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi” di Jalan Diponegoro No. 72 Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2024).

Diskusi tersebut menghadirkan aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi. Di antaranya Donny Manurung (aktivis GMKI), Herianto (BEM SI), Maria Ega Lein (Presiden PMKRI Jakarta Pusat), Yukenriusman Hulu (aktivis UKI) dan Sharir Core Bima (BEM FH UBK).

Kemudian Shandi Marthapradja (aktivis Universitas Muhammadiyah Tangerang) dan Deodatus Sunda Se (Ketua GMNI Jakarta Selatan).

Yuken, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), menilai demokrasi Indonesia tidak berjalan baik.

Untuk itu, ia merasa sudah saatnya mahasiswa kembali berjuang untuk menyampaikan kebenaran. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir, institusi pemerintahan dilemahkan oleh segelintir orang.

Hal senada juga diungkapkan Dony dari GMKI. Ia mengatakan sepuluh tahun pemerintahan Jokowi seolah melunakkan kepemimpinannya.

“Selama sepuluh tahun terakhir, hukum sepertinya digunakan sebagai alat untuk memperbaiki keadaan bagi mereka yang berkuasa,” katanya.

Sementara itu, Ega menilai, selama sepuluh tahun terakhir, mereka telah membuat masyarakat Indonesia seperti menjadi korban prank. Citra yang dibangun pada awal pemerintahan bahwa pemimpin harus menjalani kehidupan demokratis, namun sebaliknya terjadi pada akhir pemerintahan.

“Kita lihat mungkin kita sudah sampai pada titik di mana pemilu itu tentang bagaimana mengangkat putra Anda menjadi wakil presiden, dan kemudian hari ini juga terjadi perubahan usia sehingga menimbulkan nepotisme yang ada di Indonesia saat ini,” kata Ega. . .

Sementara itu, Koordinator Pusat BEM SI Herianto yakin kebenaran akan kembali terungkap. Karena siswa tidak akan menghentikan suaranya.

“Kalau cuaca reda pasti ada pemicunya. Ada saatnya mahasiswa bersatu. Semakin ditekan maka akan semakin banyak perlawanan,” ujarnya.

Sharir dari BEM FH UBK menyoroti penyelesaian persoalan HAM di bawah pemerintahan Jokowi. Ia menilai, alih-alih menyelesaikan masalah, pemerintah malah memperburuk masalah.

“Masalah HAM masa lalu tidak terselesaikan, malah semakin parah. Indeks demokrasi sekarang terpuruk, demokrasi tidak sehat, partai politik disandera,” ujarnya.

Pada saat yang sama, Shandi berpendapat bahwa nilai reformasi yang baru-baru ini dilakukan telah diremehkan. Oleh karena itu, tidak cukup hanya melalui diskusi saja.

“Katanya hanya satu, lawan. Kami mahasiswa siap mengevaluasi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *