TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Seiring kemajuan teknologi, ancaman serangan siber semakin meningkat dan canggih. Khususnya di sektor perbankan, termasuk bank pembangunan daerah (RDB).
Yuddy Renaldi, Ketua Asbanda, mengatakan ancaman serangan siber merupakan permasalahan yang sangat serius bagi industri perbankan dan BPD pun tidak luput dari ancaman serangan siber.
“Keberhasilan BPD dalam memerangi ancaman serangan siber sangat bergantung pada kesiapannya dalam mengadopsi teknologi, serta pelatihan staf dan kesadaran akan keamanan TI,” kata Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dan Bank Kalbar pada Kamis, 8 Agustus 2018. , 2024 di Pontianak.
Fithriadi, Deputi Direktur Pengendalian Akuntabilitas dan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (FPATK), membeberkan sejumlah fakta mengenai serangan hacker di sektor perbankan.
Berdasarkan pantauan dan analisis PPATK, serangan siber dilakukan secara terstruktur dengan memanfaatkan kerentanan keamanan TI.
Salah satunya meniru skrip server yang digunakan oleh login BI-Fast dan memungkinkan transfer dana bank umum tanpa verifikasi oleh bank umum itu sendiri.
“Peretas kriminal biasanya beroperasi pada akhir pekan, karena rekonsiliasi data bank umum dan BI-Fast dilakukan pada hari kerja,” kata Fithriadi.
Dari sisi regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat memperhatikan keamanan data nasabah dari serangan siber. OJK menyampaikan rencana transformasi digital industri jasa keuangan (IJK), termasuk perbankan.
“Rencana ini telah tertuang dalam POJK Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penerapan Teknologi pada Bank Umum dan POJK Nomor 21 tentang Pelayanan Digital pada Bank Umum, Deputi Komisioner Bidang Pelaku Usaha dan Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Rizal Ramadhani, OJK. : Menstandarkan tingkat kepatuhan bank ketika mengadopsi teknologi yang bertanggung jawab. “
Seminar tersebut dipimpin oleh Ketua Infobank Media Group Eko B. Supriyanto dan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Wilayah Kalimantan Barat Brigjen Pol Yusup Saprudin.
Brigjen Pol Yusup menjelaskan pihaknya telah menemukan sejumlah temuan mengenai kerentanan serangan siber terhadap bank-bank daerah. Salah satunya adalah industri perbankan yang semakin fokus pada digitalisasi seiring dengan perubahan perilaku nasabah.
“Padahal, investasi di bidang digital harusnya berbanding lurus dengan investasi di bidang keamanan siber. Selain itu, kesadaran keamanan tidak merata di kalangan karyawan dan seringkali hanya ada di tim IT,” ujarnya.
Di sisi lain, serangan penjahat dunia maya menimbulkan ancaman yang semakin kompleks terhadap bank-bank daerah. BPD menghadapi sejumlah ancaman besar. Dari phishing dan rekayasa sosial, malware dan ransomware hingga mata uang kripto.
Eko menjelaskan, ada sejumlah keterampilan dasar yang bisa dikuasai untuk mencegah serangan siber. Pertama, prioritas keamanan siber manajemen puncak.
“Dalam hal ini, direksi dan komisaris harus berkomitmen untuk fokus pada keamanan siber terlebih dahulu,” ujarnya.
Selain itu, pendekatan proaktif diperlukan dalam hal keamanan siber. Mengambil pendekatan proaktif terhadap keamanan siber dapat mengurangi pelanggaran keamanan sebesar 66% pada tahun 2026, menurut laporan Gartner tahun 2022.
Isu penting lainnya adalah menjadikan keamanan siber sebagai proses yang berkesinambungan. Oleh karena itu, bank harus terus berinvestasi dan menjaga kepatuhan serta memperbarui perlindungan keamanannya secara berkala.
“Terakhir, menumbuhkan budaya keamanan siber yang kuat dengan membangun budaya keamanan siber yang kuat di seluruh organisasi,” ujarnya.