Reporter Tribunnews.com Aisya Nursyamsi melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Persatuan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya dokter bedah ortopedi dr Helmiyadi Kuswardhana, M.Kes, SpOT, FICS, AIFO-K, saat bekerja di Mamuju. RSUD Sulawesi Barat.
Selain itu, PB IDI juga memberikan penghargaan kepada Dr. Helimiad dengan Medali Keunggulan.
Dr Gelmiadi meninggal karena serangan jantung akhir pekan ini saat berpraktik sebagai dokter bedah ortopedi di Mamujju, Sulawesi Barat.
Dokter tersebut dikabarkan meninggal dunia setelah mengoperasi sepuluh pasien dalam satu hari di RSUD Majene, Sulawesi Barat dan RSUD Mitra Mamuju pada Rabu, 10 Juli 2024.
Helmiyadi terdaftar sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Mamuju dan IDI Kanwil IDI Sulawesi.
Almarhum merupakan bagian dari Medical Influencer PB IDI dan Persatuan Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI) yang aktif mendedikasikan edukasi kedokteran kepada masyarakat melalui media sosialnya.
“PB IDI menganugerahkan lencana Karya Bakti sekaligus menyarankan pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada Dr. Helmi,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr. Adib Humaidi, Spot, dalam keterangan resmi. Minggu (14.07.2024).
Timnya juga memberikan penghormatan yang tinggi kepada dokter Helmiad Kusvardhana.
Juga kepada para dokter yang mengorbankan dirinya dan melakukan pengorbanan terakhir, melakukan tugasnya untuk menyelamatkan orang lain.
“Kami menghormati komitmen profesional mereka. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas komitmen teguh mereka dalam memberikan layanan kesehatan berkualitas kepada masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Dr. Adib juga menyinggung persoalan Jese yang dihadapi Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio dokter per pasien terendah di dunia, yaitu 0,4 dokter per 1000 penduduk.
PB IDI menegaskan, salah satu permasalahan utama sistem pelayanan kesehatan di Indonesia adalah distribusi dokter yang tidak merata.
Karena banyak dokter terkonsentrasi di kota, masyarakat pedesaan dan terpencil tidak dapat mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan.
Hal ini dipersulit dengan kurangnya peralatan medis, obat-obatan dan infrastruktur yang tidak memadai.
Distribusi dokter dan sumber daya yang tidak merata ini menghambat negara dalam memberikan layanan medis berkualitas kepada warganya.
Terutama di daerah pedesaan dan daerah tertinggal.
Selain itu, Dr. Adib juga menyoroti permasalahan minimnya peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur.
Fasilitas kesehatan di daerah pedesaan seringkali kekurangan peralatan dasar.
Oleh karena itu, dokter tidak bisa memberikan pengobatan yang tepat.
Dan dalam hal obat-obatan, banyak obat-obatan esensial yang persediaannya terbatas.
Oleh karena itu, pasien tidak bisa mengakses pengobatan yang dibutuhkannya, apalagi masalah pendanaan melalui JKN-BPJS saja tidak mencukupi, jelas Dr. Adib, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Mohammad Adib Humaidi (dok. Kompas TV)
Adib menambahkan, ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan juga dibarengi dengan ketimpangan infrastruktur.
Sebagian besar fasilitas kesehatan di wilayah tersebut, terutama di wilayah pedesaan, kekurangan fasilitas dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi.
Hal ini juga akan mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan yang mungkin tidak realistis.
Ketersediaan alat kesehatan, prasarana dan obat-obatan juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dasar di wilayah tersebut.
Akibat dari semua itu, pasien harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan layanan dan pengobatan medis.
Dan dalam beberapa kasus, pasien sudah berada dalam kondisi kronis dan tidak dapat disembuhkan tanpa akses terhadap pengobatan yang tepat. Pelayanan kesehatan bukan merupakan tanggung jawab pemerintah semata
Dr. Adib mengatakan permasalahan pelayanan kesehatan bukan hanya menjadi permasalahan dan tanggung jawab pemerintah.
Namun hal ini memerlukan peran penting dari semua sektor bangsa, termasuk organisasi profesi, LSM, kelompok akademis, sektor swasta, media dan media sosial.
Tentu saja masyarakat sendiri merupakan agen perubahan utama dalam pelayanan kesehatan.
Jumlah dokter di daerah dapat ditingkatkan melalui program pendidikan dan insentif.
Selain itu, pemerintah daerah harus berinvestasi pada peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur.
Untuk memastikan bahwa rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan di wilayah tersebut memiliki sumber daya yang mereka butuhkan untuk memberikan layanan berkualitas.
Hal ini juga didukung oleh peluang pendanaan dari pemerintah pusat, daerah dan JKN-BPJS
PB IDI mengingatkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas merupakan hak asasi manusia.
Setiap orang memiliki akses terhadap pengobatan yang mereka butuhkan, di mana pun mereka tinggal.
“Jadi mari kita bekerja sama untuk menghadapi masalah sulit ini. Mari bersama-sama kita tingkatkan sistem kesehatan kita. “Untuk memastikan setiap masyarakat Indonesia mempunyai akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas,” tutupnya.